32. Fakta dan Opini pt 2

4 2 1
                                    

"Kenapa dikatakan fakta?" bisik Nisa setengah merundukkan kepalanya agar terdengar olehku yang tengah sibuk membolak-balik lembar kertas.

Mengalihkan perhatian ke Nisa yang masih setia pada posisinya, menunggu jawabanku yang tak kunjung terdengar. Memangnya dia pikir aku ini guru Bahasa Indonesia yang selalu tahu apapun materi yang ditanyakan. Memilih melihat kembali buku yang tengah terbuka, mencari materi hari ini.

"Ayolah, Ti!" harap Nisa masih dengan nada berbisik.

Tak ada pilihan lain selain menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Nisa yang sudah seperti ini. Apa aku sudah mengatakan bahwa pantang menyerah adalah kombinasi yang satu untuk Nisa.

"Baiklah. Menurutku, sesuatu hal bisa dikatakan fakta kalau hal itu benar-benar ada atau terjadi, sesuatu yang nyata atau sesuatu yang sebenarnya. Bagaimana?" jelasku sambil berusaha mengais ingatan yang berkaitan dengan fakta.

"Contohnya?" pinta Nisa. Lagi.

Sepertinya Nisa berbakat jadi komentator atau juri. Ada saja hal yang memanjangkan suatu hal hanya dengan pertanyaannya. Membuat lawan bicaranya akan merespon lebih lama sehingga akan tercipta suatu komunikasi yang lama.

"Contohnya yaitu Nisa adalah teman sebangku Tia. Bukankah itu fakta?"

Terlihat Nisa terdiam sebentar, sepertinya tengah berpikir akan pernyataanku tadi. Kelas juga sedang hening karena sibuk memelototi buku yang tengah dibaca, mempersiapkan diri sebelum guru masuk dan memasuki proses belajar-mengajar.

"Bagaimana bisa mengetahui bahwa itu adalah fakta?" sanggah Nisa mengerjapkan matanya dan memasang wajah polos.

"Bukankah hal itu memang ada atau nyata? Tidak mengada-ada ataupun hanya menurut perkiraan saja? Apa yang perlu diragukan dari kalimat tadi?"

"Tapi kan, tidak semua orang tahu bahwa aku adalah teman sebangkumu?! Misalnya kakak kelas atau kelas yang lain." Nisa masih tetap dengan pendapatnya.

Aku menepuk kepala frustasi menjelaskan kepada Nisa. Ayolah, bisakah Nisa berpikir dalam lingkup yang sedikit saja. Kalau mau semua orang tahu, yah buat saja faktanya bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 atau mungkin contoh lain seperti presiden Republik Indonesia yang nomor ini bernama ini atau tidak warna bendera Indonesia adalah merah dan putih. Itu bisa menjadi fakta yang diketahui banyak orang dan lingkup yang besar. Namun, kita hanya membahas contoh di pelajaran saja. Tentunya aku juga mengambil contoh fakta pada lingkup yang kecil saja. Apakah aku juga harus mencontohkan kalimat fakta yang diketahui seluruh dunia seperti tanggal pendirian PBB dan semacamnya? Harus kujelaskan pula pada Nisa hal semacam itukah?

"Nis! Ini hanya lingkup kecil saja. Jika dalam ruang lingkup besar seharusnya ambil contoh kalimat fakta yang diketahui secara umum. Hanya saja, ini dalam lingkup kelas dan pastinya seluruh penghuni kelas ataupun guru yang mengajar langsung tahu bahwa kamu teman sebangkuku. Lagipula, hal ini juga bisa langsung di periksa kebenarannya. Apakah hal ini merupakan fakta atau opini saja, semuanya akan diketahui secara langsung," paparku dengan penuh sabar menjelaskan kepada sosok yang sekarang tengah manggut-manggut.

"Oke, aku mengerti." Nisa langsung sibuk menatap buku yang dipegang oleh kedua tangannya.

Baguslah kalau dia mengerti. Setidaknya aku berhasil menjelaskan hal-hal yang bisa kujelaskan tanpa mengeluarkan emosi. Faktanya adalah tingkat emosiku memang tidak beraturan, mudah kesal, marah apalagi kalau melihat sesuatu yang lucu, itu bisa membuat tawa langsung menyembur begitu saja tanpa bisa ditahan. Bahkan terkadang orang-orang sering menatapku aneh.

Mungkin (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang