14. Feeling Hard

1.1K 138 35
                                    

Hari ketiga MPLS berjalan cukup lancar. Baru saja Hanbin dan anggota Osis lain melaksanakan upacara penutupan untuk kegiatan formal. Tidak selesai sampai disitu, kini para panitia sedang menyiapkan rangkaian acara yang akan menutup kegiatan MPLS tahun ini.

Sesuai dengan kesepakatan dengan pihak sekolah, acara akan ditutup dengan Demo Ekskul yang diringkas menjadi Pensi.  Dimana setiap Ekskul sekolah diwajibkan untuk memberikan pertunjukan sebagai ajang mempromosikan kegiatan mereka kepada murid angkatan baru dan perekrutan anggota. 

Penampilan demi penampilan telah berhasil mereka bawakan dan mendapat antusias yang tinggi.  Namun, dari semua penampilan yang ada, hanya klub musik lah yang membuat acara pensi ini pecah. Antusias yang tinggi serta teriakan para penggemar membuat suasana semakin meriah. 

Dari tempatnya duduk bisa Hanbin lihat dengan jelas di atas panggung,  Zhang Hao beserta anggota klub musiknya tengah menarik semua perhatian yang ada. Banyak dari murid baru itu sibuk mengabadikan momen ini sambil memanggil nama pemuda yang sudah menjadi pasangan hidupnya. Satu sisi ia merasa senang karena pemuda itu mendapat banyak dukungan tapi disisi lain ia juga merasa tidak suka akan teriakan-teriakan itu. 

Bahkan saking tidak tahannya, Hanbin beranjak dari tempat duduknya dan memilih untuk menjauh dari area panggung. 

"Kak Abin mau kemana? Acaranya belum selesai loh," tegur Yujin yang kebetulan duduk disebelahnya. 

"Disini berisik, aku di koridor kalo kalian nyariin," jawab Hanbin dan meninggalkan tempat duduknya. 

Setelah dirasa cukup jauh dari kebisingan area panggung, Hanbin mendudukan dirinya di sebuah kursi panjang yang tersedia di koridor.  Bahkan dari sini pun teriakan fanatik itu masih bisa didengarnya. Sungguh menyebalkan.  

"Sendirian aja, awas kesurupan loh."

Seseorang tiba-tiba menghampirinya dan mengambil tempat kosong disebelahnya.

"Kayaknya Bang Hao fansnya bakalan nambah banyak abis ini," sambung orang yang disampingnya. 

Mendengar nama itu disebut membuat wajah Hanbin semakin muram. Dia melirik sinis pada adik sepupunya yang tiba-tiba datang masih dengan outfit panggungnya padahal penampilan klub dance sudah selesai dari awal.

"Kalo lo kesini cuma mau ngerusuh mending cabut deh Vin," ketus Hanbin pada adik sepupunya. 

Kim Gyuvin yang merupakan pelaku pengganggu waktu tenang Hanbin hanya tertawa. Entah kenapa menjahili kakaknya yang sedang bad mood ini sangat menyenangkan. 

"Galak banget, gue cuma mau ngasih tau, di back stage tadi bang Hao bilang ada urusan jadi gabisa pul-"

"Dah tau tuh." ujar Hanbin memotong ucapan Gyuvin. 

"Gue belom kelar kak, denger dulu napa. Bang Hao ada urusan jadi nanti lo balik bareng gue, dia sendiri yang nyuruh tadi," sahut Gyuvin cepat karena tak mau di potong lagi. 

"Ga usah, gue harus rapat eval sama ada janji nanti.  Lo balik duluan aja," ucap Hanbin tanpa minat. 

"Oh oke deh, gue cabut nih, dadah kakak gemess," ujar Gyuvin sambil beranjak. Namun sebelum benar benar pergi ia menyempatkan diri untuk mencubit pipi kakaknya itu dan langsung di balas dengan makian oleh Hanbin. 

"Isshh Gyuvin sialan!" maki Hanbin pada adik bongsornya. Tapi lagi-lagi orang yang dimakinya hanya tertawa jahil. 

...

Berakhirnya pentas seni, berakhir pula serangkaian acara penutupan MPLS Sekolah. Banyak dari para siswa yang sudah meninggalkan sekolah, tapi tidak bagi Hanbin dan anggota Osis lainnya. Mereka baru bisa pergi meninggalkan Sekolah satu jam setelahnya karena harus kembali berkumpul untuk melakukan rapat evaluasi terakhir kalinya terkait acara MPLS.

