Sambil mengunyah bakso dalam mulutnya Anita membuka handphone-nya untuk melihat percakapan yang ada di grup chat alumninya.
Di sana ia mencari informasi soal di mana reuni akan di gelar. Namun belum terlihat kabar itu. Percakapan yang terlihat malah membahas soal makanan yang lagi booming dan merk pakaian yang lagi hits. Membuat Anita menghela nafas.
Anita lalu membuka daftar alumni yang ada di grup. Di dalam daftar yang berisi hampir 100 orang itu ia mencari nomor Soni. Ia bermaksud untuk bertanya langsung padanya.
Tak lama, nomor yang di cari berhasil ditemukan. Anita langsung menghubungi nomor itu. Perasaannya jadi berdebar kala menanti Soni menanggapi panggilan teleponnya. Sudah lama tidak pernah ada komunikasi membuat Anita gugup dan malu. Seakan sedang menelepon orang asing. Padahal dulu, mereka cukup dekat. Malahan pernah sama-sama menjadi bagian dari OSIS.
“Halo? Anita ya?” tanya Soni saat ia menerima panggilan telepon dari Anita. Suaranya terdengar senang. Seolah ada rindu dalam pertanyaan itu.
“Eh, iya halo?” Anita cengengesan tanpa sebab. Pikirannya sedikit kabur.
“Ada apa nih? Sampai telepon segala.”
“Em,,,” Anita tak tahu harus bagaimana memulainya. Mendadak rangkaian kata yang sebelumnya sudah ia siapkan dalam otak, melebur sebagian. Memaksanya untuk mencari potongan kata yang hilang.
“Bagaimana kabarmu? Aku dengar kau sudah menikah,” tanya Anita. Ia belum bisa merangkai kembali kata-katanya yang hilang.
“Baik. Iya aku sudah menikah, anakku dua malahan. Kembar. Dan sekarang sudah umur 2 tahun.”
“Wah hebat. Pasti ramai sekali rumahmu.”
“Iya, jadi super ramai dan heboh. Kau sendiri bagaimana? Aku dengar dari Cecil, kau belum menikah. Bahkan belum ada calon. Apa iya?” tanya Soni hampir tak percaya dengan kabar yang di berikan Cecil. Jadi dia bertanya kembali pada sang narasumber.
Anita tersenyum kecut. “Masih asyik sendiri. Belum memikirkan hal itu.”
“Ah, kau ini apa asyiknya hidup sendiri. Oh iya, omong-omong kau tidak pernah muncul di grup chat. Muncul lah, sapa yang lain. Kau dulu terkenal ramai, masak iya sekarang hanya diam saja.”
Anita menggaruk kulit kepala bagian belakang sambil berkata, “Mau nya sih, tapi malu.”
“Malu kenapa coba? Ini saja kau bisa menelepon ku. Masak menyapa teman di grup malu.”
Anita meringis lalu mengatakan alasan sesungguhnya dia menelepon. Soni mendengar dengan saksama sebelum akhirnya menghela nafas panjang usai mendengar cerita Anita.
“Jadi kau tak bisa ikut reuni karena di ajak bos mu berlibur?”
“Iya tidak bisa dikatakan berlibur juga sih. Kan ada urusan kerja juga.”
“Memangnya kalian mau menginap di mana?”
“Di Bali.”
“Kalau begitu bisa saja tujuan kita sama.”
“Benarkah? Memang kau mau menyewa penginapan di Bali juga?di mana? Katakan padaku biar tempat kita tidak berbenturan. Aku enggak enak sama anak-anak lain kalau sampai ketemu di tempat yang sama. Mereka nanti mikirnya aku sedang liburan juga dan mengabaikan reuni.”
Soni menghela nafas. Ia sebenarnya ingin Anita ikut, karena pikirnya semakin banyak yang ikut reuni maka akan semakin seru dan ramai. Namun mengetahui alasan Anita tidak bisa ikut karena ada urusan kerja dengan bos-nya. Ia pun mau tak mau memberi tahu Anita agar Anita bisa memilih tempat yang tidak sama dengan penginapan yang akan di sewanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi Untuk CEO
Novela JuvenilAnita harus merelakan jabatan Sekretaris Maneger-nya lantaran melakukan kesalahan konyol dan memalukan yang di mana melibatkan seorang CEO perusahaan tempat ia bekerja. Dan untuk menebus kesalahannya itu, ia di terpaksa menerima penurunan jabatan m...