Karena Kai yang menjadi tulang punggung keluarganya, maka Kai dengan terpaksa harus menjadi seorang baby sitter. Tapi bukan merawat anak pada seusia pada umumnya. Melainkan dia harus merawat anak di usia 18 Tahun yang sepantaran dengannya.
Mampukah...
"Aku tanya satu kali ya. Kau yakin mau melakukan itu?"
"Iya, aku yakin."
"Kau benar-benar udah gak ada hati lagi!"
"Terserah, aku sudah gak sabar!"
"Aku cuma takut kau akan menyesal nanti."
"Gak bakal!"
"Oke, aku pastikan itu akan beres. Kau tenang saja, dan atur waktunya dengan baik."
"Aku sudah paham."
"Takut aja kau keliru. Dan ini bisa bahaya!!"
"Sudah aku atur dengan baik!"
"Baiklah."
🍁🍁🍁
Sekarang Kai tengah berada di dapur bersama Sehun. Tadi, Sehun mengajak Kai untuk membuat kue, dan jadilah sekarang Kai sudah berkutat dengan bahan-bahan dapur untuk membuat kue yang sebenarnya Kai juga tidak tahu cara membuatnya.
Keadaan dapur sudah seperti kapal pecah. Dari sendok yang sudah berceceran di mana-mana, panci yang tergeletak di lantai, serta tepung dan pewarna makanan yang telah berceceran di mana-mana.
"Sehun, buka tepungnya yang bener dong! 'Kan di sana ada gunting."
Sudah satu jam mereka berdua berada di dapur. Tapi, tidak ada satu hal yang bisa dikerjakan dengan baik oleh Kai dan Sehun yang terus saja mengacaukannya.
"Ini tumpah Kai, cepat ambil wadahnya dulu!" Sehun memegang tepung yang sudah berhasil ia buka dengan sobekan yang terlalu besar hingga membuat tepung yang kedua kalinya itu kembali tumpah sia-sia ke lantai.
"Kok bukanya gitu sih?! Harusnya itu begini." Kai hendak mengambil alih tepung yang tersisa sedikit itu dari tangan Sehun.
"Hun, kok tumpah lagi sih?!"
"Tadi 'kan Sehun udah bilang ambil wadah, Kai!" jawab Sehun dengan wajah polosnya.
"Sudah ya, kita beli aja kuenya di luar. Kita kayaknya gak bisa buat kue deh," ucap Kai mencoba membujuk Sehun.