Hai guys. Untuk episode yg penolakan 2 aku ganti jadi penolakan 3.kenapa? karena saya telah kebalik mengirim kan episodenya. seharusnya episode ini dulu baru yang kemarin. ini sungguh kesalahan yg sangat konyol. mohon maaf atas ketidak nyamanannya.
Satu lagi. jangan lupa like dan komen. kalau bisa bagikan cerita ini ke teman kalian yg belum tahu. Saya harap bisa menghibur banyak orang. Karya ini tak akan saya kontrak di NT. JADI MOHON MENGHIBUR SAYA DG LIKE DAN KOMEN. KARENA SAYA SUKA MEMBACA KOMEN KALIAN. MAKASIH.
☕☕☕Keesokkan harinya, Sagara datang ke tempat Anita kembali. Kali ini ia membawa sesuatu yang sudah di sarankan oleh pak Braham. Yaitu Se-bucket bunga dan sekotak besar coklat yang ia sembunyikan di balik punggungnya.
Sagara mengetuk pintu kontrakan Sagara.
Seperti kemarin, Anita hanya membuka pintunya sedikit. Wajahnya menjadi lesu saat tahu bahwa yang datang Sagara lagi.“Apalagi Pak? Saya kan sudah bilang saya enggak mau,” kata Anita dari balik pintu yang sengaja untuk tidak dibukanya lebar.
“Jangan terlalu cepat menyimpulkan kedatanganku. Buka dulu pintumu dan lihat apa yang ku bawa.”
Anita memutar matanya malas lalu membuka pintunya separuh.
Saat pintu dibuka, Sagara lalu mengeluarkan bunga dan coklat yang ia sembunyikan di balik punggungnya sambil berkata tada..
Anita hanya diam tak menunjukkan ekspresi apa pun.
“Coklat dan bunga untuk mu, semoga kau mau bekerja lagi di DA.crop.”
“Bapak pikir saya anak kecil dikasih beginian? Lagian, untuk apa coklat dan bunga seperti ini? Maaf saja, saya bukan bucin yang mudah tersipu dengan hal seperti ini,” celoteh Anita, membuat jantung Sagara seakan terkoyak-koyak.
Namun Sagara tak menyerah begitu saja usai mendapat celotehan Anita yang menusuk hatinya. Ia berpikir sejenak untuk mencari solusi baru. Tak lama berpikir, akhirnya Sagara menemukan solusi.
“Ah, sepertinya kau benar. Kalau begitu akan aku ganti bunga dan coklatnya. Tunggu sebentar.”
Sagara segera berlari. Meninggalkan Anita yang mengernyit tak paham dengan perkataannya barusan.
Sekitar 15 menit, Sagara akhirnya kembali. Nafasnya hampir habis saat ia kembali di hadapan Anita.
“Ini, untukmu.”
Sagara menyerahkan Se-bucket bunga yang dimana bunga yang sebelumnya berhiaskan bunga mawar, kini berganti ke bunga merah uang 100 ribuan. Dan satu kotak coklat yang tadi ia bawa diganti dengan satu set emas.
Mulut Anita menganga saat melihat dua hal yang sangat menyilaukan matanya itu. Ia hampir tak dapat berkata dan juga tak percaya dengan apa yang Sagara lakukan ini.
“Apa Bapak pikir aku cewek matre?!” bukannya senang Anita malah merasa terhina.
“Ta-tapi, bukan kah semua wanita suka dengan dua benda ini?”
Anita mengulum bibirnya, kesal. Lalu menutup pintu tanpa berkata apa-apa.
Kegagalan Sagara yang kedua tak membuat dirinya berhenti dan menyerah. Dengan mendatangi rumah pak Braham kembali. Ia mendapat satu saran baru.
“Pakai saja puisi. Wanita memang seperti ini, mereka senang di kejar-kejar. Lama-lama hatinya akan luluh dengan sendirinya.”
kata pak Braham penuh percaya diri.“Apa Bapak yakin?”
“Tentu saja. Jangan takut gagal Pak. Kalau gagal harus coba lagi.”
Sagara merasa seperti dipermainkan oleh pak Braham. Tapi ia tak bisa menolak juga. Satu-satunya orang yang bisa dimintai saran hanya beliau seorang.
Bermodal tekat dan ketampanan. Sagara kembali mendatangi kediaman Anita di esok paginya.
Bermodalkan sepucuk kertas yang mana tertulis puisi indah karya Pena Langit. Sagara mulai membacakan puisi itu saat Anita membuka pintu. Namun belum genap satu baris Sagara membaca, Anita sudah menutup pintunya kembali.
“Dasar Gila.” Sembur Anita.
☕☕☕
Sagara duduk termenung di sebuah kafe sambil membaca selembar puisi di tangannya.
Bait demi bait, ia baca. Puisi karya Pena Langit ini sebenarnya tidak terlalu buruk jika diperhatikan baik-baik. Meski pemilihan kata-katanya kaku. Namun apa yang ingin disampaikan dalam puisi ini cukup menarik. Tidak terlalu muluk-muluk. Namun sayangnya apa yang tertulis indah dalam puisi ini belum bisa tersampai ke telinga Anita karena ia buru-buru mengusirnya.
“Gagal juga. Sepertinya, dia benar-benar membenciku. Tapi kenapa?” gumam Sagara dalam kesendirian.
Sagara mulai memikirkan kembali soal alasan Anita keluar dari pekerjaan yang tak beralasan dan mengapa ia begitu membencinya. Namun, karena mendapatkan penolakan yang cukup keras tadi, membuat Sagara tak mampu berpikir terlalu keras.
Penolakan Anita hari ini telah menguras energi kehidupannya hingga 90%, menyisakan 10% untuknya bergerak sampai di kafe ini. Padahal ia tak melakukan apa-apa. Membaca puisinya sampai habis pun tidak. Tapi rasanya badannya terasa lesu dan tak bertenaga.
Sagara meraih handphone-nya lalu menghubungi nomor pak Braham. Mungkin, pak Braham ada solusi lain. Pikirnya. Toh kata pak Braham, wanita itu memang suka dikejar, jadi jika ditolak tentu sudah menjadi hal wajar yang harus diterima seorang pria.
Handphone berbunyi Tuuttt selama dua kali sebelum akhirnya di angkat oleh pak Braham.
“Iya Pak?” kata pak Braham dari balik telepon.
“Gagal lagi pak,” ucap Sagara lesu.
Pak Braham yang sedang sibuk mengerjakan banyak tugas karena ketambahan pekerjaan milik Sagara, hanya diam usai Sagara berkata demikian. Ia belum bisa memberi komentar langsung pada Sagara karena pikirannya masih terpaku pada pekerjaan yang sedang ia kerjakan.
“Gagal dipercobaan ketiga masih terbilang wajar, Pak. Bapak jangan putus asa dulu,” terang pak Braham menyingkirkan sejenak kesibukannya untuk menanggapi kelus kesah Sagara.
Sagara menghela nafas berat. “Lalu untuk selanjutnya saya harus bagaimana Pak?”
Pak Braham terdiam sesaat untuk berpikir. Usai berpikir cukup lama. Pak Braham mengeluarkan usulan yang membuat Sagara langsung mengernyitkan kening.
“Bapak meminta saya untuk mencarikan kerja untuknya? Apa Bapak sedang bercanda?” tanya Sagara merasa saran pak Braham kali ini tidak masuk akal. Dan sangat bertentangan dengan keinginannya.
Sagara berpikir untuk apa mencarikan pekerjaan untuk Anita sedang dirinya bisa mempekerjakannya kembali dengan gaji 2 kali lipat. Sagara terdengar sangat tidak setuju. Bahkan nada bicaranya terdengar geram.
Pak Braham tersenyum kecut, reaksi yang Sagara tunjukkan sesuai dengan perkiraannya. Tapi beliau menjelaskan sebuah alasan agar Sagara mau mengerti.
“Anita kan menolak karena ia tak ingin kerja dengan Bapak. Jadi kalau bapak bisa mencarikan kerja untuknya selain di DA.crop, kemungkinan ia akan mau,” terang pak Braham.
Sagara diam tak menyahuti, namun gerutuan yang tak jelas terdengar di telinga pak Braham.
“Tenang saja Pak. Tidak perlu tergesa-gesa. Kalau Bapak ingin Anita kembali, maka Bapak harus bersabar. Wanita itu memang seperti ini.”
Sagara berdecak. “Baiklah, tapi saya harap semua yang Bapak sarankan ini tidak sia-sia.”
“Tenang saja Pak. Saya jamin cepat atau lambat, Anita akan kembali ke DA.crop.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi Untuk CEO
JugendliteraturAnita harus merelakan jabatan Sekretaris Maneger-nya lantaran melakukan kesalahan konyol dan memalukan yang di mana melibatkan seorang CEO perusahaan tempat ia bekerja. Dan untuk menebus kesalahannya itu, ia di terpaksa menerima penurunan jabatan m...