Setelah turun dari mobilnya, Zhang Hao tidak mengikuti jejak Hanbin yang terlihat langsung berlari memasuki cafee. Dia ingat kalau baru saja kehilangan pik gitarnya tadi. Jadi Zhang Hao memutuskan untuk mengunjungi toko alat musik yang untungnya tak jauh dari cafee Bunda Hanbin.
Karena jaraknya yang lumayan dekat, Zhang Hao memutuskan untuk berjalan kaki. Hanya dalam waktu 10 menit, kini dirinya sudah berada di dalam toko alat musik itu.
Bukan pertama kalinya Zhang Hao mengunjungi toko ini, jadi dia cukup hafal tata letak seisi toko. Hingga tanpa butuh waktu lama, dia sudah mendapat apa yang dia butuhkan lalu segara melakukan pembayaran.
"Zhang Hao!"
Baru saja Zhang Hao berniat meninggalkan toko alat musik. Namun mendengar seseorang menyerukan namanya, membuat pemuda berdarah Cina itu berhenti dan mengedarkan pandangan mencari sosok yang memanggilnya. Hingga sorot tajamnya menangkap seorang yang cukup familiar sedang berjalan kearahnya.
"Udah lama kita gak ketemu. Apa lagi sekarang lo udah jarang kumpul ke basecamp, dan semenjak lo cabut kegiatan kita jadi kerasa lebih sepi," ujar orang itu yang kini berhenti di hadapan Zhang Hao.
Zhang Hao yang mendengar itu hanya tertawa ringan dan menepuk bahu pemuda itu sekilas.
"Lo sendiri tau apa yang bikin gue berhenti Hwan. Udah bukan fase gue buat main-main lagi sekarang. Selain itu, gue udah punya kebahagiaan sendiri sekarang tanpa harus ke basecamp," balas Zhang Hao yang mana hal itu membuat pemuda di hadapannya menatap malas.
"Iya deh, mentang-mentang dah punya pawang, rem nya pakem bener." sahut pemuda itu dengan ekspresi iri yang dibuat-buat.
Melihat itu Zhang Hao hanya menggelengkan kepalanya. Untungnya dia masih bisa memaklumi keadaan temannya yang masih jomblo ini.
"Percaya atau nggak, itu kenyataannya. Dan gue harap lo juga bisa cari kebahagiaan lo sendiri tanpa harus bergantung ke agenda basecamp kayak apa yang gue lakuin," ucap Zhang Hao yang seperti memberi semagat dan kayakinan pada temannya.
Pemuda itu kini tertunduk dengan menghela napas gusarnya. Dia membenarkan semua ucapan yang terlontar dari Zhang Hao. Namun setelah apa yang dia alami, apa hal itu masih mungkin bisa terjadi?
"Gue berharap sama, tapi kenyataannya aja yang beda," pemuda itu merespon ucapan Zhang Hao dengan nelangsa.
Dengan rasa prihatin, Zhang Hao mengusap bahu orang di hadapannya. Dengan tujuan memberikan pengertian dan rasa dukungan.
"Gue yakin, lo bisa Senghwan. Mungkin gak hari ini, tapi cepat atau lambat pasti ada waktunya," ucap Zhang Hao sambil mengguncang pelan bahu itu sebelum pergi meninggalkan Seunghwan yang masih terdiam mencerna kalimatnya.
...
Dalam perjalanannya menuju cafee, Zhang Hao menyempatkan diri untuk mengunjungi sebuah restoran yang ada disekitar untuk membeli makan siang. Dia cukup yakin istrinya melewatkan jam makan siangnya hari ini. Mengingat betapa sibuknya Hanbin di sekolah tadi.
Beruntung antrian take away sedang dalam keadaan senggang. Jadi tanpa harus menunggu lama Zhang Hao sudah mendapat pesanannya dan segera menuju cafee untuk menyusul Hanbin.
Setibanya di cafee, Zhang Hao disambut oleh slogan cafee yang dibuat oleh Bunda mertuanya. Sekilas dalam benaknya menebak kalau orang yang tadi menyambutnya adalah pegawai baru. Karena dia baru melihat wajah itu di cafee ini.
Kembali pada tujuannya. Netra tajam itu menelisik setiap sudut penjuru cafee untuk mencari keberadaan seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya belakangan ini. Hingga saat manik itu menangkap apa yang dicari, tanpa ragu dia menghampirinya yang terlihat sedang bertukar sapa dengan para pelanggannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting | HaoBin
FanfictionWarn! BL Content (!) Perjanjian yang SHB ajukan pada ZH adalah berpura-pura tidak kenal dengan dirinya di lingkungan sekolah atau pun di depan temannya. Namun kerap kali ZH tidak menepati perjanjian yang sudah disepakati, membuat SHB ingin menengge...