Ternyata ini tak semudah perkiraanku. Mereka berdua malah dengan emosi yang memuncak meninggalkan kantin tanpa menyelesaikan makan mereka. Uh, kenapa jadi seperti ini? Harusnya permasalahan antara aku dengan Koji saja, kan? Masalah pertama belum selesai kemudian disusul masalah baru. Mereka berdua seharusnya bisa berbicara baik-baik dan tak seharusnya terpancing emosi. Airin sudah berjalan menuju kelasnya. Sementara Koji, kupikir dia akan ke perpustakaan sebelum bel masuk berbunyi. Aku masih duduk di kantin bersama Nisa dan Kamio yang masih terdiam di tempat masing-masing. Sepertinya mereka bingung mau berkata apa terhadap apa yang mereka saksikan tadi. Jangankan mereka, aku saja sudah kelabakan ingin menghentikan perdebatan mereka di kantin yang ramai seperti ini.
"Ti, kamu tak apa-apa?" cicit Nisa.
Aku mengembuskan napas lelah. Memasang senyum seolah baik-baik saja kemudian mengangguk menyakinkan.
"Memangnya apa awal mulanya?" Kali ini Kamio yang menanyaiku.
Terdiam. Enggan menjawab. Terpikir olehku bahwa sebenarnya awal mulanya adalah aku yang berselisih dengan Koji kemudian marah kepadanya karena meninggalkan saat di tengah jalan yang kemudian kulihat dia dengan santainya bercengkrama bersama perempuan lain. Harusnya kuselesaikan permasalahan itu secepat mungkin agar tidak merembet ke hal lain. Mungkin sekarang Airin tidak sedang berselisih dengan Koji. Seharusnya mereka tengah menikmati makan di kantin sekarang.
"Ti?" panggil Nisa lembut.
"Ya?"
"Sudah. Tidak perlu dipikirkan sekarang. Makan dulu, pelajaran nanti akan banyak menguras pikiran dan tenaga." Nisa melanjutkan makannya setelah berkata demikian.
Aku mengangguk saja. Menyendok makanan ke mulutku. Mengunyahnya sembari memikirkan apa yang harus kulakukan setelah ini. Tidak. Setelah ini akan ada pelajaran Kimia. Kelas kami harus ke laboratorium yang berada diujung kelas XII IPS sana. Melakukan praktik dengan arahan guru seperti sebelumnya. Itu artinya setelah ini kami akan bertempur dengan berbagai cairan yang harus dilakukan dengan teliti.
"Ti, Kamu tidak perlu khawatir. Sesama teman biasanya akan berbaikan beberapa waktu kemudian. Mereka tidak akan betah berlama-lama bertengkar karena hal seperti itu. Itu hanya kesalahpahaman pendapat. Cukup beri mereka waktu dan mereka akan mengerti dengan kesalahan mereka lalu akan berbaikan meski tanpa kamu ikut campur," nasehat Kamio setelah menyelesaikan makannya.
Aku mengangguk beberapa kali. Mencerna setiap ucapan Kamio yang tampak berwibawa sekali di pandanganku. Ya ampun, aku baru tahu kalau Kamio bisa sedewasa ini dalam menyikapi sesuatu. Mungkin pergaulannya sangat baik sehingga dia juga seperti itu. Mungkin juga didikan orang tuanya yang maksimal. Mungkin juga Kamio memang orang yang seperti itu tanpa unsur campur tangan orang lain. Betapa inginnya aku seperti dirinya. Setidaknya aku harus menghilangkan sikap menyebalkanku terlebih dahulu kemudian sikap pemarahku. Oh, itu akan sangat membutuhkan waktu yang usaha yang berat. Aku harus berusaha dengan keras.
"Hn, Kamio. Menurutmu bagaimana dengan aku dan Koji?" tanyaku tiba-tiba.
Nisa langsung melihatku setelah mendengar nama Koji disebut dan disandingkan dengan namaku. Sepertinya aku sudah mengerti apa yang terjadi dengan anak ini.
"Aku harus tahu dulu permasalahan kalian, Ti. Kalau masalahnya sama seperti kejadian barusan, yah sama saja. Kalian berdua harus saling minta maaf dan pikirkan kesalahan masing-masing. Selesaikan apa yang harus diselesaikan. Jangan membuat pertemanan renggang hanya karena hal sepele. Bahkan ada banyak pertemanan yang hancur hanya karena salah paham dan tidak saling berkomunikasi. Itulah pentingnya dalam berkomunikasi." Kamio berdiri, melihat jam tangannya.
"Sebentar lagi masuk. Ayo! Aku tidak ingin jadi pajangan saja saat pelajaran gara-gara terlambat masuk kelas," sambung Kamio.
Sontak saja aku dan Nisa bergegas menghabiskan makanan sebisa mungkin agar tak kehilangan kesempatan. Tentu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin (Sudah Diterbitkan)
Художественная прозаTia Arnola, hanya seorang anak SMA biasa. Tidak populer tapi memiliki banyak teman. Mudah bergaul tapi susah mendapatkan teman yang benar-benar dekat. Begitulah adanya. Kegiatan sehari-harinya di sibukan dengan masalah ini dan itu, entah kapan akan...