Gilbert menatap layar komputer yang menampilkan seorang pria paruh baya dan seseorang gadis berpakaian minim dengan kening berkerut. Sesekali dia akan berdecih, lalu tersenyum remeh mendengar ucapakan pria paruh baya bernama Edgar itu setelahnya.
"Mengingat tawaran yang aku berikan bukankah ini setimpal?" Pria disebrang sana menyeringai lebar, membuat wajah tua itu terlihat semakin menjijikan.
Gilbert tetap diam. Kedua bajingan yang berstatus ayah dan anak itu benar-benar membuatnya jengah.
"Lagipula ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Cobalah memupuk hubungan, kalian akan menjadi pasangan yang serasi."
"Kau menjual putrimu, heh?" Gilbert berucap dengan nada mengejek. Sungguh kepercayaan diri yang sangat luar biasa untuk berani tawar menawar dengannya.
"Ayah tak menjualku, aku sendiri yang meminta Ayah untuk mengajukan tawaran tersebut." Teresa, perempuan berpakaian minim itu membalas dengan suara lembut. Terdengar manis bagi orang yang mendengarnya, tapi bagi Gilbert, seorang pria yang alergi wanita jelas suara itu hanya membuat tatapan jijiknya semakin jelas terlihat.
Edgar mengangguk sambil membelai rambut putrinya, "apapun untuk putriku." Ucapnya penuh kasih sayang.
Namum, jika dilihat dari wajahnya terlihat kemunafikan disana. Lagi pula siapa orang tua yang bebas menukarkan hidup putrinya kepada orang lain dengan bebas.
"Tuan Gilbert aku sudah menyukaimu dari lama. Kenapa tidak kita coba saja dulu? Aku berjanji jika benar-benar tidak cocok aku akan segera menjauh."
"Ya kalian bisa mencobanya."
Keduanya berucap satu persatu. Sang ayah sudah sangat yakin dengan hubungan keduanya, lagipula dia belum pernah melihat gadis lain di sekitaran Gilbert selama beberapa tahun ini. Dan putrinya tidak hanya cantik tapi juga memiliki pendidikan yang tinggi. Jika keduanya berpasangan betapa bagusnya itu.
Gilbert menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi ketika melihat kasih sayang antara ayah dan anak yang entah benar-benar kasih sayang atau hanya settingan belaka.
"Tuan Gilbert-"
"Jika anakmu memiliki otak mungkin aku akan menerimanya dengan senang hati." Gilbert dengan cepat menyela ucapan pria tua itu. Nyatanya bahkan jika putrinya punya otak pun ia tetap tidak akan menerimanya.
Senyum manis yang sedari tadi terpampang retak seketika. Teresa melihat Gilbert dengan tidak percaya, wajah tampan itu menatapnya dengan jijik namun terlepas dari itu hatinya tetap selalu berdetak kencang saat melihatnya.
"Apa maksud mu?"
Gilbert tetap diam, ucapannya selalu jelas dan mantap. Jika mereka tidak benar-benar bodoh seharusnya sedari awal sudah memahami dari raut tidak sukanya.
"Tuan Gilbert, jangan pikir aku menghormati mu dan kau berani menghina putriku!!" Edgar menunjuk-nunjuk layar komputernya dengan tidak percaya. Menghina putrinya jelas juga menghina dirinya.
"Jika pertemuan ini hanya untuk berbicara omong kosong, segera akhiri. Aku tidak ada waktu untuk berbicara dengan kalian."
"Kau!!"
Gilbert menyeringai kecil melihat geraman Edgar. Untuk mencoba mengendalikan dan mengancam dirinya, sepertinya pria tua ini baru saja memakan seratus hati harimau.
Teresa mengusap lengan Ayahnya sambil mengucapkan kata-kata penenang. Matanya berkaca-kaca, jelas merasa terhina dengan ucapan pria yang selalu dia kagumi itu.
"Tuan Gilbert aku tahu aku salah untuk memaksakan semuanya, Tapi aku sudah tidak ada cara lagi untuk mendekatimu."
Dia sudah mengenal Gilbert sejak empat tahun yang lalu, menjadi pengagum secara diam-diam dan juga mencintai secara diam-diam. Beberapa hari yang lalu dia baru mengetahui jika ayahnya memiliki kerja sama dengan Gilbert. Bertaruh dengan hal tersebut, dia mulai meminta ayahnya untuk memaksa Gilbert berhubungan dengannya. Namun siapa yang menyangka, ayahnya tidak hanya setuju tapi dengan keras mendukung keputusannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Iam Not Thief
SonstigesKecelakaan konyol itu membuat ia berada di dunia yang hampir persis sama dengan dunia tempat ia tinggal dulu.