Chapter 28: Down With The Sickness

394 147 218
                                    

Suara desiran angin terdengar bersamaan dengan munculnya portal sihir di sebuah dimensi lain. Portal sihir berwarna hijau tua itu terlihat mencolok di dimensi yang di dominasi oleh warna abu-abu. Dua pria berbeda generasi muncul beberapa detik setelah portal hijau itu tercipta. Kaki mereka menapak pada sebuah jalur berkabut yang membuat pandangan mereka kabur. Kedua mata mereka kemudian menangkap sebuah tangga batu menuju sebuah gerbang batu kokoh berada dihadapan mereka. Gerbang itu terbentuk dari susunan batu dengan kotak sempurna, bertumpuk hingga membentuk segitiga setinggi hampir 8 meter. Ditengah gerbang itu terlihat juga kabut putih yang menutupi pandangan orang yang ingin melongok kedalamnya. Di setiap sisi gerbang di jaga oleh Griffin—singa berkepala rajawali dan bersayap yang membuat siapa saja ragu untuk memasukinya.

Membulatkan tekad—Abhartach dan Kouta berjalan tanpa ragu. Tidak ada waktu untuk keraguan sekarang. Melirik sekilas, mereka mengetahui dengan sangat jika makhluk yang menjaga dimensi lain itu merupakan makhluk buas yang bisa saja tanpa ampun mengoyak tubuh mereka. Namun, mereka juga sudah paham jika Griffin sebenernya makhluk yang gampang ditaklukkan oleh kerendahan hati bukan kesombongan. Menyisakan jarak satu meter dari makhluk itu, kedua memusatkan kontak mata kepada makhluk legendaris itu. Tetap menjaga kontak mata lembut namun tegas, keduanya perlahan membungkuk badan 90 derajat kemudian menunduk perlahan. Menjaga pikiran tetap tenang, keduanya kini menunggu reaksi balasan dari makhluk penjaga pintu tersebut.

Suara erangan rendah ketika makhluk itu membuka paruhnya menjadi sebuah tanda. Keduanya mendangak perlahan sebelum menegakkan kembali tubuh mereka. Kedua Griffin itu membungkuk—kedua kaki depan mereka menekuk lebih rendah, memberikan tanda jika Abhartach dan Kouta dapat melintasi gerbang dengan aman. Bernafas lega, keduanya kini berjalan menembus kabut yang berada di tengah gerbang.

Jalan setapak lurus dari bebatuan menyambut keduanya. Di kedua sisi jalan selebar dua meter itu terdapat rawa yang ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan yang sayangnya berwarna tidak jauh beda dari sekitarnya— abu-abu tanpa kehijauan. Berjalan dengan langkah lebar, Abhartach dan Kouta tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Mereka harus segera menemukan Penyihir Putih.

"Kamu terlihat tidak baik, Abhartach! Apa ada yang menganggumu?" lontar Kouta di tengah perjalanan mereka begitu mendapati wajah Abhartach yang terlihat tidak tenang.

"Tentu saja menemui Penyihir Putih menggangguku!" ungkap Abhartach mendesah dengan nafas berat.

"Siapa pun pasti merasa tidak nyaman jika bertemu dengan orang yang telah menyegelmu di masa lalu!" imbuhnya lagi—gugup. Pikirannya kemudian melayang—mengingat kejadian ratusan tahun silam. Kejadian dimana pertarungan antara pihaknya dan Penyihir Putih terjadi. Pertarungan dimana mereka dikalahkan dan berhasil di segel oleh Penyihir Putih.

Ah dendam itu masih bersarang dihati hingga sekarang.

Menghela nafas sejenak—Abhartach berusaha menahan egonya sejenak, "Tapi, aku tidak mempunyai pilihan lain. Mo Rí Luigne sudah bertitah! Aku tidak akan pernah membantah mo , apapun perintahnya!"

Pernyataan tegas Abhartach berhasil membuat kesan tersendiri bagi Kouta. Sikap loyal Abhartach kepada Luigne tidak bisa diremehkan. Pengkhianatan mungkin merupakan kata yang mustahil ada dalam kamus hidup Penyihir Tua itu. Dia rela mengesampingkan perasaan pribadinya demi sang Raja. Pengabdian yang sangat susah ditemukan di zaman yang semakin modern ini.

"Luigne sungguh beruntung memiliki orang kepercayaan sepertimu!" timpal Kouta tulus diikuti senyum canggung sang Penyihir Tua.

Perjalanan kemudian dilanjutkan. Tatapan waspada masih mereka pasang. Kejadian tidak terduga tentu saja bisa terjadi. Apalagi mereka kini berada di dimensi dunia lain. Dimensi yang berada ditengah-tengah antara dunia manusia dengan dunia bawah.

[FF] Tʜᴇ Gᴀᴛᴇ Oғ Dᴇꜱᴛɪɴʏ [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang