Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.Sabrina mengerjapkan matanya. Berusaha memfokuskan pandangan terhadap langit-langit kamar yang terlihat asing. Jelas sekali langit-langit kamar diatasnya terlihat berbeda dari langit-langit kamar yang ada di apartemen miliknya.
Dimana aku?
Nyeri menyerang kepala Sabrina, dengan lembut ia memijat plipisnya demi mengurangi rasa nyeri tersebut. Sabrina baru mengetahui jika dirinya tertidur di sebuah lantai dengan beralaskan sebuah karpet bulu super lembut.
"my lady!!!" tiba-tiba seorang wanita yang berpakaian layaknya seorang pelayan berlari menghampiri Sabrina dan duduk bersimpuh disampingnya.
"my... lady?" tanya Sabrina kebingungan, lantara tidak mengerti siapa gerangan yang wanita berpakaian pelayan tersebut panggil.
"hiks... my lady... jangan pernah tinggalkan saya, hiks..." wanita berpakaian pelayan itu berkata diiringi isak tangis memilukan.
Sabrina semakin kebingungan dibuatnya. Mata Sabrina bergerak liar menjelajahi sekeliling ruangan yang baru ia sadari terlihat mewah lantaran ornamen beserta hiasan kamar tersebut yang jika Sabrina taksir bernilai ratusan bahkan bisa jadi milyaran.
"di-dimana aku? Da-dan siapa kau sebenarnya?" tanya Sabrina terbata. Bagaimanapun keberadaannya disini membuatnya cukup merasa takut serta bingung luar biasa.
Wanita berpakaian pelayan tersebut menghentikan tangisnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sabrina "tentu saja my lady berada di kediaman Duke of Avondale— ada jeda akibat tangisan sebelum wanita berpakaian pelayan tersebut kembali melanjutkan ucapannya "bagaimana bisa my lady melupakan saya? Saya adalah satu-satunya pelayan setia Lady Sabrina Melville, Matilda" jawabnya dilanjut dengan tangisan yang terdengar lebih memilukan dari sebelumnya.
Sabrina tercenung, tidak mempercayai apa yang baru dikatakan wanita berpakaian pelayang yang mengaku sebagai pelayan setianya, Matilda. Sabrina merasakan jika dirinya sudah tidak lagi waras. Semua ini sungguh tak masuk akal untuknya.
Sabrina ingin sekali menangis kencang lantaran tidak mengetahui apa gerangan yang terjadi pada dirinya dan situasi apa yang sedang ia hadapi.
Satu tetes air mata tumpah dari pipi Sabrina diikuti sebuah kilas balik bagai memori seseoranya yang merangsek cepat memenuhi kepalanya. Membuat Sabrina spontan mencengkram kepalanya sembari menjerit keras lantaran rasa sakit yang dirasakan pada area kepalanya tak tertahankan.
Matilda yang menyaksikan nonanya merasa kesakitan, panik dan buru-buru berlari keluar kamar demi mencari pertolongan kepada siapa saja yang mau membantu nonanya.
Sabrina yang tak kuasa menahan rasa sakit dikepalanya berusaha menggapai Matilda yang berlari panik kearah luar tetapi kesadaran Sabrina yang perlahan-lahan mulai menghilang ditambah rasa sakit bercokol kuat di kepalanya menjadi hambatan baginya. Hal terakhir yang dapat Sabrina ingat adalah kegelapan berhasil menarik ia sepenuhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
What the Lady Wants
Исторические романыTerbangun ditubuh seorang putri bungsu Duke Melville entah Sabrina harus merasa beruntung atau sial