Biar kuingat dulu, rasanya aku pernah mendengar namanya saat diabsen guru. Kami sering menyebutnya anak pendiam karena dia memang pendiam. Sungguh sosok anak yang polos, tetapi rajin dalam mengerjakan sesuatu. Tugas sekolah saja, saat ia tak mengerti maka ia akan berpindah-pindah tempat untuk minta ajari bagaimana caranya atau bagaimana penjelasannya. Setahuku begitu kalau dilihat dari kacamataku, eh itu bukan dalam artian sebenarnya.
"Uhm....," dengungku begitu lama karena memikirkan namanya yang belum ingin singgah di memori otakku.
Mereka malah memandangiku seolah tengah menunggu pengumuman juara kelas saja. Mata membesar dan menatap penuh harap yang ditujukan padaku. Mulut yang mengangah seolah sedikit lagi aku pasti menemukan jawabannya. Memangnya ini teka-teki atau kuis macam apa sampai sebegitunya.
"Itu--,"
"Makanannya tiba!" seru si anak yang tengah dibicarakan sedari tadi.
Untungnya penyelamat datang tepat waktu setelah aku bersusah payah mengumpulkan memori yang sudah berserakan dimana-mana. Akhirnya dia datang seperti seorang penolong yang baik hati nan berjiwa lapang. Sepertinya imajinasi seperti ini terlalu berlebihan.
Si pendiam mendudukkan diri dengan tenangnya setelah meletakkan makanan di atas meja. Melahap makanan yang dibawanya sebelum menyadari bahwa hanya dia yang sudah memulai kegiatan makan sendiri.
"Ada apa?" tanyanya bingung.
"Siapa namamu?" tanya Koji langsung tanpa basa-basi terlebih dahulu.
Bisa di lihat bagaimana sifat Koji yang seperti itu. Seharusnya dia memberikan pembuka terlebih dahulu, kemudian memberikan kata sambutan, lalu memberikan pendahuluan yang dilanjutkan dengan topik pembahasan. Bukankah seharusnya dia lebih tahu daripada aku.
"Namaku?" tanyanya lagi. Kali ini tangannya ikut berkontribusi dengan menunjuk dirinya sendiri.
Serempak kami mengangguk meng-iyakan pertanyaannya. Mana mungkin harus berkata satu per satu untuk meng-iyakan. Sementara si anak pendiam memilih melihatku lalu melihat Nisa dengan pandangan aneh. Apanya yang aneh?
"Namaku Kamio Lapetu. Kukira sudah beberapa lama sekelas, mereka berdua sudah ingat namaku. Namun, ternyata tidak."
Sontak saja aku langsung menyadari arti dari tatapan si pendiam alias Kamio Lapetu ini kepada aku dan Nisa tadi. Mungkin dia merasa tak habis pikir dengan kami karena tak mengingat namanya. Lagian, ingatanku cukup buruk jika bukan pelajaran yang terus menempel di buku catatan dibaca.
Lagi pula namanya juga susah diingat. Lapetu? Kalau Kamio mungkin bisa diingat. Namanya sudah seperti orang luar saja. Bukan luar Bumi juga.
"Oh, hai Kamio. Namaku Koji Pijola. Ini Airin Semule, dia kelas XI tentunya kakak kelasmu, kan. Ini Tia Arnola, temanku yang masih kelas X. Sedangkan aku sendiri kelas XII. Nah, kalau yang satu itu... kalau tak salah namanya Nisa, teman sebangku Tia dikelas, iya kan?" terang Koji sekaligus memastikan bahwa ia tidak salah dalam menyebutkan teman sebangkuku tersebut.
"Iya, kak Koji." Wajah Nisa malu-malu menjawabnya.
Sempat kulirik Koji, ingin melihat bagaimana tanggapannya terhadap kelakuan Nisa tadi. Namun, Koji sudah sibuk menanyai si pendiam Kamio berbagai macam hal. Seperti....
"Kamio, kamu bisa berbahasa asing tidak?"
"Bisa, sedikit."
"Kalau bahasa inggris?"
"Bisa. Waktu SMP aku pernah les juga," ungkap Kamio sambil terus makan.
"Wah, bagaimana dengan bahasa arab?"
Kamio tampak menghentikan kegiatan makannya. Sepertinya ia tengah mengingat sesuatu.
"Lumayan. Aku juga punya teman yang bisa berbahasa arab dan dia sering mengajakku untuk berbincang pakai bahasa arab," jelasnya lalu kembali melanjutkan makan.
Aku mengalihkan pandangan dari dua orang yang sibuk tentang bahasa itu. Melihat ke arah Airin yang tengah makan sambil sesekali melirik ke arah kanan. Apakah dia mulai bosan? Atau dia hanya mencari pemandangan lain? Beralih ke arah Nisa yang tengah makan sembari memperhatikan Koji yang tengah sibuk menyerang Kamio dengan berbagai pertanyaannya. Sudahlah lebih baik aku makan saja. Melihat mereka tidak akan membuat perutku kenyang.
Sesuap sudah masuk ke mulutku, dengan rasa penasaran karena Airin yang sedari tadi melakukan hal demikian membuatku juga menoleh ke arah kanannya Airin. Mencari dan menerka apa sekiranya yang Airin perhatikan. Sampai mata ini melihat sosok Taki yang tengah bersama teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin (Sudah Diterbitkan)
General FictionTia Arnola, hanya seorang anak SMA biasa. Tidak populer tapi memiliki banyak teman. Mudah bergaul tapi susah mendapatkan teman yang benar-benar dekat. Begitulah adanya. Kegiatan sehari-harinya di sibukan dengan masalah ini dan itu, entah kapan akan...