Selamat membaca, jangan lupa ramaikan yeee. Cukup hati klean aja yg sepi.
.
.
.
Btw, baca bab ini pada jam berapa nih?
HAPPY
—READING—>_<
.
.
.
Kata orang, tidak butuh banyak alasan untuk menyukai, mencintai. Tapi kalau benci, apa itu juga berlaku? Misalnya, kalau suka, hanya melihat punggungnya saja ada rasa yang membuncah-buncah sampai pipi panas. Sebaliknya, kalau benci, hanya dengan melihat wajahnya saja, ada rasa yang meletup-letup geram ingin membasmi.
Sebenarnya ada banyak sih yang membuat Aquila kesal terhadap Altair. Terlalu panjang kalau dijabarkan satu-persatu, bagaimana kalau kita ringkas menjadi tujuh garis besar yang paling 'berkesan' menurut Aquila?
Pertama, pertemuan pertama kali. Waktu itu masih berumur lima tahun. Apa ada seorang anak laki-laki yang tega meninggalkan gadis berumur 5 tahun di bawah derasnya hujan dengan lutut yang berdarah sambil menangis? Sudah itu, anak laki-lakinya malah menertawakan, dan membuat sebutan nama yang aneh, lalu pergi.
Aquila kecil saat itu tidak menyangka saat masuk TK ternyata bertemu kembali dengan anak laki-laki yang meninggalkannya. Dan momen hari hujan pada saat itu membuat trauma membekas tersendiri untuknya sampai sekarang.
Ke dua, waktu TK, Altair mendorong Aquila demi mendapat kolom barisan senam, biar dapat hadiah dari Bu Guru. Alhasil Aquila jatuh, dan gak dapat hadiah.
Ke tiga, Aquila saat itu masih pemalu tidak punya teman, hanya Altair yang terang-terangan mengajaknya berteman—tunggu, teman? Altair suka mengajak bermain jungkat-jungkit. Tapi dengan sengajanya ia sering berdiri secara mendadak hingga membuat bokong Aquila sakit gara-gara tidakannya.
Ke empat, Altair suka menyembunyikan sepatu miliknya, dan mengembalikannya saat Aquila menangis. Alasannya, "Sepatu Ququ mau jalan-jalan."
Oke, itu garis besar awal mula permusuhan, hingga lahirlah cabang-cabang akar lainnya. Takdir mengikat mereka kembali, dipersatukan jenjang Sekolah Dasar.
Ke lima, waktu SD kelas 1, Altair rebutan kursi sama Aquila sampai berakhir tangis. Suka kejar-kejaran dalam kelas, sampai Aquila pernah kesandung kursi dan gigi susu depannya patah.
Ke enam, gara-gara hendak suntik imunisas dan takut, Altair mengajak Aquila kabur sampai berujung terkunci dalam ruang perpustakaan.
Ke tujuh, saat drama kelas 2 Aquila mendapat peran sebagai putri Jasmine, dan Altair sebagai Aladdin. Altair dengan sengaja menumpahkan es krim di atas gaunnya.
Terlau panjang jika disebutkan satu-persatu. Rasa api permusuhan itu masih membara hingga sekarang. Tujuh tahun mengenal Altair, bersama kenakalan, bolak-balik masuk ruang guru, dimarahi Mama Papa karena memalukan orangtua karena sering mendapat surat panggilan. Intinya, Aquila tidak suka Altair.
"Kan gak ada yang mau temenan sama kamu, jadi aku aja yang jadi teman kamu. Tapi teman yang nakal. Aku aja yang nakal sama kamu, kalau yang lain gak boleh. Gimana? Tata diterima? Harus diterima!"
Suara Altair kecil itu tiba-tiba melintas di pikirannya seolah menggema dalam ruang kamarnya. Apa ada teman yang seperti itu? Menurut Aquila, itu bukan teman, tapi musuh. Walaupun dulu Aquila pendiam dan gak punya teman banyak, sering diejekin karena gak bisa bilang huruf R, memiliki teman yang namanya Altair Shaquile Barat adalah bukan opsi yang bagus. Tapi anehnya, 7 tahun itu bisa ia lewati dengan rasa yang singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Altair At Aquila
Fiksi RemajaSama seperti remaja pada umumnya, Altair juga mendambakan masa SMA yang indah dan penuh warna ... juga romansa SMA yang manis? Altair Shaquille Barat, bersama empat temannya yang bobrok ikut bergabung dalam ekskul seni musik. Di SMA Pramoedya terdap...