Buku Panduan Cinta

407 26 0
                                    

Di depan meja Pantry, sambil tangannya sibuk meracik secangkir kopi hitam. Anita tak henti menggerutu soal ulah Sagara di lift tadi. Kejadian yang sangat memalukan dan menyebalkan itu sungguh membuat paginya menjadi sangat buruk. Seperti mengalami mimpi paling buruk di sepanjang sejarah mimpi buruknya.

Masih sambil mengaduk kopi sampai gula dan kopinya tercampur rata dalam air panas. Anita berusaha berpikir keras agar dirinya segera terlepas dari jeratan Sagara. Ia tak ingin kejadian serupa kembali dialaminya.

“Dia orang yang keras kepala dan selalu bertindak sesuka hatinya. Membujuknya agar tidak melakukan hal seperti tadi bukan cara terbaik. Hati dan kepalanya sama-sama sekeras batu. Dia pasti malah akan menjadi lebih parah jika aku sampai memohon padanya.”

Anita terus berpikir untuk mencari cara terbaik hingga membuat wajahnya mengerut dan kepalanya penat. Cukup lama ia berpikir dan akhirnya terbesit sebuah ide yang cukup gila dan berisiko.

“Aku hanya perlu melakukan pengakuan palsu,” gumamnya lirih.

Setelah puas dengan cara yang ia dapatkan. Anita kembali menuju ruangan Sagara untuk mengantar kopi.

Di depan sebuah pintu bercat coklat dengan tulisan Manager pada daun pintunya. Anita mengatur nafas. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu di hembuskan pelan. Dia melakukan itu agar hatinya cukup tenang dan ia tak merasa gugup saat berada di depan Sagara nanti. Dirinya harus benar-benar menyiapkan diri dan mentalnya agar bisa berakting di depan Sagara.

Di sela Anita yang masih menyiapkan mental. Dalam ruangannya, Sagara sedang membaca kembali buku cinta. Dalam buku cara menjerat cinta itu, Sagara kembali menemukan hal menarik.

“Puji apa pun yang ia berikan meskipun itu buruk. Dalam hal apa pun,” gumam Sagara sambil manggut-manggut.

Tok tok tok!!!

“Masuk,” sahut Sagara mempersilahkan.
Anita masuk dengan senyum menghiasi wajahnya. Ia sudah siap berakting manis di depan Sagara. Anita berjalan mendekati meja Sagara tanpa meredam senyum di wajahnya. Begitu juga dengan Sagara. Senyumnya tak pudar sejak Anita masuk.

“Dengan cara ini aku akan lepas darimu,” batin Anita.

“Dengan buku aneh ini akan ku buat kau menjadi milikku,” batin Sagara.

Keduanya sama-sama berjuang untuk tujuan mereka yang berbeda. Seperti api yang berusaha membakar apa pun yang ada. Dan bagai air yang berusaha menghanyutkan apa pun yang di dekatnya.

Anita meletakan kopinya dengan anggun dan santun. Ia lalu menarik nafas dalam sebelum mulai mengucapkan kalimat pembukanya.

“Selamat dinikmati kopinya sayang. Aku membuatnya dengan penuh rasa cinta,” kata Anita, lalu melepas nafas yang di tahannya.

“Oh benarkah? Pasti sangat enak sekali.”

“Tentu saja.”

“Kalau begitu aku minum ya?” Sagara meraih gelas yang di sajikan Anita dan meminumnya sedikit.

Saat lidahnya menyentuh air kopi seketika ekspresinya membeku. Sagara belum menelan kopi pada tegukan pertamanya. Ia memilih untuk mengenali terlebih dulu sebuah rasa asing yang menyentuh indera pengecapnya, sebelum akhirnya ia merelakan rasa kopi yang tak biasa itu masuk melewati lorong kerongkongannya yang gelap dan senyap.

Anita yang menyadari sedikit perubahan mimik wajah Sagara jadi heran.

“Kenapa? Apa tidak enak?”

“E-enak. Enak sekali akun suka. Kau benar-benar membuatnya dengan cinta,” terang Sagara.

Anita menatap selidik wajah Sagara. Seakan tidak yakin dengan jawaban yang di berikan padanya.

Secangkir Kopi Untuk CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang