Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.Sabrina tak tau apakah wajar baginya untuk marah atau tidak atas perlakuan Nigel beberapa menit lalu di dalam kereta kuda. Segala perilaku Nigel malam ini memang tak pernah Sabrina sangka sebelumnya. Nigel adalah gentelmen terhormat. Merayu wanita tentu bukan hal yang ia kuasai. Akan tetapi, secara alami pria itu lebih dari sekedar mampu menarik para wanita mendekat.
Tepat setelah Nigel melontarkan kalimat rayuannya yang sukses membuat Sabrina terkejut. Sabrina sudah mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu Nigel dengan nekat mencium bibirnya. Bagaimana bisa Sabrina tak memiliki pemikiran demikan di saat situasi dan kondisi mereka saat itu sangat mendukung. Nigel yang hanya berdua bersama Sabrina di dalam kereta kuda dan posisi Nigel yang memangku Sabrina serta luapan memori kebersamaan mereka yang seperti terulang kembali tanpa sadar menimbulkan suasana intim yang sangat pas. Semua itu tentu mempengaruhi psikologi dan pemikiran Sabrina. Akan tetapi yang Sabrina dapati setelahnya hanyalah kecupan ringan di pipi kirinya bertepatan dengan kereta kuda yang berhenti sempurna. Demi tuhan, belum pernah Sabrina merasa dipermainkan seperti itu.
Sabrina kembali mengingat perkataan Nigel setelah insiden tersebut. Perkataan Nigel saat itu sangat gentel sekali dan juga menyentuh. Sedikit banyak menenangkan Sabrina.
"tolong jangan salah paham. Aku bersumpah jika saat ini aku ingin sekali mencium bibirmu keras. Tapi aku harus menahannya. Selain akan menyakitimu aku juga tak mau memaksa. Biar kita memulainnya kembali dengan perlahan. Aku sudah pernah kehilanganmu sekali, dan aku tak ingin kehilanganmu untuk kedua kalinya. Cukup hanya saat itu kau menatap benci padaku Sabrina, tidak untuk kedepannya. Karena... Aku teramat mencintaimu. Aku tidak merasakan perasaan ini kepada wanita lain bahkan Isabella, tunanganku"
Mendengar itu Sabrina termangu. Memang sudah sejak lama Sabirna tak menatap Nigel penuh kebencian. Ia sadar semua yang terjadi di masa lalu hingga meyebabkan keretakan jalinan cinta Nigel Cavendish dan Sabrina Melville hanyalah sebuah kesalahpahaman akibat kebodohan wanita itu sendiri. Seharusnya Sabrina Melville tak pernah menyia-nyiakan pria sebaik dan setulus Nigel Cavendish dan juga dibutuhkan rasa saling percaya saat berkomiten atau berhubungan.
Satu kekhawatiran menyusup ke dalam diri Sabrina. Apakah Nigel tetap akan mencintainya walau pria itu tau jika Sabrina sekarang bukanlah Sabrina Melville yang dulu?
"ada apa?" Nigel yang mendapati Sabrina melamun di sebelahnya berusaha menyadarkan kembali wanita itu.
Sabrina mengerjapkan matanya. Menoleh singkat ke arah Grand Duke Cavendish.
"kau masih memikirkan kejadian tadi?" goda Nigel. Pria itu kembali tersenyum seperti biasanya.
"tidak" balas Sabrina cepat. Ia tak ingin Nigel besar kepala.
Nigel terkekeh pelan. "aku tak masalah jika harus meminta maaf beribu-ribu kali padamu, asalkan kau memaafkanku. Sudah ku katakan aku hanya sedikit menggodamu. Melihat reaksimu yang menggemaskan membuatku tak tahan ingin selalu menjahilimu. Pipimu yang memerah akibat malu saat itu sungguh diluar perkiraan" Nigel kembali melontarkan candaannya.
Sabrina mendelik tajam pada Nigel. Saat ini mereka berdua sedang mengantri untuk memasuki aula pesta. Tiba-tiba Sabrina teringat pesta pertama yang ia hadiri di istana dulu bersama ayahnya. Saat itu suasannya berbeda, karena Sabrina tak memiliki ingatan lengkap seperti sekarang.
Sabrina dan Nigel memasuki aula pesta. Nama keduanya disebut dengan lantang oleh seorang perajurit penjaga pintu masuk.
Otomatis semua perhatian tertuju pada Sabrina serta Nigel yang terlihat serasi satu sama lain, kisah mereka yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini, sedikit banyak membuat orang-orang penasaran. Terlebih bagi kaum bangsawan yang menyukai gosip. Pandangan orang-orang beragam. Ada yang menatap kagum, iri, penasaran dan juga cemburu.

KAMU SEDANG MEMBACA
What the Lady Wants
Ficción históricaTerbangun ditubuh seorang putri bungsu Duke Melville entah Sabrina harus merasa beruntung atau sial