Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun."anda terlihat kurang sehat. Anda yakin baik-baik saja lady?" tanya Morington di suatu pagi.
Sabrina menatap heran Morington. "apa saya terlihat tidak baik-baik saja master?" Sabrina balik bertanya. Ia memang sudah biasa tidur kurang lebih tiga jam setiap malam, akan tetapi, sama sekali tidak tidur di malam hari baru kali ini ia lakukan.
Sabrina memikirkan apa yang telah dia perbuat tadi malam bersama putra mahkota. Ciuman pria itu masih membekas dalam pikirannya. Selalu berputar bagaikan kaset rusak dikepalanya. Bayangan putra mahkota yang menatap Sabrina seoalah-olah menginginkannya sungguh menganggu. Sabrina belum pernah merasa diinginkan seperti bagaimana putra mahkota menginginkannya.
"anda sering kali melamun seperti sekarang lady" suara Morington kembali menyadarkan Sabrina dari lamunannya. Kepalanya sedikit berdenyut memikirkan putra mahkota.
"sepertinya anda benar. Saya butuh istirahat master. Ehm... Master apa saya boleh bertanya sesuatu?"
Morington mengangguk. Mempersilahkan hal apapun yang ingin Sabrina tanyakan. Bagi Morington Sabrina sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Mendengar dari ayah Sabrina mengenai seseorang berniat membunuh Sabrina membuat Morington marah besar.
"apa... Seseorang bisa mencintai dua orang sekaligus?" tanya Sabrina hati-hati. Pertanyaannya bukan mengenai dirinya. Ia hanya tidak mengerti mengenai perasaan sebenarnya putra mahkota. Putra mahkota mencintai Countess of Salisbury? tetapi, kenapa dia bisa mencium Sabrina bagaikan orang yang takut kehilangan.
Morington tak beraksi apapun. Ia memilih untuk duduk di bawah pohon rindang. Mengajak Sabrina untuk ikut turut serta.
"Permasalahan cinta saya bukan ahlinya, tapi, sebagai orang yang telah melewati hampir separuh abad kehidupan sedikit banyak saya mengerti. Kalau menurut seseorang. Jika mencintai dua orang sekaligus anda harus memilih orang yang anda cintai kedua atau terakhir karena anda tidak akan mungkin mencintai orang itu jika anda telah jatuh cinta sebenarnya dengan orang pertama," jelas Morington.
Sabrina berusaha mencerna kata-kata Morington dengan baik. Apakah tindakan mendekati putra mahkota adalah suatu kesalahan? Atau berniat memisahkannya dengan Countess of Salisbury-lah yang menjadi permasalahan utama? Sabrina benar-benar tidak tau. Baginya, menyingkirkan ibu tiri dan kakak-kakak tirinya sesegera mungkin dan mencari istri baru untuk ayahnya adalah hal paling benar yang ia pikirkan saat ini. Lagipula orang macam apa yang tidak dendam dijebak kedalam pernikahan yang tak diinginkan seperti Countess of Salisbury?
"apa master mengenal ayah saya dengan baik?" tanya Sabrina sekali lagi.
"entahlah. Bahkan seorang 'teman baikpun' belum tentu mengenal diri kita secara keseluruhan. Hanya diri sendiri yang tau bagaiaman kita"
Sabrina menghembuskan nafas perlahan. Mengurangi sedikit ketegangan di kepalanya "apa ayah saya pernah benar-benar mencintai seseorang?" suatu pemikiran terlintas dalam benak Sabrina.
Morington sedikit kaget mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Sabrina. Morington tau apa saja yang sebenarnya pernah terjadi menyangkut kisah cinta Duke Melville, akan tetapi, tidak etis rasnya jika ia terlalu mencampuri urusan keluaraga Melville.
"anda bisa bertanya langsung pada ayah anda lady," Morington mengakhiri obrolannya. Ia juga memberi Sabrina waktu untuk beristirahan, karena bagaimanapun Sabrina nampak sedang tidak baik-baik saja.
Sabrina berjalan dengan banyak pikiran menghantuinya. Langkah kaki Sabrina membawanya kehadapan ruang kerja ayahnya. Setelah Sabrina berubah menjadi anak penurut ayah Sabrina tidak lagi melakukan perjalanan bisnis yang memakan waktu berbulan-bulan. Pria itu kembali memikul beban sesungguhnya sebagai kepala keluarga Melville sekaligus Duke of Avondale.
KAMU SEDANG MEMBACA
What the Lady Wants
Historical FictionTerbangun ditubuh seorang putri bungsu Duke Melville entah Sabrina harus merasa beruntung atau sial