Setelah rapat evaluasi dibubarkan,  dengan langkah cepat Hanbin menuju area parkir sekolah untuk menghampiri orang yang sudah menunggunya.

"Sorry, lo nunggu lama ya Matt."

Tidak seperti biasanya, kali ini Matthew lah yang menunggunya.  Mengingat Zhang Hao yang sedang ada kesibukan dan tidak bisa menunggunya. Lagi pula sejak kemarin kedua orang itu juga sudah membuat janji untuk bermain bersama. Selain bermain tentu saja Matthew akan menagih janji Hanbin untuk mejelaskan kejadian di Mega Market semalam. 

"Santayy, gak lama-lama banget kok, yok naik," ajak Matthew yang masuk ke dalam mobilnya dan diikuti Hanbin yang duduk di kursi samping pengemudi.

Singkat cerita, setelah 20 menit berkendara, mereka sudah sampai di unit apartemen milik Matthew. Sebagai tuan rumah, pemuda asal Canada itu mengambil beberapa camilan dan minuman untuk menemaninya dalam menginterogasi sahabatnya itu. 

"Jadi?" Ucap Matthew membuka suara sambil memperhatikan Hanbin yang menatapnya bingung dari sofa seberang.

"Jadi apanya?" sahut Hanbin yang mulai memakan camilan yang disuguhkan.

Jawaban Hanbin ini membuat Matthew menatapnya malas. Hingga saking kesalnya dia melempar bantal sofa kearah pemuda itu. 

"Heh, jangan pura-pura lupa yaa, gue butuh penjelasan lo sekrang. Kenapa lo bisa sedeket itu sama Zhang Hao, padahal gue ngiranya lo kenal dia aja gue ragu," ujar Matthew yang menggebu-gebu. 

"Asal lo tau ya Bin, semalem itu bukan kali pertama gue mergokin kalian berdua," sambung Matthew yang mana membuat Hanbin terkejut. 

Kalau sudah begini sih Hanbin sudah tidak bisa mengelak lagi. Padahal awalnya dia berencana untuk membuat alasan untuk menghindari dugaan Matthew. 

"Huhhff."

Dengan napas pasrah, Hanbin meninjukan sebuah cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. 
Sesuai dugaan, Matthew terlihat bingung dengan apa yang ia lakukan. 

"Lo bakal percaya gak kalo gue udah nikah sama dia?" ujar Hanbin berusaha setenang mungkin.

"Pffttt Uhukk uhukk–?!"

Matthew yang sedang menyeruput teh  nya dengan spontan menyeburkannya kembali dan terbatuk. Dengan rasa penasaran yang tinggi, pemuda Canada itu melesat untuk duduk satu sofa dengan Hanbin dan menarik tangan kiri sahabatnya untuk melihat cincin itu dengan lebih jelas. 

"Wht the fuck, this is no joke!" ujar Matthew yang masih terkejut. 

Selama hampir lima menit lamanya pemuda pendek itu memperhatikan benda yang melingkari jari manis Hanbin. 

"Kartu identitas lo mana, gue mau liat dong," sambung Matthew seolah belum puas dengan bukti nyata yang ada. 
Dengan malas, Hanbin memberikan kartu identitasnya pada temannya ini. 

Dengan saksama Matthew menelusuri isi kartu identitas milik Hanbin.  Betapa terkejutnya dia saat melihat status yang tertulis disana. Bukan hanya itu, marga sahabatnya pun sudah berubah mengikuti marga milik Zhang Hao. 

"Shitt, Zhang Hanbin? Gak buruk sih, marganya cocok sama lo ternyata hihii," ucap Matthew sambil terkikik geli. 

Dengan wajah sebalnya, Hanbin langsung merampas kartu identitasnya dari tangan Matthew.
"Udah yaa, hutang gue lunas sekarang,"  ujar Hanbin dengan nada kesalnya dan menghempaskan diri ke sandaran sofa. 

"Ouhh, tidak semudah itu Zhang, gue masih punya pertanyaan buat lo heheee," sahut Matthew yang membuat Hanbin menghela napas dalam.  Sepertinya dia harus rela di interogasi lebih lanjut oleh pemuda Canada itu. 

Kalau tau begini, dia jadi menyesal menolak ajakan Gyuvin tadi. Ingatkan Hanbin untuk terus bersabar selama proses introgasi ini berlangsung.

.
.
.
–Everlasting–
To Be Continued

Everlasting | HaoBinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang