Penghujung Acara (bagian 2)

286 20 0
                                    

Pagi merajut siang. Di bagian selatan pantai, sebuah panggung sudah di dirikan sejak jam 10 tadi. Serangkaian perlengkapan pesta juga sedang di siapkan di sana.

Banyak peserta Alumni SMA MERDEKA berkumpul di pesisir pantai sana. Mereka berbondong-bondong datang untuk turut membantu menyiapkan segala hal untuk perlombaan nanti dan juga pesta api unggun.

Suasana kekeluargaan terasa3 di sela persiapan ini. Banyak yang saling tolong menolong. Tak jarang juga mereka saling bersenda gurau di sela kesibukan. Membuat pekerjaan yang mereka lakukan tak terasa berat dan jadi lebih mudah.

Jam 1 lewat 30 menit acara sudah bisa di mulai. Lebih awal dari jadwal yang sudah di tetapkan. Namun bagi semua orang ini lebih baik, karena bisa memulai acara ini lebih awal.

Sama seperti yang sudah di jelaskan oleh Cecilia di restoran hotel, ada 3 jenis rangkaian perlombaan yang akan di selenggarakan. Di atas panggung, Soni selaku ketua dari reuni ini menjelaskan kembali rincian acara. Karena sudah banyak yang tahu, Soni mempersingkan penjelasannya. Hanya sekedar untuk mengingatkan kembali.

Pada perlombaan kelompok bagian pertama, Soni mengumumkan siapa saja yang akan ikut. Anita dan Cecilia masuk dalam perlombaan bisik-bisik estafet. Namun tidak untuk perlombaan meniru gerakan estafet. Ini dikarenakan semua peserta harus ikut serta, jadi bagi yang sudah ikut perlombaan bisik-bisik estafet di larang ikut perlombaan meniru gerakan estafet. Tujuannya agar semua bisa merasakan kemeriahannya.

“Ok, untuk pertandingan pertama akan di mulai oleh tim Wanita. Bagi yang ikut dalam perlombaan bisik-bisik estafet silahkan berbaris yang rapi di sebelah kanan panggung. Jaga jarak satu lencang tangan, biar tidak desak-desakan.” Seru Soni memberikan arahan agar acara bisa berjalan dengan kondusif.

Sesuai arahan Soni yang berdiri mentereng dengan celana pendek dan kaca mata khasnya, para peserta wanita yang termasuk Anita dan Cecilia berbaris di sebelah kanan panggung. Peserta nomor 20 berada paling dekat di panggung. Salah satu perwakilan, membawa 2 sebuah toples bening yang berisi gulungan kertas. Nanti dari guci itu peserta akan memilih secara acak kalimat apa yang akan mereka gunakan.

Jena, ibu dua anak yang dulu semasa SMA pernah jadi bendahara kelas, di tunjuk sebagai peserta pertama. Yang berarti dirinya yang akan mengambil gulungan dalam toples bening tersebut.

Sedangkan pada peserta ke-20, peserta yang paling dekat dengan panggung, di isi oleh Anita.

“Ayo Jen, pilih yang benar!” teriak teman-temannya.

“Jangan pilih yang susah. Yang gampang saja.” Teriak Alexa dengan tersungut-sungut.

“Mana bisa, isinya saja aku tak tahu,” protes Jena sambil terus mengaduk-aduk isi dalam toples.

Agus selaku perwakilan yang membawa toples, menanti Jena mengambil satu gulungan kertas dengan sabar.

“Makanya berdo’a dulu!” teriak temannya yang lain.

Tanpa di bilang pun, bibir Jena sudah berkomat kamit sedari tadi melafalkan satu do’a mujarab agar ia dan kelompoknya dapat kalimat yang mudah.

Dengan keyakinan dan pengharapan keberuntungan berpihak pada kelompoknya, Jena mengambil satu gulungan.

Agus meletakkan sejenak toplesnya untuk membuka gulungan kertas yang di ambil Jena.

Isi dalam kertas itu lantas di tunjukkan pada Jena. Mata Jena membelalak saat tahu kalimat yang harus ia bisikkan pada teman di depannya.

“Sudah siap?” tanya Agus pada Jena.

Jena mengangguk. Perasaan ragu tertoreh di relung hatinya.

Agus mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Memberi isyarat pada Soni bahwa kelompok wanita sidah siap.

“Ok, kelompok ibu-ibu rempong sudah siap. Waktu bisik-bisik estafet saya beri waktu 50 detik. Jadi kalian hanya punya waktu dua setengah detik saja untuk membisikkan kalimat yang kalian pilih dari satu peserta ke peserta lain.”

Semua 20 peserta dalam kelompok wanita bersiap. Mereka membulatkan tekad untuk bisa menang.

Sebelum Soni menghitung mundur tanda perlombaan dimulai, para wanita mengeluarkan yel-yel sederhana mereka.

“Kita para wanita pasti bisa menang!!!” seru mereka kompak.

“Ok, kalau begitu, 3 2 1 mulai!” teriak Soni.

Jena langsung membisikkan kalimat yang terdiri dari 5 kata pada Salsa.

“Suara Jangkrik mengkerik diterik matahari.”

Salsa bisa mendengar dengan jelas. Ia lalu melanjutkan kalimat itu ke peserta selanjutnya. Hal itu terus berulang, sampai pada peserta ke-8 waktu sudah terkikis menyisahkan 20 detik. Tentu waktu itu sangat lah sedikit. Keadaan jadi sedikit tegang dan panik. Peserta yang belum mendapatkan giliran untuk menerima bisikan tambah heboh dan memaksa teman dibelakangnya agar berbisik lebih cepat.

Kalimat yang awalnya Suara Jangkrik Mengkerik diterik Matahari mulai berubah sedikit demi sedikit. Namun tak ada peserta yang tahu bahwa kalimat itu telah berubah tepat pada giliran Cecilia. Yang berada di posisi ke 14.

Hingga waktu menyisahkan 1 detik saja, barulah giliran Anita yang mendapatkan bisikan tersebut. Dengan waktu yang hanya satu detik. Anita hanya mendengar suara angin yang keluar dari mulut Lastri.

Wajah Anita melompong. Ia melihat Lastri dengan tatapan bingung. Lastri hendak memberi tahu kembali kalimat yang ia bisikkan tadi pada Anita lewat gerakan bibir. Namun Soni sudah memerintahkan Anita untuk segera maju.

Agus menghampiri Anita dan membawanya ke atas panggung. Di atas panggung yang sederhana dan tak begitu besar, Anita masih memasang wajah bingung.

Soni menyerahkan satu mikrofon pada Anita agar suaranya terdengar keras dan jelas.

“Ayo, sebutkan kalimatnya,” pinta Soni.

Teman-teman Anita yang di bawah bersorak memberi semangat pada Anita. Melihat wajah Anita yang bingung, kelompoknya bisa tahu kalau Anita tak yakin akan kalimat yang di dengarnya. Namun sorakan itu masih bergemuruh.

Anita masih memasang wajah bingung saat sorakan dari teman-temannya semakin lantang. Kesannya sudah seperti mendapat sorakan dari para fans yang menantikan performanya.

“Ayo katakan! Ayo katakan! Ayo katakan!” seru semuanya, kompak.

“Ayo Semut, kataka!” pinta Soni kembali.

Anita mengangkat mikrofonnya dan di dekatkan pada bibirnya. Dengan polos, ia mendesiskan suara seperti suara angin.

Sontak saja seruan para teman-temannya terhenti. Mereka bingung. Sesangkan Salsa, ia menggigit jarinya. Merasa bahwa ini salahnya. Ia memang terlalu cepat menarik mulutnya dari telinga Anita. Sehinga Anita tak mampu mendengar apa-apa selain suara yang terdengar seperti desis angin.

“Aku gak tahu, aku cuma dengar suara angin saja,” jelas Anita canggung.

Sontak saja semua orang yang ada di sana tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan kelompoknya sendiri juga ikut tertawa.

Anita hanya meringis malu melihat reaksi dari teman-temannya. Ia tak tahu harus bagaimana. Yang bisa ia lakukan hanya ikutan tertawa meski ia tak merasakan ada yang lucu sama sekali.

10 menit, akhirnya tawa dari teman-teman Anita mereda. Efek samping dari tawa yang cukup lama itu, banyak yang merasakan sakit pada bagian pinggang, perut dan rahang.

Setelah semua alumni SMA MERDEKA mampu bernafas lega usai tertawa, perlombaan kembali dilanjutkan. Namun sebelum dilanjut, Agus mengingatkan Soni untuk mengecek kalimat yang benar dari kelompok wanita. Serta mencari tahu siapa biang keroknya. Atau bisa di sebut peserta yang melakukan kesalahan yang pertama.

Secangkir Kopi Untuk CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang