Minhee tidak dapat menahan dirinya untuk meringis kecil saat ia sampai di lobi kantor dan melihat ekspresi kesal luar biasa di wajah Junho. Ia paham jika sahabatnya pasti marah karena ia yang terlalu lama datang. Tapi, salahkan saja Yunseong yang menahannya dalam permainan bibir dan lidah saat ia akan bersiap tadi sehingga ia jadi membuat Junho menunggu lama.
“Lama banget, anjir? Sejam lebih loh ini gue nungguin lo. Lo ngapain aja, sat?”
“Ya maaf. Gak sengaja gue tahu, Jun.”
“Gak sengaja... Lo ngapain sih?”
“Heheh..”
Minhee tidak memberikan jawaban yang jelas. Ia hanya menatap Junho dengan cengirannya yang sukses membuat si Cha itu menatapnya dengan tatapan menyelidiknya.
“Lo habis nganu ya sama orang yang tadi.”
“Yang tadi siapa?”
“Yang angkat telpon gue tadi. Tadi gue telpon kan bukan lo yang angkat. Lo pasti habis nganu kan sama dia.”
“Sembarangan ya lo kalo ngomong. Gue parut tuh lambe kalo asal bacot.”
“Ya kali aja, kan. Lo tuh diam-diam tapi kadang suka aneh-aneh.”
“Gue bilang gak usah asal bacot.”
“Eh btw, dia siapa lo? Pacar ya? Kalo yang dari gue denger pas di telpon tadi, kalian kayaknya tidur bareng. Pasti pacar lo.”
Ucapan Junho setelah itu sukses membuat Minhee menatapnya dengan delikan tajam. Dua detik kemudian, punggung tangan si manis Kang itu memukul kuat dadanya sebelum decakan kecil terdengar.
“Bacot banget sih lo. Makin lama gak ketemu makin aktif aja tuh mulut.” Berucap kesal kemudian, ia lalu mengulurkan tangannya setelah itu. “Mana berkasnya? Sini cepet kasih ke gue. Gue bukan kak Ben yang bisa ngerti semuanya dalam sepuluh menit.”
“Salah sendiri. Siapa suruh datangnya lama.”
“Bukan salah gue ya, anjir. Salahin tuh....”
“Siapa?”
“Tahu ah. Mana berkasnya?!”
“YUNS.... Lah, kok kosong? Padahal gue mau belanja loh.”
“Ini bukan toserba, jingan.”
“Dih, terserah gue dong. Lagian, ini kan toko juga.”
Yunseong mendengus malas saat melihat Jihoon dan Yoshi yang baru saja masuk ke tokonya dan langsung bertengkar seperti biasa. Ia heran, kapan dua sahabatnya itu bisa hidup tanpa semua pertengkaran tidak penting itu.
“Seong, ini beneran gak ada apa-apa?” Jihoon bertanya kemudian saat ia sudah duduk di kursi yang ada di meja—di belakang meja kasir. Biasanya Minhee duduk di situ jika sedang berkunjung.
“Mata lo buta?”
“Ya enggaklah, jing. Kalo gue buta, gue gak mungkin bisa liat lo.”
“Ya udah sih kalo kayak gitu.”
“Kok lo marah?”
Yunseong tidak menjawab. Ia hanya mendengus dan kembali menatap layar ponselnya—yang entah ada apa di sana. Jihoon yang tidak paham jadi menatap Yoshi yang duduk di sebelahnya. Tapi, teman Jepangnya itu hanya mengendik tanda tak paham juga.
“Eh ngomong-ngomong, Minhee gimana?” Setelah semuanya diam, Yoshi tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu. Ia cukup penasaran dengan keadaan Minhee kemarin—karena memang ia juga melihat keadaan bocah manis itu saat dibawa Yunseong kembali ke cafe. “Dia kenapa sebenarnya? Dia ada cerita gak sama lo, Seong? Ji, lo udah lama sama Ben, pasti lo tahu dikit.”
Tapi, lanjutan ucapan Yoshi setelah itu sukses membuat Jihoon mendengus sebal—terlihat tidak senang sama sekali. “Lo gak liat kemarin gue pulang sama siapa?”
“Tetap aja lo udah lebih dulu sama Ben, tolol. Dan gak mungkin kalo Ben gak jelasin apa-apa ke lo. Karna kalo dia gak jelasin lo pasti ngamuk-ngamuk dia lebih perhatian ke adeknya.”
“Serius Chi, lo bacot banget. Gue gak ngerti kok Asahi bisa mau sama lo.”
“Gue juga gak ngerti kenapa Ben bisa mau sama lo. Padahal lo tuh manusia paling gak jelas yang pernah gue kenal.”
“Sibangsat bacot terus, lama-lama tuh mulut gue tabok pake ovennya Yunseong ya.”
“Ya makanya lo jawab aja pertanyaan gue, babi.”
“Lo berdua bisa pulang aja gak?”
Yunseong yang sudah bosan dengan pertengkaran tidak penting mereka akhirnya membuka suara—mengajukan pertanyaan yang sukses membuat kedua orang itu menatapnya.
“Oh, gak bisa dong, bosku.” Yoshi menjawab lebih dulu.
“Gue ke sini ada tujuan, jadi gue gak bakal pulang sebelum tujuan gue terlaksana.” Lalu, dilanjutkan Jihoon setelahnya.
“Tapi lo berdua ribut mulu dari tadi. Mending pulang aja.”
“Tapi Seong, gue harus ngomong dulu sama lo.”
“Apa? Kalo gak penting, pulang aja sana.”
“Kata gue sih gak penting, tapi kata Ben penting. Gak tahu kalo menurut lo.”
“Pulang gak?”
“Iya, iya, iya.” Menjawab cepat, Jihoon jadi melirik tajam ke arah Yoshi yang sudah kembali tertawa. “Ben nitip pesan, katanya kalo semalam lo jadi nemenin Minhee, malam ini lo nemenin dia lagi dulu. Soalnya Ben belum bisa pulang hari ini. Kata Ben juga, dia udah ngehubungin lo, tapi nomor lo gak aktif.”
Lalu, ucapan Jihoon setelah itu sukses membuat Yunseong mengangguk seadanya. “Hm, nanti gue ke rumahnya.”
“Heh anjir, maksudnya lo tidur sama Minhee semalam?”
“Ji, lo kalo bodoh gak usah dipamerin deh. Tadi Ben jelasin ke lo masa lo gak paham kalo nemenin semalaman artinya tidur bareng.”
“Oalah sialan. YUNSEONG LO NGAPAIN?!”
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys be Ambitious || HwangMini
FanfictionAwalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja, menjad...