03. Serius

43 7 2
                                    

Mata terfokus pada deretan tulisan di buku cetak yang tebalnya cukup membuat kita mengaduh sakit apabila menjatuhi kaki. Tangan kanan sibuk menuliskan apa yang diperintahkan oleh sang otak. Sementara otak mendapatkannya melalui penglihatan yang sedang menyorot tajam pada buku. Mencoba menyelesaikan secepat mungkin, tapi mana mungkin. Aku sudah ketinggalan beberapa lama karena mengantarkan buku ke kelas XI IPA I. Teman sekelas sudah setengah jalan menggarap catatan, sementara aku baru saja memulainya. Berharap ingin cepat selesai dengan melewati mereka? Mimpi saja. Mungkin untuk menyusul mereka saja kondisiku sudah lemas, tangan pegal yang mata yang sudah lelah karena butuh istirahat. Mungkin aku bisa sedikit menyusul mereka walaupun tidak mungkin bisa menyamai.

"Psst! Tadi kemana, Ti?" bisik teman sebangkuku.

Tangan kanan kami masing-masing masih melakukan pekerjaannya, menulis. Jangan sampai saat gurunya datang, kami belum selesai mencatat. Catatan bagaikan harta karun bagi kami, sangat berharga. Harus ditulis serapi mungkin. Sampul buku dibedakan warnanya setiap satu pelajaran. Sekarang pelajaran sejarah dan sampulnya berwarna hijau tua. Memang sengaja diseragamkan, agar saat mengumpul tugas, apabila ada buku yang berbeda itu berarti ada yang tertinggal bukunya dan itu berarti dia mengerjakannya di sekolah. Selain itu juga, untuk membuatnya mudah diketahui saat memilah buku. Tidak perlu lagi melihat tulisan buku pelajaran apa di depannya, tinggal lihat sampulnya saja. Itu bagi kelas kami, tentunya.

"Kenapa memangnya?" tanyaku balik berbisik.

Sebenarnya aku sedang serius sekarang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu hanya dengan berbisik yang kemudian mengganggu konsentrasiku dalam menulis. Namun, ini teman sebangkuku. Aku sudah mengenalnya dalam beberapa bulan ini, yang artinya aku sudah mengetahui sedikit demi sedikit sifatnya. Salah satunya adalah apabila pertanyaannya diabaikan, maka dia akan terus mengulanginya sampai mendapat jawaban dari orang tersebut. Pantang menyerah adalah prinsipnya. Sekali dia menyerah, maka dia akan susah untuk memulai lagi. Aku tahu itu karena dia sendiri yang mengatakannya kepadaku.

"Tidak. Hanya saja, tidak biasanya kamu terlambat masuk kelas," ucapnya kemudian.

Aku hanya berdehem pelan. Menandakan bahwa aku menanggapinya dan aku ingin menyudahi pembicaraan ini. Rasa pegal menjalar di tanganku, dengan segera aku meregangkannya sedikit. Berharap agar segera pulih kembali setelahnya bisa melanjutkan menulis.

"Hei, kamu belum menjawabnya!" bisiknya lagi.

Sekilas aku melihat tulisannya yang sudah 70% dari 100% yang berarti sedikit lagi dia menyudahi tulisannya. Pantas saja dia sudah mulai berisik sedari tadi. Bergumam sana-sini. Melihat sana-sini. Ternyata dia sudah hampir menyelesaikan tulisannya. Sedangkan aku jangankan seperti itu, setengahnya saja belum. Ayolah, aku sedang sibuk-sibuknya mengejar ketertinggalanku. Tolong jangan mengganggu keterfokusanku.

"Nanti!" ucapku singkat, "Saat selesai pelajaran!" sambungku.

Dia hanya ber-oh ria. Melanjutkan tulisannya yang sempat tertunda sebentar karena mungkin aku hendak bercerita kepadanya. Namun, maaf saja aku tidak punya waktu untuk itu. Sekarang waktuku yang terfokus pada catatan ini. Aku serius mengatakannya. Aku sedang serius sekarang. Nanti, ada waktunya buat main-main. Bukan sekarang.

Waktu terus berjalan. Tulisanku sudah mencapai 98% mencapai selesai. Teman-teman yang lain sudah selesai beberapa saat yang lalu. Kini mereka menikmati meregangkan tangan dan leher mereka. Sepertinya aku harus segera menambah kecepatan menulisku agar bisa segera menikmati hal seperti mereka.

"Tia. Tugas yang kemarin itu kamu sudah selesai belum?"

Lagi. Teman sebangkuku memang paling bisa mengerti suasana. Sudah kubilang dia orangnya pantang menyerah. Jadi terus menggangguku sepanjang tangan ini menyelesaikan catatan.

"Hah!" Aku mengembuskan napas kesal, "Kenapa lagi?"

Tolonglah, aku ingin ketenangan sedikit. Bukan maksudku tidak ingin berbicara tapi aku sedang menenangkan tubuh yang habis berlari kemudian langsung disuguhi catatan yang tidak main-main banyaknya.

Mungkin (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang