"Hah?!"
Plongoku dengan pandangan tidak ada bagus-bagusnya. Apa-apaan katanya tadi? Apa dia kurang tidur atau bagaimana ceritanya. Membuatku ngeri saja.
"Hahaha, just kidding bro! Kenapa wajahmu, Ti? Sudah kayak orang baru bangun tidur saja," ejek Koji.
Hah? Apa aku sejelek itu? Apa dia tidak tahu bahwa aku sudah pakai sabun anti kucel. Apa tidak bekerja yah, mungkin tidak mempan padaku.
"Terus?"
"Yah, tak apa-apa sih, kekeke!" Koji langsung mengarahkan sepeda ke persimpangan jalan.
Setelah beberapa kali belokan jalan yang cukup ekstrim jalannya, dengan kecekatan yang dimiliki Koji akhirnya ban sepeda berhasil melewati gerbang sekolah yang sudah ditunggui oleh satpam, bersiap menutup gerbang sekolah karena bel akan berbunyi mungkin sekitar dua menitan lagi.
Sekolah kami merupakan sekolah yang banyak sekali pohonnya, dan Koji hampir saja membuat sang sepeda menabrak sang pohon yang berdiri gagah di dekat parkiran.
"Ji, kamu kalo mau nabrak pohon harusnya izin dulu," ujarku sambil turun dari sepeda Koji.
"Izin sama siapa?"
"Sama pohonnya."
"Aneh, kok izin sama pohon?"
Koji segera menuruni sepedanya dan memarkirkannya bersama sepeda yang lain. Melihat penampilannya pada kaca spion sepeda motor siswa lain. Merapikan penampilannya sambil cengar-cengir tak jelas. Mungkin sudah mulai kumat, membuatku ngeri saja. Sebaiknya aku segera meninggalkannya di sini. Belum sempat aku beranjak berjalan dua langkah, Koji sudah berjalan ke arahku.
"Yuk, ke kelas," ajak Koji sambil menarik tasku.
Otomatis aku langsung seperti terseret karena tarikan Koji, yah meskipun tidak kuat juga. Tapi cukuplah untuk memaksaku melangkahkan kaki mengikutinya.
"Ji, jalannya biasa aja, bisa tidak?" kesalku sambil melepaskan tarikannya pada tas yang sudah menemani dan membantuku membawa buku-buku selama ini.
Koji melepaskan tangannya pada sang tas yang tak berdaya. Menampilkan senyum karena merasa bersalah sepertinya. Aku memberikan senyum masam kemudian langsung berjalan meninggalkannya di tengah lapangan.
Airin sudah datang belum yah? Biasanya dia selalu datang pagi sih. Tadinya sebelum ke kelas, aku berniat menghampiri kelas Airin tentunya sambil melihat kakak keren waktu itu, dong. Bagaimana yah kabarnya? Apa dia masih ingat aku atau mungkin sudah tidak lagi? Tapi aku tak bisa karena waktu yang sudah semakin kritis. Harus segera ke kelas sebelum pelajaran di mulai.
"Ti. Kok, aku ditinggalin sih?" gerutu Koji sambil menyetarakan langkah kaki kami.
"Makanya, jalannya jangan lambat."
"Siapa yang lambat? Aku hanya melihat asupan vitamin di pagi hari."
Ucapan Koji membuatku sejenak mengalihkan pandangan dari tadi yang fokus menatap pintu kelas X. I yang sudah mulai sepi, pastinya mereka sudah duduk dengan manis di kursi masing-masing. Hari ini pelajaran Fisika, pastinya akan menjadi waktu seru dengan rumus-rumus dan hitungan yang mengawali pagi yang indah.
"Asupan vitamin?" tanyaku ragu.
Vitamin D mungkin maksudnya, atau mungkin vitamin C, mungkin juga vitamin A, atau vitamin B. Yah, sekalian saja sebutkan seluruh vitamin, mungkin dia makan buah orange pagi-pagi. Entahlah, aku juga tak tahu apa yang dimaksudnya.
"Huum, lihat aku sudah segar kembali, kan?"
Aku memberikan tatapan meneliti padanya. Tidak menemukan sesuatu yang berbeda dari keadaannya tadi pagi. Menggeleng pelan, kemudian melangkah lebih cepat agar segera sampai ke kelas.
"Ti! Ti! Sama sekali tak kelihatan, yah?" kejar Koji sambil menyeimbangkan gerakannya agar tak membuat penampilannya berantakan.
"Tidak!" kataku sambil berjalan memasuki kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin (Sudah Diterbitkan)
General FictionTia Arnola, hanya seorang anak SMA biasa. Tidak populer tapi memiliki banyak teman. Mudah bergaul tapi susah mendapatkan teman yang benar-benar dekat. Begitulah adanya. Kegiatan sehari-harinya di sibukan dengan masalah ini dan itu, entah kapan akan...