11. Jealousy (?)

1.5K 215 43
                                    

Setelah melewati 30 menit yang mendebarkan, akhirnya Hanbin bisa bernapas lega.  Begitu mobil Zhang Hao berhenti di area parkir cafeenya, Hanbin dengan cepat melepas seatbelt nya dan keluar dari mobil meninggalkan Zhang Hao yang hanya bisa memaklumi sikap istrinya. 

Dengan langkah lebar, Hanbin segera masuk kedalam cafee. Jujur selama perjalanan tadi butuh effort lebih baginya untuk tidak melompat keluar dari mobil.  Bukan karena tidak suka, namun dia tidak mau tiba-tiba jantungnya meledak karena berkerja terlalu keras. Hufftt, Tolong ingatkan Hanbin untuk membekap mulut Zhang Hao saat perjalanan pulang nanti supaya tidak berucap macam-macam yang membuat dirinya berdebar tak karuan. Karena sebenarnya dia tidak mau terkena sakit jantung diusia dini.

Lonceng itu berbunyi saat Hanbin membuka pintu utama cafee. Dilihat dari kadaannya, saat ini cafee belum terlalu ramai. Karena biasanya waktu ramai cafee itu saat waktu menjelang mata hari tenggelam hingga pukul 09.30 malam. Saat ini hanya ada yang beberapa pengunjung yang sibuk dengan gadget masing-masing. 

"Halo! Selamat datang di Cafee Homie, buat dirumu nyaman seperti di rumah,"

Tak berapa lama kemudian, Hanbin di sambut oleh slogan yang dibuat oleh Bundanya namun, suara ini bukan milik Hoetaek yang biasa ia dengar. Rasanya Hanbin pernah mendengar suara ini namun disisi lain masih terasa asing di telinganya. 

Dengan langkah penasaran, Hanbin berjalan menuju meja pemesanan dan di sana terdapat seorang pemuda yang sedang meracik sebuah menu sambil memunggunginya. Dari postur tubuhnya sih bisa dia tebak bahwa pemuda yang sedang dilihatnya ini bukanlah Hoetaek. 

"Permisi," ujar Hanbin dengan tujuan pemuda itu berbalik menghadapnya. 

"Selamat datang! Silahkan pesanannya."

Sesuai dengan dugaan Hanbin.  Pemuda itu kini mulai berbalik menghadapnya.

"Loh, kamu Hanbin kan?" ujar pemuda di depannya dengan sedikit terkejut ketika sudah menghadap kearah Hanbin sepenuhnya. 

Tidak berbeda jauh dengan pemuda itu, Hanbin juga sama terkejutnya.  Pasalnya dia pernah melihat orang ini, namun dia tidak bisa mengingat siapa dan kapan.

Melihat lawan bicaranya yang sedang kebingungan,  pemuda itu membuat sebuah senyum simpul di bibirnya. 

"Aku Jiwoong, yang waktu itu kamu tolongin di bus," lanjut pemuda itu pada Hanbin. 

Begitu mendengar jawaban dari Jiwoong, tanpa perlu susah payah Hanbin sudah mengingatnya.
"Ouh, iya aku ingat. Halo kak gimana ujian seleksinya?" ucap Hanbin basa-basi. 

"Di luar ekspetasi, aku keterima ternyata. Oh iya mau pesen sesuatu?" tanya Jiwoong pada Hanbin. 

Hanbin membulatkan matanya mendengar jawaban dari Jiwoong.  Dia ikut senang mendengar kabar baik itu. 
"Waah, selamat ya kak, aku seneng dengarnya. Btw aku kesini mau ambil shift hari ini," ujar Hanbin dengan nada senang dan di balas senyum malu dari Jiwoong.

"Kamu karja disini juga ?" tanya Jiwoong dengan sedikit penasaran.

"Gak juga sih, sebenarnya ini cafee Bunda ku kak hehee," ucap Hanbin sambil mengusap tengkuknya canggung. 

Mendengar itu, Jiwoong membulatkan matanya terkejut.  Dengan segara dia menunduk 90 derajat di depan Hanbin. 
"Maaf kakak gatau kalo kamu boss nya disini," ujar Jiwoong dengan raut canggung. Bisa-bisanya dia bersikap kurang sopan pada anak pemilik tempatnya bekerja. 

Sementara itu Hanbin tersenyum ramah melihat tingkah panik Jiwoong.
"Gak apa kak, santai aja. Aku tipe orang yang gak suka di panggil boss soalnya. Jadi bersikap kayak biasanya aja gak papa," jawab Hanbin yang dibalas senyum canggung oleh Jiwoong. 

Hanbin memang pada dasarnya tidak terlalu suka menunjukkan posisi kepemilikannya di cafee ini. Dia tidak mau para pegawainya bersikap canggung padanya nanti. Selain itu Hanbin memang tipe orang yang senang berbaur dengan orang lain. 

"Oh, kamu udah sampe Bin?" tanya Hoetaek yang baru saja kelar dari area belakang. 

"Iya kak, baru aja sampe," sahut Hanbin yang mengalihkan pandangannya kearah Hoetaek. 

"Oh iya, kenalin ini Jiwoong, kakak rekrut dia 2 hari yang lalu. Karena Jongwoo udah resign terus cafee juga lumayan sibuk, jadi kakak butuh tenaga tambahan buat bantu disini," jelas Hoetaek pada Hanbin. 

"Ouh iya kak gak apa, aku juga udah sempat kenalan sama kak Jiwoong karena sempet ketemu beberapa hari sebelumnya," ujar Hanbin menanggapi. 

"Bagus deh kalo gitu, oh iya, kamu kesini bareng Hao, Bin?"

Seketika itu juga Hanbin baru menyadari bahwa suaminya belum juga masuk ke dalam cafee. Padahal seharusnya memarkirkan mobil tidak selama itu kan? 

"Tadi bareng sih kak, tapi kayaknya masih di luar dia," jawab Hanbin seadanya. 

"Yaudah, kalo Hao udah ada suruh langsung naik ke panggung aja ya Bin.  Kakak mau cek stock di gudang dulu," ucap Hoetaek yang kemudian berlalu menuju gudang.

"Oke kak, aku juga mau ke belakang dulu taro barang. Kak Jiwoong nanti jaga bareng aku yaa," ujar Hanbin yang kemudian bergegas mengambil apron seragam cafeenya. 

Jiwoong yang mendengar ucapan Hanbin tanpa dia sadari senyum cerah terbit di wajahnya. Entah kenapa dia menjadi lebih bersemangat saat tau kalau Hanbin akan satu shift berjaga dengannya.

...

"Kak Jiwoong Mocha Latte sama Caramel Frappuccino di tunggu buat meja 8 yaa," seru Hanbin yang memberikan sebuah kertas berisi pesanan salah satu pelanggan. 

Jiwoong menerima catatan dari Hanbin dengan senang. Dengan cekatan, dia mulai meracik menu yang tertera di kertas pesanan itu. Sembari menunggu Hanbin mengambil pesanan yang baru ia buat, mata pemuda itu tidak lepas dari pemuda manis yang beberapa hari kemarin dia kenal. 

Senyum itu tak pernah pudar dari wajah tegasnya ketika melihat Hanbin yang sibuk menyapa seluruh pelanggan yang datang. Bahkan ada beberapa dari mereka yang sepertinya sudah akrab dengan pemuda manis itu.  Sudah manis, sopan, baik, dan ramah. Jiwoong penasaran akan pesona apa lagi yang belum ia ketahui dari seorang Sung Hanbin atau yang benar Zhang Hanbin (?)

Saat sedang asik memperhatikan Hanbin dari tempatnya bekerja, suara lonceng dari pintu utama mengalihkan atensinya. Terlihat seorang pemuda kulit pucat dengan wajah keturunan China yang sedang berdiri memperhatikan sekitar cafee.

"Selamat datang di Cafee Homie, buat dirumu nyaman seperti di rumah," sapa Jiwoong dengan suara agak keras pada pemuda itu yang kemudian hanya di balas dengan anggukan kecil olehnya. 

Setelah beberapa saat berdiri di dekat pintu masuk, kini pemuda China itu terlihat mulai melangkah menghampiri pemuda manis yang kini tengah sibuk berinteraksi dengan para pelanggannya.

Jiwoong menatap bingung pada pemuda China itu yang terlihat menghampiri Hanbin sambil membawa sebuah gitar di punggungnya dan  terdapat sebuah kantong di tangan pemuda itu yang dia sendiri tidak tau apa isinya. Dan lebih mengejutkannya lagi Hanbin nampaknya sangat dekat dengan pemuda itu. Terlihat dari interaksi mereka yang mana Hanbin seperti sedang memelas pada pemuda China itu. Sangat menggemaskan tapi enah kenapa kali ini Jiwoong tidak menyukai konteksnya. 

Cukup lama Hanbin dan pemuda pucat itu berbicara, dan selama itu pula Jiwoong memperhatikan keduanya dengan perasaan tak karuan.  Dalam benaknya sudah muncul banyak pertanyaan tentang siapa dan apa hubungan pemuda China itu dengan Hanbin. Entah kenapa dia merasa tidak nyaman melihat interaksi keduanya yang terlihat sangat dekat. Bahkan Jiwoong bisa melihat dengan entengnya pemuda itu mengusap kepala Hanbin di depan semua pelanggan cafee. Tidak tau kenapa Jiwoong merasa cukup panas melihatnya. Ada perasaan tak suka disana, namun dia cukup sadar diri.  Memang siapa dirinya sampai merasa cemburu (?)

Saat Jiwoong tengah sibuk dengan pikirannya. Dia melihat pemuda pucat tadi saat ini tengah menuju ruang pegawai di belakang.  Tanpa sengaja mata mereka bertemu satu sama lain.  Jiwoong melempar tatapan sedikit tak suka dan di balas dengan tatapan sangat datar oleh pemuda pucat.

'Dia siapa sih, kenapa deket-deket sama Hanbin?'

.
.
.

–Everlasting–
To Be Continued

Everlasting | HaoBinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang