Anita sedang berdiri di depan meja pantry sambil melihat satu persatu jenis kopi hitam yang di belinya kemarin sepulang kerja. Ada sekitar 7 merek kopi yang ia beli. Ia melihat kopi-kopi itu dengan saksama, sambil memikirkan kopi mana yang akan ia buat terlebih dahulu.
“Waduh mau jualan nih Bu ceritanya?” sapa Jaka menghampiri Anita sambil cengengesan.
Ia baru saja menyelesaikan tugasnya mengisi galon air di lantai 25 sampai 29. Dan kini sedang istirahat sejenak untuk mengatur kembali nafasnya.
“Bisa di bilang seperti itu,” jawab Anita tanpa melirik Jaka yang berdiri disampingnya.
Jaka beranjak menjauh dan duduk di kursi sofa yang empuk. Ia berpikir untuk tidak mengganggu Anita saat ia sedang serius membuat kopi untuk Sagara, jika tidak ia akan kena sembur seperti kemarin.
“Masih bingung sama selera pak Sagara, Bu?” tanya Lendra (OB) yang sibuk menyiapkan minuman untuk para admin di lantai 18.
“Ya,,, begitulah. Sampai detik ini pun, dia masih tak mau memberi petunjuk seperti apa kopi yang dia mau.”
“Oh iya, mbak Lendra pernah di suruh pak Sagara buat kopi?” tanya Jaka.
Lendra menggeleng. “Aku belum pernah dapat perintah untuk membuat minuman apa pun untuk pak Sagara. Seingatku, kita para OB belum pernah mendapat perintah untuk membuatkan minuman untuk pak Sagara deh,” terang Lendra yakin tak yakin. Namun lebih ke arah yakin.
“Nah ya kan, benar dugaanku sama bu Ida kemarin. Kita para OB belum pernah kirim minuman untuk pak Sagara. Kayaknya, pak Sagara memiliki maksud tertentu ke bu Anita deh. Soalnya, cuma bu Anita saja yang sekali jadi OB, langsung di suruh buat kopi.” papar Jaka.
Anita melirik Jaka tajam. "Iya, maksud tertentunya ngerjain kayaknya,” cetus Anita.
Lendra tertawa lirih mendengar ucapan Anita.
“Oh iya Bu, kemarin Ibu buat kopi yang bagaimana untuk pak Sagara?” tanya Lendra.
“Kopi hitam sama gula saja sih. Kenapa memang?”
“Coba buat variasi lain deh, Bu. Tambah es batu, atau susu. Mungkin pak Sagara minta kopi yang seperti itu.”
Pikiran Anita pun langsung terbuka usai mendapat saran dari Lendra. Ia baru kepikiran hal itu.
“Ah, benar juga apa katamu, Len. Kopi kan tidak hanya identik dengan kopi dan gula. Bisa di variasikan dengan campuran lain. Ahh... bodohnya aku. Oke! Kalau begitu aku akan membuat kopi seperti yang kau sarankan.”
“Ah, iya Bu. Semangat ya!”
“Iya! Eh btw, jangan panggil Ibu lah. Panggil mbak saja....”
“Sepertinya,,, saya lebih nyaman manggil Ibu deh. Sudah terbiasa soalnya. Kalau saya panggil mbak. Rasanya kurang sopan,” jawab Lendra canggung.
“Ih, kamu ini kayak Jaka saja. Ya sudah, kalau gitu kamu cepat kirim minumannya. Saya mau buat kopi spesial buat Yang Mulia Sagara.”
“Hahaha iya, Bu. Kalau begitu saya duluan.”
“Iya, hati-hati bawa kopinya.”
10 menit kemudian, di depan meja Sagara. Anita berdiri sambil menanti penilaian Sagara atas kopinya yang kali ini di beri es batu.
“Wah, tak ku sangka kau akan memakai otakmu itu,” celetuk Sagara usai meneguk kopinya sekali.
Anita tersenyum simpul mendengar celetukan Sagara yang terasa menyakitkan sampai menusuk hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi Untuk CEO
Fiksi RemajaAnita harus merelakan jabatan Sekretaris Maneger-nya lantaran melakukan kesalahan konyol dan memalukan yang di mana melibatkan seorang CEO perusahaan tempat ia bekerja. Dan untuk menebus kesalahannya itu, ia di terpaksa menerima penurunan jabatan m...