Bab 45

8.1K 541 90
                                    

Penting !
© Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tempat dan waktu tidak melatari cerita sejarah apapun.

"Apa kau tau persamaan orang-orang yang memakai mahkota di kepala mereka Zagan?"

Zagan kecil yang berbaring nyaman di pangkuan kakaknya sedikit mengerutkan alis. Jari-jari mungilnya ia ketukan di pipinya yang tembam. Bibirnya melengkung seolah-olah sedang berusaha berpikir keras. Sesekali matanya menyipit tajam menatap kakaknya. Gaya Zagan persis layaknya orang dewasa.

Tak lama kemudian mata bulatnya berbinar sesaat terlintas sebuah jawaban di benaknya.

"Ayahanda memakai mahkota... Ah! pasti karena ia adalah raja! Ya! Semua raja pasti memakai mahkota!" Jawab Zagan penuh semangat menggebu-gebu.

Calista tertawa. Adik laki-lakinya yang baru berumur lima tahun itu nampak lucu saat berbicara. Ditambah, wajahnya yang tampan dan juga imut mau tak mau membuat Calista gemas luar biasa pada adik kecilnya.

Calista membelai lembut rambut adiknya yang berwarna kecoklatan. Selain warna kulit dan warna iris mata, Calista tak menemukan kesamaan lain antara dirinya dan adiknya. Walaupun mata bulat adiknya yang berwarna hijau sedikit berbeda dengan miliknya yang cenderung lebih terang, akan tetapi, semua itu tak dapat menutupi fakta jika mereka mewarisi genetika dan juga darah yang sama.

"Kenapa kau pintar sekali sih adikku!" Calista berkata diiringi cubitan gemas pada pipi Zagan.

Zagan menggerutu, kedua tangannya berusaha menghentikan kakaknya yang terus mencubiti pipinya.

Setelah berhasil menangkap tangan kakaknya, Zagan menatap serius Calista. "Apa jawaban Zagan benar?" Zagan bertanya penasaran.

Calista tersenyum. Tangannya yang ditahan Zagan ia lepas dengan perlahan. Calista beralih membelai lembut kedua pipi adiknya. "Benar. Kalau boleh kakak tambahkan sedikit, Adikku Zagan... Ada yang memakai mahkota itu orang yang pintar dan ada juga orang yang bodoh, akan tetapi, mereka semua memiliki satu kesamaan, yaitu hati yang mampu menahan beratnya... Mahkota."

Mata Zagan mengerjap cepat, tak mengerti maksud sebenarnya dari ucapan kakaknya itu. Kepalanya sedikit miring sebagai tanda tak paham akan makna yang terkandung dari perkataan kakaknya. Saat itu Zagan tak lebih dari bocah berusia lima tahun yang penuh dengan imajinasi kekanakan.

"Ah! Pantas saja ayahanda terlihat keberatan saat menggunakan mahkota! Apa karena mahkota terbuat dari batu makanya berat ya?"

Calista menahan tawa. Kali ini jawaban adiknya benar-benar di luar perkiraan. Jika seperti ini Calista yakin adiknya sama seperti kebanyakan anak-anak lainnya.

"Duh adikku! Kenapa kau menggemaskan sih!"

Sore itu adalah salah satu kenangan yang Zagan miliki mengenai kakak pertamanya, Calista, sebelum wanita itu menghilang untuk selamanya. Kala itu Zagan kecil tak tau penyebab kakaknya pergi meninggalkan istana. Zagan kecil pun tak tau alasan kakaknya melepas gelar putri mahkota yang ia miliki sejak lahir dan memutuskan memberikannya pada kakak kedua Zagan. Hingga saat dimana ia mulai beranjak dewasa, saat dimana Zagan mulai bisa memahami segala polemik yang ada di dalam realita kehidupan istana.

Kalimat terakhir yang Calista katakan terngiang dan tertancap kuat dalam benak Zagan.

Mengarah pada satu kesimpulan,

Kakaknya tak lebih dari seorang pengecut yang tak sanggup menahan 'beratnya' sebuah mahkota.

"Tuan!!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What the Lady WantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang