Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun."Nigel tunggu!" Sabrina segera menahan pergelangan tangan Nigel. Menahannya agar tak segera memasuki aula dimana pesta masih berlangsung.
Nigel spontan menghentikan langkah kakinya tepat di anak tangga terakhir. Seakan baru tersadar buru-buru Nigel membalikan badan menghadap Sabrina. Tatapan mata Nigel menyiratkan penyesalan. Tangan Sabrina yang masih berada di pergelangan Nigel digenggam erat oleh Nigel.
"maafkan aku... Sabrina..." Sabrina merasakan ada remasan kecil pada tangannya.
Mendadak Sabrina déjà vu. Sudah berapa kali kiranya malam ini Sabrina mendengarkan kalimat itu.
"untuk apa kau meminta maaf?" Sabrina mengakhiri pertanyaannya dengan tawa canggung.
Nigel diam, sama sekali tak menjawab. Dengan pelan dilepasnya tangan Sabrina yang berada di pergelangannya.
Mata Nigel setia memandang Sabrina lekat, tak beralih barang sedetikpun. Tubuhnya sedikit menunduk, menyejajarkan dengan tinggi badan Sabrina yang hanya sebatas bahu. Keberadaan Sabrina yang satu tangga di bawah Nigel semakin memperjelas perbedaan tinggi badannya dan Sabrina.
"Aku merasa belakangan ini kau bukanlah Sabrina yang ku kenal. Aku bahkan tak pernah tau apa yang ada di dalam pikiranmu." ucap Nigel entah dengan maksud apa. Manik Nigel mengunci rapat manik mata kehijauan Sabrina. Gesturnya seperti orang yang mengintimidasi.
Jantung Sabrina seketika berdegub kencang. Kalimat Nigel terkesan samar. Membuat Sabrina menyimpulkan jika pria itu kemungkinan mengetahui jika dirinya bukanlah Sabrina Melville yang asli.
"a-aku..." Sabrina tergagap. Tak tau harus memulai ceritanya dari mana.
Nigel menangkap keraguan Sabrina. Dengan lembut Nigel menambahkan, "maksudku, aku baru menyadari jika selama ini aku tak pernah mengenal dirimu dengan baik Sabrina. Entah yang mana dirimu sebenarnya. Aku menyukai semua itu. Aku mencintai keseluruhan dirimu. Tak peduli bagaimanapun yang ada dulu maupun sekarang."
Mendengar hal itu Sabrina tanpa sadar menghembuskan nafas lega. Setidaknya untuk malam ini Sabrina terbebas dari penjelasan kepada Nigel, akan tetapi, rasa bersalah semakin menggelayut pada diri Sabrina. Nigel berhak mengetahui kisah yang sebenarnya. Pria itu mencintai Sabrina Meliville teramat dalam.
"Nigel..." Sabrina tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Wajah Sabrina berpaling, berusaha menghindari pandangan Nigel.
Nigel tersenyum maklum. Perkataannya yang terlalu terus terang tentu membuat Sabrina tak nyaman. Nigel pun tak mengerti akan perubahan pada dirinya akhir-akhir ini. Sejak kapan kiranya ia bisa mengungkapkan perasaan segamblang itu?
"Apa Pangeran Robert melakukan sesuatu yang membuatmu tak nyaman atau bahkan sampai menyakitimu?" Nigel bertanya dengan khawatir. Sekaligus mengalihkan topik pembicaraan. Nigel tak ingin membuat Sabrina merasa terbebani akan perasaannya.
Sabrina kembali teringat kejadian barusan. Akibat kecerobohannya tanpa sengaja ia meninggalakan Nigel seorang diri di pesta untuk waktu yang cukup lama. Bagaiamana Sabrina akan menjelaskan kepada Nigel mengenai situasi yang ia alami?
Sabrina menggeleng pelan. Berusaha menghapus kekhawatiran Nigel.
"aku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya Nigel." Sabrina kembali tersenyum sebelum melanjutakan. "Pangeran Robert tak melakukan hal buruk padaku. Justru sebaliknya, ia menolongku..." dari kebodohan yang hampir saja aku lakukan dengan Halard.
Nigel sedikit mengerutkan alis. "menolongmu? Apa terjadi sesuatu tanpa sepengetahuanku?"
"bukan sesuatu yang berlebihan. Aku hanya sempat merasa tak enak badan tadi. Maaf meninggalkanmu begitu lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
What the Lady Wants
Ficción históricaTerbangun ditubuh seorang putri bungsu Duke Melville entah Sabrina harus merasa beruntung atau sial