17. Voli

12 2 1
                                    

Ritme yang tetap. Kaki yang terus bergerak. Napas yang beraturan terdengar sangat keras lewat mulut yang terbuka. Membiarkan sedikit mengurangi rasa panas yang menyeruak ke seluruh tubuh. Keringat mulai menampakan diri dengan gagahnya. Kegiatan ini memang digunakan untuk memanaskan tubuh agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kaki keram misalnya. Lari mengelilingi lapangan memang dilakukan setelah melakukan peregangan tubuh terlebih dahulu dalam barisan.

"Oi! Ti! Salip nih, kalau bisa!" tantang temanku Nisa yang berlari di depanku.

Larinya memang lebih cepat dariku dan itu kuakui. Memang sedari tadi aku sudah kepayahan menyelesaikan satu putaran lagi. Ini putaran terakhir, tetapi kaki ini sudah lelah sekali ingin rasanya menyelipir kemudian berselonjor kaki sambil mengatur napas. Namun, aku harus menyelesaikan ini secepatnya kemudian beristirahat sebentar sebelum bermain voli.

"Hah! Akhirnya selesai juga!" sorakku dengan wajah bersemangat.

"Lambat kamu, Ti!" Ejek Nisa sambil melemparkan botol minum ke arahku yang dengan segera kutangkap.

"Kakiku sudah pegal, Nis. Untung saja tidak tumbang sebelum sampai," keluhku sambil menyentak-nyentakkan kaki ke rumput yang malang.

Istirahat selesai. Waktunya membagi tim untuk bermain voli. Ini hal yang menyenangkan, memukul bola keras-keras seakan menghilangkan semua hal yang patut dipikirkan. Hanya ada suara dentuman bola yang dipukul dan dioper sana-sini.

"Baiklah untuk tim yang bapak sebutkan namanya segera menentukan posisi dan daerahnya. Tim pertama dan tim kedua akan bertanding kemudian tim yang menang akan bermain kembali dengan tim yang menang dari pertandingan tim-tim yang lain. Bagaimana?" terang pak guru sambil membuka buku absen yang dipegangnya.

Absen memang digunakan untuk menyebutkan nama-nama yang akan maju untuk dibagi kelompok. Demikian memudahkan untuk membaginya daripada dibagi dengan kami membagi sendiri, malah akan terlihat ketimpangan karena ada tim yang benar-benar hebat dan ada tim biasa saja. Kalau sudah seperti ini, maka permainan tidak akan seru.

"Kelompok pertama Nisa, ...." tim pertama selesai tanpa ada namaku di sana. Alhasil aku tak sekelompok dengan Nisa melainkan akan menjadi musuh yang siap menghadangnya dari kemenangan.

Ternyata aku belum bermain pada putaran pertama. Malah aku dengan santainya duduk melihat tim-tim yang sedang bermain. Melihat mereka yang dengan lihai memainkan bola, oper sana, oper sini, sampai pada akhirnya bola keluar dari area voli. Membuat permainan berhenti sebentar.

Bola terlempar mengarah pada kelas XI yang tengah melakukan olahraga tenis meja. Kelas Airin sedang bergerumun mengelilingi meja yang tengah di mainkan bola kecil diantara dua orang lelaki yang tampak dengan cekatan memainkannya. Mereka berdua sudah seperti tengah bertanding sungguhan saja, sudah seperti tengah memperebutkan medali saja.

Bola menggelinding sampai pada salah satu siswa yang tengah berdiri di samping meja. Segera ia mengambil bola tersebut kemudian melemparnya ke arah lapangan voli yang segera disambut dengan baik. Tunggu! Bukankah itu Taki? Aku menajamkan mata. Benar. Itu memang Taki yang tengah berdiri sambil memperhatikan bola kecil yang tengah dimainkan di atas meja.

"Ti," panggil temanku di samping.

"Ya?" jawabku dengan mata masih terus mengawasi pergerakan Taki yang jauh di sana.

"Jam istirahat nanti, makan bareng yuk?" ajaknya.

Aku dengan segera menoleh. "Hah?"

Lelaki di sampingku ini memang terhitung anak yang cukup pendiam, anak yang menyanyikan lagu dek sangke beberapa hari yang lalu. Anak yang nyalinya kupuji bagus. Anak yang sekarang malah mengajakku makan bersama saat istirahat nanti. Oh, aku lupa Nisa juga ingin makan di kantin bersamaku karena ia tidak membawa bekal hari ini, katanya.

Aku juga biasanya makan di kantin bersama dengan Koji dan Airin. Apa aku ajak Nisa dan si anak pendiam di sampingku ini sekalian saja. Baiklah sepertinya itu tak terlihat bermasalah.

"Baiklah."

Mungkin (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang