Hari Pertama Menjadi OB (bagian 1)

1.3K 74 2
                                    

“A-apa?! Jadi dia CEO di perusahaan tempatmu bekerja?” pekik seorang wanita cantik dengan tubuh ideal dan rambut panjang sepinggang. Sebuah bando berwarna merah yang tersemat di rambut kepalanya menjadi ciri khas penampilan wanita yang kerap di panggil Cecilia itu. Ia merupakan sahabat Anita sejak SMA.

Anita tersenyum kecut melihat reaksi sahabatnya setelah dirinya bercerita mengenai dirinya yang dipindah tugaskan dari asisten maneger menjadi OB pribadi.

“Sungguh sial nasibku, bukan? Tapi mau bagaimana lagi. Nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Yah, walaupun mungkin besok menjadi hari yang berat, tapi paling tidak aku masih ada pekerjaan untuk memenuhi kehidupan ku,” ujar Anita menghibur diri.

“Tu-tunggu, kau mau pasrah begitu saja? Kau sudah bekerja selama 3 tahun lebih loh di perusahaan itu. Dan kau bekerja sangat keras untuk bisa mencapai jabatan asisten maneger. Apa kau mau melepasnya begitu saja?!”

Anita meredupkan pandangan, “Tentu saja aku tak mau, Cil. Aku tak mau kerja kerasku selama 3 tahun lebih itu sia-sia. Tapi mau bagaimana lagi. Ini juga karena kesalahanku.”

“Tidak An, tidak sepenuhnya salahmu. Malam itu kau terlihat sangat kacau, karena tekanan pekerjaan yang menumpuk. Seharusnya, kau jelaskan saja hal itu pada CEO-mu. Mungkin saja dia bisa memakluminya. Lagi pula kinerjamu kan bagus. Masak ia harus di turunin karena persoalan di luar jam kerja.”

Anita menghela nafas berat, “CEO tempatku bekerja begitu keras dan dingin. Saat bertemu dengannya secara langsung tadi saja, rasanya aku seperti bertemu seekor singa kelaparan. Begitu menakutkan. Aku bahkan sampai tak mampu berkata dan berpikir jernih. Terlebih saat ia memintaku melakukan hal itu. Jadi saat beliau memberikan pilihan lain yang lebih baik. Aku lebih memilih diam dan menurut saja.”

“Ta-tapi An... Bekerja sebagai OB itu berat. Tak ada bedanya sama kerja serabutan. Terlebih ada kata pribadi-nya, pasti akan lebih menyusahkan lagi. Gajinya juga tak banyak. Mentok UMR. Itu pun kalau iya!”

Anita tersenyum, mencoba menenangkan hati sahabatnya sekaligus menguatkan hatinya.

“Tak apa Cil. Aku jalani saja dulu. Sampai masalah yang aku timbulkan kemarin perlahan-lahan memudar dan keberanianku cukup terkumpul. Mungkin, jika saatnya itu tiba. Aku akan mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain.”

Cecilia menghela nafas, “Ok lah kalau itu mau mu. Meski mulai besok kau akan jadi OB. Tetaplah bersemangat saat bekerja ya?!”

“Iya... Itu sudah pasti. Kalau masalah pekerjaan, sahabatmu ini selalu bersungguh-sungguh dan serius. Jadi tenang saja. Apa pun pekerjaannya kalau yang menangani aku, semua pasti beres dan terkondisikan dengan baik dan benar."
Cecilia mencibirkan bibir, "Iya deh,, percaya,,," sahut Cecilia yang kemudian mengundang tawa keduannya.

"Makasih banyak ya, Cil. Berkat kamu, aku jadi agak tenang sekarang," ucap Anita usai tawanya mereda.

“Iya sama-sama, tak perlu sungkan kalau kamu butuh curhatan. Berbagi cerita itu hal yang bagus. Selain untuk bahan gibah. Juga bisa untuk mengurangi beban pikiran.”

“Ya, ya ya,,, ya sudah kalau begitu. Kau balik ke tempatmu gih. Aku mau istirahat. Biar besok tenagaku full buat angkat-angkat galon”

“Pufth! Seminggu jadi OB, kekar badanmu, An,” ledek Cecilia cekikikan.

“Iya gak apa, buat persiapan nonjok cowok yang mau macam-macam.”

“Hahaha bisa saja. Ya sudah aku balik ke tempatku, sudah malam juga nih. Ngantuk.”

“Ok."

“Oh iya, besok jangan sampai telat loh, besok masuk lah lebih awal. OB di tempatku kerja, masuknya 30 menit sebelum jam kantor masuk.”

Secangkir Kopi Untuk CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang