Chapter 29: Across The Line

357 149 239
                                    

Suara retakan dari dataran berbaur masam dengan lolongan kesakitan. Dataran yang sejak pertarungan terakhir antara para rider dan sang Dewa sudah hampir tidak berbentuk, kembali porak poranda. Retakan pada tanah sekitar semakin kentara, hingga menampakkan magma membara yang meningkatkan suhu disekitar.

Panasnya magma mungkin tidak akan berpengaruh kepada sang Dewa yang memiliki suhu tubuh hampir setara. Namun untuk sang penyihir hitam, tentu saja sangat menyakitkan. Tubuh yang belum sepenuhnya pulih ditambah dengan lingkungan yang menyiksa membuat Merlinus menghembuskan nafas berat tak beraturan. Sesal kini menyinggahi dirinya, kutukanpun digumankan lirih karena terjebak dengan egonya sendiri.

Wajah Rhadamantys mendadak berseliweran di matanya yang berkabut. Dengusan kasar keluar dari bibirnya yang bergetar. Dia sangat yakin, saat ini Rhadamantys tengah menertawakan kobodohannya. Kebodohannya dalam menggapai impian terliar dalam hidupnya. Impian yang dianggap konyol oleh Rhadamantys.

Pada akhirnya kini dia telah menjadi seseorang yang konyol karena berakhir dengan keadaan menyedihkan.

Ujaran sarkasme dari Tartarus semakin menekan kewarasannya. Kesombongan Merlinus berangsur-angsur menguap berganti dengan rasa frustasi yang tidak bisa dijelaskan. Anjing yang menggonggong keras itu kini meringkuk ketakutan meminta belas kasihan.

Sungguh pemandangan yang ironis!

Dengan nafas memburu tak beraturan, Merlinus menatap ngeri sang Dewa. Tartarus kembali marah. Kegagalannya menggapai dunia manusia karena adanya barrier misterius membuatnya kalap. Bagaikan singa yang diganggu wilayah kekuasaannya, Tartarus meraung murka. Gelegar suaranya yang setara dengan suara petir yang meledak, menulikan sejenak gendang telinga sang Penyihir Hitam yang tidak berdaya di tanah.

"Apa ini bagian dari rencanamu Merlinus!!??"

Sang Penyihir Hitam kembali pusat pasi. Tartarus menatap murka ke arah Merlinus. Menggelengkan kepala beberapa kali, Merlinus tampak menyangkal semua tuduhan Tartarus. Nyawa yang telah diujung tanduk tidak mungkin memicu kenekatan dirinya untuk melakukan tindakan bodoh. Kekuatannya telah sepenuhnya tunduk di hadapan Tartarus.

Langkah berat Tartarus semakin membuat Merlinus kalut. Jika Tartarus kembali melibas dirinya, Merlinus tidak yakin bisa bertahan lebih jauh lagi. Mengikuti insting bertahan hidup, Merlinus memaksakan tubuhnya bergerak. Erangan kesakitan dan usaha menggeser tubuhnya menjauh menyatu dalam keputus-asaan. Menggunakan kedua tangannya untuk bertumpu, Merlinus menggeret tubuhnya mundur. Namun ketidakberdayaan tentu saja menahan kecepatan gerakannya. Tidak butuh waktu lama, dia telah merasakan kulitnya terbakar ketika tangan kokoh sang Dewa menyentuh kulit lehernya yang dicengkeram.

"Arghh!!!"

Ratapan kengiluan serta nafas tercekat menimbulkan pemandangan memilukan. Merlinus kembali mendapatkan serangan fisik penuh kekejaman dari Tartarus. Pemulihan yang sedari tadi dilakukan berakhir dengan kesia-siaan belaka. Tubuh ringkih itu mulai kembali menanggung damage yang tidak terbayangkan. Cicitan minta ampun hampir tidak bisa didengar ditelan raungan kemurkaan dari sang Dewa Dunia Bawah.

Dalam kemurkaan itu, Tartarus tidak menyadari jika dia tengah diawasi. Dua sosok yang menyembunyikan dirinya hingga kasat mata itu berdiri di sebuah awan solid yang mereka ciptakan. Dari kedua tangan mereka terlihat cahaya abu-abu yang berbaur dengan udara sekitar dengan baik yang membentuk barrier kokoh. Cahaya itu melingkupi area tempat Tartarus berada layaknya kubah besar. Meringis—keduanya menatap sinis ke arah Merlinus yang tengah dibantai lagi oleh Tartarus.

[FF] Tʜᴇ Gᴀᴛᴇ Oғ Dᴇꜱᴛɪɴʏ [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang