32

5.5K 758 33
                                    

Happy Reading^^

.

.

.

Pagi ini Hendery sudah berada di depan laptop, mengecek apakah ada email yang masuk dari universitas impiannya. Tapi hasilnya nihil, tidak ada email satupun. Pemuda tampan itu menghela napas lesu, hari ini adalah hari pengumuman dan jika ia tidak mendapat email, itu artinya ia tidak diterima di universitas itu.

Seolah tak mau menyerah, ia kembali me-refresh inbox email miliknya. Dan--

TING!!

Universitas Xx
Seo Hendery, Selamat! Anda diterima belajar di Universitas Xx...

"ANJIR DEMI TUHAN, GUE DITERIMA?!" seru Hendery tidak percaya, bahkan ia sampai menampar-nampar pipinya sendiri untuk memastikan kalau ini bukanlah mimpi semata. Buru-buru ia keluar kamar dan menghampiri keluaraganya untuk menyampaikan berita baik ini.

"MAMA! PAPA!"

"HENDERY, JANGAN TERIAK-TERIAK. KAMU MAU BIKIN MAMA SAMA PAPA JANTUNGAN HAH?!" omel Chitta.

"Hehe maaf, Ma." balas Hendery sambil cengengesan dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tapi ini beneran seneng banget, jinjja neomu happy!"

"Kamu tuh sebenernya kenapa sih? Coba ceritain ke kita apa yang bikin kamu seneng banget kayak gini." ucap Johnny.

"Hendery keterima di universitas inceran Hendery, Ma, Pa!" seru Hendery sambil melompat-lompat seperti anak kecil.

"Eh seriusan kamu?" tanya Chitta dan Hendery mengangguk. "AAA ASTAGA SAYANG!" Ia bangkit dari duduknya dan memeluk Hendery erat. Setelah dua menit, ibu dan anak itu melepaskan pelukannya.

"Congratulations, boy! Papa mama bangga banget sama kamu." ucap Johnny bangga, ia mengusak surai Hendery sekilas.

Drrtt...Drrtt..

"Eh bentar, ada yang nelpon." ucap Hendery, ia mengambil handphone-nya yang bergetar di saku celananya.

Bang Sa(t)n☠
Accept | Decline

Accept

"Halo, bang San!"

"Halo! Lo udah liat pengumumannya lewat email?"

"Udah, Bang. Gue diterima!"

"Seriusan?"

"Iya serius, Bang!"

"Wah, congrats bro! Berarti besok lo harus udah ke Bandung buat ngurusin semuanya."

"Heh? Kok besok, bang?!"

"Kan ngurus-ngurusin di sini itu nggak gampang dan nggak sebentar, Der."

"Harus banget besok?"

"Ya iya lah!"

"Huft, ya udah deh Bang."

"Ya udah apa?"

"Ya udah besok gue ke sana, gue bakal packing dari sekarang."

"Oke, mau gue jemput?"

"Nggak usah, gue dianter papa aja."

"Masih inget kan alamat rumah gue yang di Bandung?"

"Masih kok."

"Oke deh."

Tut..

Hendery memutuskan panggilannya lalu menghela napas lesu.

"Kenapa sayang, kok habis terima telfon muka kamu jadi ditekuk begitu?" tanya Johnny.

"Kata bang San, besok Hendery harus udah ke Bandung buat ngurusin semuanya."

"Ya terus kenapa? Lebih cepat lebih bagus bukan?" tanya Chitta kali ini.

"Masalahnya Hendery belum ngabarin Dejun soal ini. Hendery takut dia marah karena ini mendadak banget." jawab Hendery sambil menundukan kepalanya.

"Gini aja, sekarang kamu ganti baju, kerumah dia, dan kasih tau soal ini. Papa yakin dia bakal ngerti kok." ucap Johnny memberi saran.

"Ya udah deh, Hendery mau mandi dulu." balas Hendery.

"Lah kamu belum mandi?"

"Belum, habis bangun tidur Hendery langsung ngecek email hehe."

"Dasar!"

.

.

.

"Ada apa sih, kok tumben banget kamu ngajakin aku jalan tiba-tiba kayak gini?" tanya Dejun.

"Ada sesuatu yang mau aku omongin." jawab Hendery.

"Sesuatu apa, ayo cepet bilang!" desak Dejun.

"Habisin dulu makanannya ya!" titah Hendery.

"Ish bikin penasaran aja sih." gerutu Dejun. Setelah itu hanya ada hening, mereka fokus pada makanan yang telah mereka pesan. Setelah beberapa menit, makanan keduanya pun tandas.

"Jadi apa yang mau kamu sampein?" tanya Dejun.

"Aku diterima di universitas inceran aku, yang di Bandung itu." ucap Hendery.

"Seriusan?! Wah congrats, Der!"

Hendery tersenyum tipis sebelum melanjutkan ucapannya, "Besok aku harus berangkat ke Bandung."

"Hah?! B-besok?!"

"Iya, Jun."

"Kok besok, kenapa mendadak banget?!"

"Aku juga nggak tau, maaf." sesal Hendery.

Dejun menghela napas lalu menggenggam kedua tangan Hendery, "Kenapa minta maaf? Aku nggakpapa kok. Besok sebelum kamu berangkat aku bakal ke rumah kamu ya."

"Kamu nggak marah?" tanya Hendery.

"Nggak kok, buat apa aku marah?" balas Dejun.

"Hari ini kita quality time berdua ya?" Dejun tersenyum dan menganggukan kepalanya.

Hendery menghela napas lelah. Di mulut memang Dejun berkata tidak apa-apa, tapi mata tak bisa bohong. Sangat terlihat jelas kilat kesedihan di mata pemuda manis itu, dan ucapannya pun bergetar pertanda ia menahan tangis. Hendery jadi tidak tega untuk pergi.

***

Pendek dulu ye

ENEMY (Henxiao)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang