Berjalan beriringan dengan langkah yang pelan. Tentu saja karena bel masuk kelas belum berbunyi. Airin sudah ke kelasnya, sedangkan Koji memang kelasnya dekat dengan kelas kami bertiga. Sedari tadi Nisa hanya diam tak bertingkah sedikitpun, hal ini tentunya membuatku merasa aneh dengannya. Apa dia salah makan tadi? Atau jangan-jangan Nisa kekenyangan sehingga tak bisa lagi berbicara?
"Nis?" panggilku.
Nisa hanya menoleh padaku sambil memasang wajah bertanya ada apa. Tak biasanya dia seperti ini. Setidaknya pasti ada satu atau dua pertanyaan yang muncul darinya saat bersamaku. Biasanya tingkahnya banyak sampai aku sendiri ingin segera menjauhkan diri darinya. Namun, kenapa sekarang malah diam tanpa ada jejak-jejak kebiasaannya. Aneh.
"Tak apa."
"Oke. Akhirnya! Koji yang sangat menawan ini akan pergi ke kelas dan kalian silakan masuk kelas jangan menyimpang kemanapun. Belajar yang rajin, terutama kamu Tia. Jangan sampai ibumu menyuruhku menjadi tutor belajarmu karena kamu tak memiliki pengetahuan yang luas." Setelah memberikan salam di penghujung jalan, Koji meninggalkan kami yang terbengong mendengar perkataannya yang menurutku tak masuk akal.
Kenapa ujungnya selalu aku yang kena. Tak bisakah aku menjadi bagian yang baik saja. Oke. Kita lihat saja. Siapa yang menjadi tutor siapa. Aku beranjak dari tempat semula. Menarik Nisa yang sepertinya belum kembali seperti sedia kala. Sedangkan Kamio sudah gesit mengikuti langkahku memasuki kelas.
Pelajaran sekarang adalah Fisika. Oke, perlu diketahui kami sekelas menyukai pelajaran yang ada hitung-hitungannya. Hal itu terbukti dari buku bagian belakang alias kertas terakhir dari buku biasanya penuh dengan coretan angka-angka. Memang lebih mudah jika pakai kalkulator. Namun, guru hanya membiarkan kami mencari dengan cara manual seperti itu. Katanya agar kami terbiasa dengan kesulitan dan bisa mengatasinya. Terlalu mudah biasanya akan menyusahkan kala bagian sulitnya. Oke, biarlah seperti itu.
Perlu diketahui bahwa guru Fisika yang mengajar di kelas kami sangat suka sekali memberikan kuis yang berisikan soal-soal perhitungan untuk dikerjakan di papan tulis. Jika bisa menjawabnya maka silakan maju, dan jika bisa menjawabnya dengan benar maka akan mendapatkan nilai tambahan dari guru tersebut. Hal ini tentunya membuat kami sekelas berusaha agar dapat menjawab soal yang diberikan karena ingin sekali mendapatkan nilai tambahan. Tentunya dengan persaingan yang ketat.
Soal yang tertulis di papan adalah soal yang terbilang cukup mudah bagi kami yang selalu memakai berbagai rumus. Maksudnya soal yang kali ini hanya memakai rumus sedikit.
Seorang anak kecil berjalan sejauh 10 M ke arah Timur, kemudian berbelok ke Utara sejauh 6 M dan kembali ke arah Barat sejauh 2 M, kemudian berhenti. Besar perpindahan anak kecil tersebut adalah?
Begitulah soal yang tertulis di papan dan sedang kami kerjakan sekarang. Mencari-cari jawaban atas pertanyaan tersebut. Tentunya harus menjadi orang pertama yang maju.
Aku fokus berkutat pada coretan-coretan di kertas yang sudah mulai penuh dengan angka-angka. Terus-menerus sampai menemukan jawabannya.
Tak!
Aku meletakan pena dengan semangat karena menemukan jawaban dengan kecepatan luar biasa, setidaknya belum ada yang maju untuk menjawab soalnya. Baiklah, aku siap berangkat untuk menjawabnya. Ayo.
"Saya pak!" ucapku dengan lantang dengan mengangkat tangan kanan.
"Silakan maju dan tuliskan jawabanmu!" ucap pak guru sambil mengangkat spidol untuk menyerahkan padaku.
Berjalan dengan tenang. Senyum kemenangan didapat. Mata tertuju pada soal yang siap kuperangi. Ayolah, tunjukkan siapa yang akan menang di antara pertarungan ini.
Mengambil spidol dengan sopan lalu menghadap ke papan tulis yang berisikan soal yang sudah kutunggu mengaku kalah dengan jawaban yang tertulis nanti. Mula-mula aku membuat tanda panah yang menunjukkan arah berjalan si anak kecil, kemudian memberi angka-angka sebagai pemberitahuan bahwa berapa jauhnya anak itu melangkah. Lalu aku mulai membuat rumus yang telah kubuat seblumnya di meja tadi. Memasukkan angka-angka dilanjutkan dengan mengoperasikannya. Selesai menjawab. Spidol kukembalikan pada pak guru yang tengah menatap hasil jawaban yang tertulis.
"Ya. Jawaban Tia benar. Untuk lebih jelas lagi, silakan Tia menjelaskan cara menjawabnya tersebut. Jika masih ada yang belum mengerti maka silakan tanyakan pada bapak."
Baiklah. Tia yang keren ini akan menjelaskan di depan teman-teman tentang cara menjawab soal tadi. Tanpa hambatan apapun dengan lancar aku menjelaskannya. Berakhir mendapatkan nilai tambahan.
Soal selanjutnya. Kukira akan seperti aebelumnya karena biasanya pak guru akan memberikan dua soal yang sama jenisnya, tetapi kali ini sudah berbeda dengan soal sebelumnya. Wah, apakah sesulit ini.
Soal kedua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin (Sudah Diterbitkan)
General FictionTia Arnola, hanya seorang anak SMA biasa. Tidak populer tapi memiliki banyak teman. Mudah bergaul tapi susah mendapatkan teman yang benar-benar dekat. Begitulah adanya. Kegiatan sehari-harinya di sibukan dengan masalah ini dan itu, entah kapan akan...