"Sudah siap?"
Emu menoleh ketika suara bariton lembut mengalun disertai tepukan lembut pada bahunya. Hembusan nafas lembut mengikuti ulasan senyum dari bibir penuhnya. Emu menyentuh tangan pria yang kini telah terikat janji sehidup semati dengannya. Anggukan pelan namun penuh keyakinan disertainya juga.
"Tentu saja!"
Kagami Hiiro, pria dengan ketampanan aesthetic mengaitkan jemarinya dengan milik sang pujaan hati. Keduanya berjalan beriringan setelah menatap sejenak istana tua dari kerajaan Mournes. Istana yang telah dipugar dan menjadi salah satu objek wisata di kawasan dataran tinggi Irlandia.
Keduanya memasuki area pintu utama. Seorang petugas memberikan mereka sebuah brosur yang berisikan sejarah mengenai kerjaan kecil nan mempesona itu. Sang petugas, wanita muda berkulit pucat dengan bintik cokelat cantik di wajahnya tertegun sejenak. Dia menatap Emu menyelidik. Entah apa yang ada dipikirkannya, namun wanita itu mendadak menjabat tangan Emu dengan sukacita.
"I apologize Madam, but your face just looks like her!"
Sang petugas menunjukkan sebuah potret lukisan pada brosur yang dipegangnya. Emu tersenyum dan hanya mengangguk—memaklumi. Detik berikutnya, Emu dan Hiiro dengan membawa brosur memasuki istana tua yang masih memiliki kharismanya sebagai bangunan mempesona.
"Akhirnya kita berada disini juga ya." ucap Hiiro tersenyum. Matanya tidak berhenti memancarkan kekaguman saat menatap istana yang hanya bisa dia dengar dari cerita Emu.
"Iya, akhirnya.... "
Perasaan rindu membuncah dalam diri Emu. Dia merasakan jika istana itu adalah bagian dari dirinya yang tidak pernah akan terpisahkan. Netra honey brown miliknya menyelusuri setiap detail istana itu. Senyum kecil terkadang tersungging, ketika ingatan-ingatan yang tercipta di istana itu muncul layaknya film yang diputar tanpa jeda. Film lama yang memunculkan ribuan perasaan dalam dirinya.
Keduanya kembali beranjak menuju ruang utama istana itu. Ruang dimana singgasana sang Raja dan Ratu bertengger manis. Lukisan raksasa menjadi latar belakang dari singgasana yang ditempatkan. Hiiro dan Emu menatap lukisan itu lekat. Lukisan tua yang telah hidup lebih lama dari pada mereka berdua. Namun satu hal yang tidak berubah, lukisan itu tampak masih bisa memancarkan pesona dari kedua penguasa kerajaan Mournes itu. Raja dan Ratu terbaik yang pernah memimpin negeri kecil itu.
Raja Luigne mac Dela dan Ratu Yuki Minami.
"Mereka sungguh mempesona bukan?"
Keduanya menoleh begitu suara familiar nan berwibawa menyapa pendengaran mereka. Pria tua berjas hitam anggun melebarkan senyum kepada pasangan muda itu. Wajah penuh keriput dengan gurat tegas tidak dapat menyembunyikan keteduhan asli sang pemilik wajah. Mengangguk penuh hormat, pria itu kembali memasang wajah cerah kepada Hiiro dan Emu yang membalasnya dengan penuh kehangatan.
"Lama tidak berjumpa Hiiro, mo Bharíon!"
Emu menubruk pelan tubuh pria tua itu dan memeluknya. Hiiro mendekati pria itu juga lalu membungkuk cepat memberi hormat.
"Sudah aku bilang! Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, Abhartach!" ucap Emu seraya melepaskan pelukkannya.
"Kebiasaan lama tidak mudah untuk dihilangkan, mo Bharíon!" ucap Abhartach tertawa kecil.
"Kamu membaur dengan baik sepertinya." tutur Hiiro takjub ketika melihat penampilan Abhartach.
Bukan tanpa alasan Hiiro mengatakan hal itu. Terakhir melihat penyihir tua itu, Abhartach masih menggunakan jubah abu-abu kebanggaannya. Tangannya masih memegang tongkat sihir panjang dengan ujung melingkar. Rambutnya serta jenggotnya juga masih menjuntai panjang. Tapi kini, Abhartach menggunakan setelan jas resmi rapi. Rambutnya telah dipangkas lebih pendek dari sebelumnya walaupun jenggot panjang masih menghiasi wajahnya. Setidaknya menurut Hiiro, Abhartach lebih terlihat manusiawi dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF] Tʜᴇ Gᴀᴛᴇ Oғ Dᴇꜱᴛɪɴʏ [✔️]
Fantasia[COMPLETE] Tidak pernah terbayang jika kehilangan seseorang yang teramat dicintai bisa merubah takdir kehidupan. Luka yang tertoreh membuat sebuah lubang di dalam hati dan bisa menenggelamkan jiwa pada kegelapan yang teramat dalam. Houjou Emu tidak...