Cinderella

793 51 0
                                    

Dalam kamar hotelnya, Anita sedang asyik berbaring di atas kasur sambil pandangannya tertuju pada sebuah lampu gantung yang terlihat begitu klasik dan indah. Mata bening dengan kornea berwarna coklat gelap itu menatap lampu gantung itu, dalam. Semakin lama matanya menatap semakin larut dirinya dalam pikirannya. Mendadak seraut wajah menyergap masuk dalam pikirannya. Wajah tegas dan terlihat begitu menawan itu membuatnya dirinya tanpa sadar menyunggingkan senyuman tipis.

“Ah,,, seandainya kau normal sedikit saja.”

Entah sosok siapa yang sedang Anita bayangkan. Namun yang pasti sosok itu sudah merasuk dalam pikiran dan siap mengetuk pintu hatinya yang tidak terkunci.

Entah itu di dunianya, atau pun dalam hatinya, Anita selalu lupa untuk mengunci pintu, termasuk pintu kamar hotelnya. Dan lagi-lagi, untuk kedua kalinya ia lupa untuk mengunci pintunya. Sehingga dengan mudah segerombolan orang dengan beberapa barang yang mereka bawa di tangan mereka masing-masing, bisa masuk tanpa harus permisi terlebih dahulu.

Segerombolan orang-orang itu masuk dengan dipimpin oleh seorang pria tampan berwajah tegas. Sosok yang telah membuat Anita larut dalam pikirannya, barusan.

Anita cepat-cepat bangkit dari leha-leha nya dan langsung menanyakan maksud kedatangan mereka.

“Apa-apaan ini? Kenapa kau membawa orang sebanyak ini?”

Anita memandang selidik setiap orang yang Sagara bawa, termasuk barang-barang yang mereka bawa. Ada yang membawa kotak yang entah itu kotak berisi apa. Ada juga yang membawa koper dan ada yang membawa satu lusin baju pesta.

Kebanyakan orang yang Sagara bawa adalah wanita, berjumlah 5 orang, dan 2 laki-laki yang bersifat bukan laki-laki alias bencong.

“Jam 8 nanti kau sudah harus siap. Aku tunggu di lantai 2, di ruang serba guna. Temoat acara anniversary hotel Cempaka Indah dimulai. Jangan sampai telat,” kata Sagara sambil melihat jam di tangannya, sekilas.

Jam 8? Anita mengernyitkan kening dan berpikir sejenak.

Jam 8 memang merupakan waktu acara Anniversary hotel Cempaka Indah yang ke-3 dimulai. Kini Anita paham akan perintah Sagara, namun ia tak mengerti maksud kedatangan gerombolan orang yang ada didepannya.

“Terus ini?” tanya Anita sambil menunjuk arah gerombolan itu berada.

“Tentu saja untuk membantumu bersiap,” jawab Sagara.

“Sepertinya itu tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri. Lagi pula aku tak suka orang lain menyentuh wajahku atau mengganggu fashion-ku. Itu sangat membuat ku tidak nyaman,” terang Anita.

“Aduh neng,,, sudah deh jangan melawan, babang tamfan ini sudah nyewa kita-kita buat bikin eneng jadi tambah cantikh, please deh nurut azah,,, entar di jamin kita bakal bikin neng jadi tambah cantik kayak cinderella kok,” bujuk salah satu bencong yang langsung di sambut oleh bencong satunya.

“Iya, kita-kita sudah pro-fe-si-onal dalam hal poles memoles. Neng yang cantik, jadi tambaaahhh ciantikh. Percaya deh,”

Mendengar dua bencong itu membujuknya, membuat bulu kuduk Anita berdiri. Ia merasa tubuhnya seperti akan ternodai.

“Enggak-enggak-enggak mas. Terima kasih, tapi saya benar-benar tak mau. Saya bisa berdandan sendiri kok.” Balas Anita tetap bersikukuh dalam penolakan.

“Ih kok manggil  mas sih, panggil sis dong....” protes bencong pertama.

“Sudah jangan berdebat dengannya. Dia wanita yang cukup keras kepala. Pokoknya kalian lakukan yang terbaik. Jika dia menolak pakai saja cara itu.” Kata Sagara.

Secangkir Kopi Untuk CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang