Perasaan Sagara

1K 64 0
                                    

Di mall. Dua wanita berparas cantik sedang berjalan sambil membawa barang belanjaan
yang cukup banyak dan menyusahkan.

“Hei, apa sebanyak ini barang yang mesti dibeli?” tanya Cecilia cemberut sambil membawa berkantung-kantung belanjaan di kedua tangannya.

“Ya,,, begitu lah. Pokoknya kita harus beli semua yang ada di catatan itu. Tidak kurang tidak lebih,” jawab Anita sambil tersenyum senang.

Cecilia mengernyitkan kening. Dia merasa ada yang tak beres pada Anita. Dugaannya bukan dilandasi akan jumlah belanjaan yang cukup banyak. Namun, pada ekspresi Anita yang sudah begitu bahagia sejak berangkat dari rumah. Dan ekspresi itu tetap bertahan sampai detik ini juga.

“Hei, An? Kamu sakit ya?” tanya Cecilia cemas.

“Kenapa kau tanya seperti itu? Aku sehat wal ‘afiat. Aku malah sangat bersemangat,” jawab Anita masih tersenyum.

Cecilia melepas nafas berat, “Iya sih,,, belanja memang sesuatu yang menyenangkan dan membuat kaum wanita seperti kita sangat bersemangat. Tapi kalau pada akhirnya belanjaan ini bukan milik kita, dan jumlahnya sangat merepotkan seperti ini, yang ada malah BT dan capek. Mana bisa bersemangat. Lagi pula, kenapa kau mau saja sih di suruh belanja barang sebanyak ini? Ini kita mesti balik dulu ke parkiran buat naruh ni barang. Sudah penuh tangan kita. Di tambah lagi berat. Rasanya tanganku sudah kebas nih,,,” keluh Cecilia sambil manyun melihat ujung jemari tangannya yang sudah memerah.

“Ok deh,,, kita balik keparkiran dulu. Setelah itu kita lanjut, oke?!”

“Ya,,, ya ya, terserah kamu saja,” jawab Cecilia dengan wajah malas. Ia sudah tak tahu lagi harus menjawab seperti apa, karena ia merasa sahabatnya ini sudah terlalu senang sampai mengabaikan keanehan yang terjadi pada dirinya.

Tepat jam 9 pagi, Anita berangkat menuju hotel Cempaka Indah bersama Sagara serta 2 orang supir. Supir satu membawa Anita dan Sagara, sedangkan yang satunya lagi, membawa barang-barang yang jumlahnya sampai memenuhi bagasi dan bagian dalam mobil.

2 jam perjalanan, Anita memasang ekspresi wajah senang. Ia masihbtak menyangka, bahwa hari-hari seperti ini datang juga. Hari di mana—

“Apa sesenang itu kau ikut bersamaku? Ingat ya, ini bukan kencan atau honey moon.”

“Wah, jangan bicara terlalu percaya diri. Aku tak pernah memikirkan hal gila seperti itu. Aku hanya senang karena akhirnya aku melakukan pekerjaan yang benar.”

“Aneh. Terserah kau saja. Tapi yang pasti, jaga sikapmu selama di sana. Dan jangan melakukan hal yang memalukan.”

“Tenang saja. Aku tak akan bertingkah sepertimu.”

“Kau ini-” Sagara melotot hendak protes. Namun Anita sudah membuang muka terlebih dahulu ke arah kaca mobil sambil berdeham memainkan melodi lagu favoritnya, Surat Cinta Untuk Starla.

☕☕

Sesampainya di hotel, Sagara langsung melakukan observasi bersama anita setelah bertemu singkat dengan Manager Hotel. Sepanjang Sagara berkeliling untuk melihat-lihat setiap sisi dan sudut hotel. Anita selalu bersamanya, mencatat hal-hal apa yang perlu dicatat.

“Menurutmu, bagaimana suasana hotel ini?” tanya Sagara usai melihat-lihat lantai 1 hotel dan kini keduanya mulai beranjak menuju bagian sisi kanan hotel yang di gunakan sebagai kafe terbuka yang menyajikan pemandangan pantai.

“Kalau menurut aku sih, hotel ini memiliki kesan yang simple dan sederhana, namun tidak membuang kesan mewah. Dari segi penataan yang tidak terlalu ramai, serta furnitur-furnitur yang digunakan, sangat sesuai sekali dengan background dinding hontel yang berwarna crean muda. Ku rasa orang-orang yang menginap di sini akan betah.”

Secangkir Kopi Untuk CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang