Serentak aku dan Nisa langsung menoleh dan mendapati ketua kelas sedang berdiri tegak di ambang pintu mengawasi kami. Di tangannya terdapat tumpukan buku yang kutafsir pasti berat membawanya. Tentu saja aku tidak tahu kalau menurut ketua kelas, karena tidak tahu bagaimana tingkat kekuatannya. Mungkin baginya hanya seperti membawa 2 kantong kemplang porsi jumbo. Mungkin, ini hanya perkiraan saja.
"Ti, duduk, Ti!" ajak Nisa seraya menarikku agar mengikutinya menuju meja kami.
Aku hanya menurut saja. Membiarkan diri terseret oleh arus Nisa yang sudah membawaku duduk. Apakah aku tidak sadar sedari tadi, oh mungkin ini efek dari tadi pagi sudah sok-sok-an baca bahasa inggris.
Ketua kelas berjalan ke meja guru dan mendudukan buku yang bawanya di sana. Ia mengambil spidol yang menuliskan 'Buka halaman 82 bagian B' lalu berbalik menatap kami yang hanya memandang ke papan tulis dengan wajah bertanya, apa yang harus dilakukan dengan itu?
"Ehm, perhatian! Silakan buka buku cetak bahasa inggris halaman yang sudah kutuliskan tadi. Silakan dibaca terlebih dahulu, nanti gurunya tidak lama lagi akan masuk kelas. Sekian! Ada yang ingin ditanyakan?"
Kami hanya mengangguk mengerti dengan perkataan ketua kelas kami yang penuh wibawa ini. Sepertinya dia cocok jika mencalonkan diri sebagai ketua osis. Ya, dia cocok sekali menjadi seorang pemimpin. Tentu saja, menjadi ketua apapun akan cocok. Tentunya dalam hal positif. Kalau yang negatif malah akan menyesatkan anggotanya.
"Baik, Ketua."
Langsung saja sekelas membuka buku sesuai yang diperintahkan. Tentu saja kami tak ingin mengabaikan perintah dan membuat guru marah. Tentu kami tak ingin merusak reputasi kelas kami yang sangat patut diteladani oleh kelas lain, seperti kata-kata wali kelas kami. Oh, hidup menjadi panutan memang melelahkan. Harus sesuai dengan ekspetasi orang lain. Harus selalu memenuhi apa yang orang lain inginkan walau lelah. Ada saatnya ingin bermalasan seperti yang lain. Namun, reputasi yang membuat harus tetap seperti awal mula.
"Selamat pagi, Anak-anak?! How are you today?" sapa bu guru bahasa inggris atau kami biasanya memanggilnya dengan sebutan miss karena gurunya masih muda.
"Good morning, Miss!! We're Fine. How about you, Miss?" balas kami serentak.
Tentu saja kami bisa serentak karena sudah beberapa kali menyebutkan hal demikian. Tentu juga karena kami selalu melatih dalam waktu dekat untuk tidak membuat salam berikutnya masih terkendala. Kami cukup cepat dalam belajar sesuatu. Yah, walau ada sebagian yang harus berusaha mati-matian agar dapat menyusul yang lain. Mau bagaimana lagi, termasuk di dalam kelompok yang seperti ini, ya harus ikut membaurkan diri.
"Okay, i'm very nice. So, what are you doing before i'm come?"
"We're read books, Miss." Kompak lagi.
Akhirnya pelajaran dimulai dengan seru. Kali ini belajar tentang expressing happiness. Yah, walaupun sedang tidak senang atau bahagia tetapi harus berusaha seolah tengah senang. Bukankah itu melatih kita menjadi profesional dan bagus dalam berakting. Mungkin suatu saat ada kesempatan ditawari menjadi aktor atau aktris muda. Bukankah itu hal yang bagus. Bisa menghasilkan uang yang banyak dari hasil kerja sendiri tanpa perlu minta kepada orang tua. Bukankah ini harapan setiap orang yang tidak ingin terlalu membebani orang tua. Terutama yang keadaan ekonominya rendah.
Sekarang kami sedang disuruh buat percakapan tentang ekpresi senang tadi. Setelah memaparkan materi dan memberi contoh langsung praktek. Lihatlah aku dan Nisa sudah kasak-kusuk membuka kamus untuk menerjemahkan. Malah Nisa tengah termenung meratapi kamusnya yang sedikit kurang lengkap. Menatap dengan pandangan memindai kamus di depan buku tulisku.
"Apa yang akan kita lakukan?" bisik Nisa sepelan mungkin. Sungguh, dia sudah seperti ahlinya dalam berbicara tanpa ketahuan orang lain. Bakatnya memang harus dicontoh demi kepentingan tertentu.
"Buat saja sesuai perintah!" balasku masih sibuk membuka kamus, mencari kata-kata yang diperlukan. Tentu saja menyesuaikan dengan punya Nisa juga supaya pas.
"Psst! Ti, bagaimana jika tentang kesenangan mendapatkan tiket konser oleh ayah?" tawar Nisa akhirnya mendapatkan ide setelah sebelumnya berniat membuat tentang menjadi juara umum pertama.
"Bagus juga. Bagaimana pembagiannya? Waktu kita tidak lama lagi!" ucapku sembari menatap jam dinding di atas papan tulis.
"Tenang saja."
Akhirnya kami berdua mengerjakan dengan kecepatan tinggi agar tidak ketinggalan dan bisa maju ke depan untuk praktek pertama kali. Tentu saja yang paling pertama akan mendapatkan nilai plus. Inilah keuntungan jika maju pertama kali. Bahkan kelas kami berlomba untuk maju pertama kali dibandingkan saling mendorong orang lain untuk maju. Rasa percaya diri pada anak-anak memang harus ditingkatkan agar tidak merasa terkucilkan.
Waktu habis. Guru bahasa inggris mulai berdiri dan melakukan pengecekan keliling. Memeriksa apakah ada yang belum mengerjakan sama sekali. Ini hal yang harus dilakukan kalau saja terjadi kecurangan.
"Okay, so who wants to advance first?" tawar miss setelah mengelilingi teman-teman yang lain.
Aku dan Nisa buru-buru langsung mengangkat tangan takut keduluan oleh yang lain. "We are, Miss!" ucap kami mantap.
"Okay. Come here!"
Kami berdua maju dengan membawa buku yang sudah berisikan percakapan yang sudah kami tulis dengan kecepatan maksimal. Tentunya ide dasar dari Nisa yang ingin membahas tentang tiket konser.
"Lets start. Go!"
"Uhm, hi Nisa. You look so happy today. What's up?" Mulaiku dengan berdehem diawal untuk menghilangkan rasa gugup.
"Uh, hi Tia. Yes, i'am. I got BTS concert ticket yesterday." Nisa membalas tak kalah gugup dariku. Seharusnya kami berdua tak mengucap deheman sebelum sapaan.
"Oh, really? How you could get it?" balasku lagi.
"My father bought it for me after saw my report card. He saw my grades is good so he gives me one ticket for me as a reward." Kali ini kami berdua sudah tidak gugup lagi karena sudah pemanasan sebelumnya.
"Oh my god, you are so lucky. You better prepare yourself for that." Kali ini aku mengucapkannya tanpa sedikitpun melihat buku. Kalau biasanya aku sedikit lupa awalannya dan sedikit mengintip catatan. Memang tidak sepenuhnya melihat. Namun, terkadang masih memastikan apakah benar perkataannya pas saat itu. Untuk informasi guru ini biasanya memperbolehkan melihat catatan.
"Yes, thank you, Tia."
"Okay. Let's go to the class." Aku sudah menyelesaikan dialog terakhirku dan tinggal giliran Nisa.
"Let's go!" balas Nisa.
Suara tepuk tangan sudah mengiringi kami setelah selesai dialog tadi. Tentu saja kami langsung duduk setelah dipersilakan kembali ke kursi kami. Gugup sudah menghilang digantikan perasaan lega. Sungguh lega setelah menyelesaikan praktek tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin (Sudah Diterbitkan)
Genel KurguTia Arnola, hanya seorang anak SMA biasa. Tidak populer tapi memiliki banyak teman. Mudah bergaul tapi susah mendapatkan teman yang benar-benar dekat. Begitulah adanya. Kegiatan sehari-harinya di sibukan dengan masalah ini dan itu, entah kapan akan...