Pagi hari, di kantor. Sagara sedang memeriksa beberapa dokumen penting di atas mejanya yang kemarin sempat tertunda. Ia membaca dokumen-dokumen itu dengan teliti dan penuh konsentrasi. Namun konsentrasinya menjadi pecah saat ia mulai menyadari bahwa sudah lebih dari 10 menit Anita berdiri sambil memandanginya.
“Ada apa kau melihatku seperti itu terus? Aku tahu aku sangat tampan. Tapi bukan berarti kau boleh melihatku selama hampir 15 menit tanpa berpaling,” seloroh Sagara yang seketika membuyarkan tatapan kasihan Anita padanya.
Sejak pagi Anita tak henti memikirkan kondisi hati Sagara. Anita yang pernah merasakan putus cinta tentu merasa prihatin dengan Sagara. Namun rasa prihatinnya seketika melebur saat Sagara melontarkan kata-kata yang mampu membuat urat kesal Anita muncul kepermukaan kulit kepalanya.
'Di kondisi hatimu yang patah hati pun kau masih tetap menyebalkan. Tak bisakah sehari saja kau bersikap baik terhadap orang?! Pantas saja kau di tinggalkan. Tak akan ada manusia yang betah denganmu!' batin Anita kesal.
“Ah maaf. Saya hanya sedang menunggu perintah, Bapak. A-apa Bapak mau dibuatkan kopi seperti biasanya?” tanya Anita sambil menunjukkan senyum jreng yang tergores dengan sangat terpaksa di bibir merahnya.
“Tentu saja. Cepat buatkan sana!” perintah Sagara seraya mengibaskan tangannya.
“Ba-baiklah, tunggu sebentar Pak,” sahut Anita masih mempertahankan senyumnya.
‘Dasar! Bos gak ada akhlak!’ batinmya sambil berlalu menuju Pantry.
Sesampainya di pantry, Anita tak langsung membuatkan kopi. Sebuah pisang yang tergeletak begitu saja, yang entah milik siapa, menarik perhatiannya, sekaligus memberikan sebuah ide bagus padanya. Yang mungkin nanti akan di sukai oleh bos nya yang tak berakhlak itu. Hitung-hitung untuk menentramkan hatinya yang habis hancur karena putus cinta. Itulah pikir Anita.
“Buat pisang goreng enak nih,” kata Anita.
Anita mengambil 2 dari 6 buah pisang itu, lalu di potongnya menjadi 4 bagian. Setelah itu ia berlanjut dengan membuat adonan tepung. Ia mengambil beberapa sendok tepung teriga yang lalu di tuang ke dalam sebuah wadah mangkok. Lalu tepung itu diberi beberapa mili susu cair putih dan 2 sendok makan gula pasir. Setelah semua bahan masuk dalam mangkuk. Anita mulai mengaduk adonan tersebut. Ia juga menambahkan sedikit air putih dalam adonan, agar adonan menjadi sedikit encer.
Usai semua siap. Anita langsung mencelupkan potongan pisang itu dalam adonan tepung, lalu di goreng hingga coklat keemasan. Aroma wangi tepung dan pisang yang menyatu bagai Romeo dan Juliet, memenuhi ruangan pantry.
Meski pisang goreng hanya jajanan khas Indonesia yang sederhana. Namun pisang goreng adalah jajanan favorit yang cocok di makan di segala musim dan kondisi. Baik itu di kondisi, sendiri, ramai-ramai atau bahkan di kondisi dompet menipis. Karena, selain rasanya yang memanjakan lidah, pisang goreng bisa juga mengenyangkan jika makan sampai 20 potong.
“Ini Pak, silahkan,” ucap Anita menyajikan kopi serta sepiring pisang goreng di atas meja kerja Sagara.
Sagara mencondongkan badannya melihat sepiring pisang goreng buatan Anita.
“Ini apa?” tanya Sagara menunjuk sepiring pisang goreng.
“Itu... Pisang goreng Pak,” jawab Anita.
“Pisang goreng? Aku belum pernah makan. Apa cocok untuk di makan dengan kopi?”
‘Hah?! Belum pernah makan pisang goreng? Yang benar saja!’ batin Anita merasa heran. Ia tak habis pikir, ada orang Indonesia yang belum pernah makan makanan legend ini.
“Iya, itu sangat cocok, Pak. Istilahnya, kombinasi terbaik. Apa lagi kalau buat sarapan. Ayah saya dulu sering seka-”
Belum usai Anita menjelaskan, yang di mana tanpa ia sadari penjelasannya itu melenceng ke arah cerita kisah hidup di pagi hari ayahnya sendiri, Sagara segera menghentikan ocehan Anita dengan menjulurkan telapak tangan kanannya ke muka Anita sambil berkata Stop!
Anita langsung patuh dan diam.
Sagara lalu mengambil sepotong pisang goreng untuk di pandangnya sejenak sebelum akhirnya pisang goreng itu di celupkan ke dalam kopi.
Melihat hal itu, wajah Anita seketika melompong. Tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Terlebih saat Sagara memasukkan pisang goreng yang habis di celup kopi, ke dalam mulutnya. Sudah seperti makan biskuit Oreoreo yang di celupkan ke dalam susu dulu baru di makan.
“Itu,,, apa enggak di jilat dulu sebelum di celupkan ke kopi, Pak?” celetuk Anita dengan pikiran setengah ngawang.
“Oh?! Jadi harus di jilat dulu ya? Pantas saja rasanya kurang enak,” jawab Sagara dengan wajah polos. Dan mulai mempraktekkan celetukkan setengah ngawang Anita tersebut.
“Ini cara makannya sudah sama persis seperti makan biskuit Oreoreo sama susu ya? Jangan-jangan terinspirasi dari pisang goreng tuh biskuit,” gumam Sagara sambil melahap pisang goreng celup kopinya.
Anita hanya mampu diam menatap Sagara makan pisang goreng ala biskuit Oreore dengan berlinang air mata.
“Ah! Kombinasi yang buruk. Tetap tidak terasa enak,” gerutu Sagara meletakkan kembali pisang goreng yang hanya digigitnya separuh.
‘Hiks, tentu saja tak enak koplak,,, ganteng-ganteng blo’on kau!’ Anita menangis dalam hati.
“Buatkan kopi lagi. Kali ini rasanya harus pas. Dan jangan kasih kombinasi-kombinasi yang aneh-aneh lagi. Rasanya malah aneh. Gak karu-karuan,” seru Sagara lalu melanjutkan mempelajari dokumen-dokumennya.
Sambil menahan tangis di dalam hatinya Anita kembali menuju pantry.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi Untuk CEO
Fiksi RemajaAnita harus merelakan jabatan Sekretaris Maneger-nya lantaran melakukan kesalahan konyol dan memalukan yang di mana melibatkan seorang CEO perusahaan tempat ia bekerja. Dan untuk menebus kesalahannya itu, ia di terpaksa menerima penurunan jabatan m...