Awalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja, menjad...
Yoonbin sudah menghentikan mobilnya di depan rumah yang ditinggali Minhee sejak dua puluh menit yang lalu. Dan dalam dua puluh menit ini tidak ada tanda-tanda Minhee akan keluar dari mobilnya.
Oh ya, jika ada yang bertanya tentang bagaimana Minhee bisa pulang bersama Yoonbin—sedangkan seharusnya ia bersama Yunseong—jawabannya karena memang harus. Minhee memang harus pulang bersama Yoonbin karena yang baru saja terjadi itu bukan hal biasa. Minhee jelas dalam bahaya dan Yoonbin tidak bisa membiarkan adiknya seperti itu.
Sebenarnya, bisa saja Minhee pulang bersama Yunseong. Tapi tentunya mereka akan menggunakan angkutan umum dan kemungkinan untuk bertemu orang tadi lebih besar. Yunseong bisa menjaga Minhee dengan baik—sudah pasti. Tapi, baik Yoonbin atau Minhee, dua-duanya tidak ingin merepotkan lelaki Hwang itu. Selain itu, mereka juga tidak mau jika Yunseong sampai terseret ke dalam masalah dari masa lalu mereka.
Hasil akhirnya, Yoonbin yang harus bersama Minhee—walau harus bertengkar lagi dengan Jihoon. Masalah Jihoon bisa diurus nanti, yang paling penting sekarang adalah Minhee. Seperti yang sering ia katakan, selama belum putus, masih bisa baikan.
“Kak?” Minhee membuka suara lebih dulu setelah sekian lama ia hanya diam sejak mereka berhenti di depan rumah itu. “Orang itu gimana?”
“Kenapa?”
“Orang itu harus balik secepatnya, kak. Aku udah cape.”
“Sabar ya, orang-orang kakak masih berusaha buat nyari tahu dia.”
“Sampai kapan, kak?”
“Gak tahu, Hee. Nemuin dia gak gampang. Yang jelas kakak masih butuh waktu.”
“Sesulit itu ya, kak?”
Yoonbin mengangguk kecil di posisinya. “Gak ada petunjuk apa-apa. Kamu gak tahu siapa dia bahkan namanya. Sedangkan semua data tentang perusahaan yang ada sangkut pautnya sama dia udah dihilangin sama ayah bunda kamu. Dan orang-orang yang tahu tentang dia juga udah gak ada. Yang tersisa cuma pak Seungwoo, tapi dia nolak buat ngasih tahu. Kakak udah nemuin dia lagi dan dia tetap nolak buat ngasih tahu apa-apa tentang orang itu—bahkan namanya. Pak Seungwoo selalu bilang kalo itu permintaan terakhir mereka dan kakak gak bisa ngapa-ngapain karna kamu sendiri yang bilang buat ngehargain apa yang mereka lakuin. Sekarang kita gerak sendiri, tanpa petunjuk—itu jelas gak gampang. Dan waktunya juga gak bisa cepat.”
“Gitu ya, kak?”
“Bertahan bentar lagi ya? Kakak janji bakal bawa pulang orang itu dan lepasin kamu dari semua ini.”
Minhee tidak memberikan jawaban dengan jelas. Ia hanya mengangguk dan diam. Kesunyian lalu kembali menyelimuti mobil itu.
“Udah bisa turun?”
Satu pertanyaan itu akhirnya terujar setelah kesunyian yang menyelimuti mobil itu sejak percakapan tadi berakhir—tepat setelah Minhee bergerak untuk melepas sabuk pengamannya. Dan pertanyaan itu suskes membuat si manis menoleh dan menatapnya.
“Dia gak akan datang kan, kak?”
Lalu, saat Minhee mengajukan pertanyaan itu, sang kakak langsung menggeleng dengan ekspresi wajah paling meyakinkan—walau ia sendiri tidak yakin. Dulu, orang asing itu datang pertama kalinya untuk mencoba membunuh Minhee di rumah itu. Yoonbin jelas tidak yakin dengan jawabannya—tapi ia berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri dan Minhee—tentu saja.
“Gak. Dia gak akan datang.”
“Tapi, aku takut, kak.”
“Kakak udah nyuruh orang buat jaga rumah ini. Kamu gak usah takut.”
“Aku gak bisa tenang kalo gak ada kakak di sini.”
Ucapan Minhee setelah itu membuat Yoonbin menghela napasnya. Ia juga sama saja dengan Minhee. Tapi, apa yang bisa ia lakukan saat ia sudah punya pekerjaan yang harus ia urus?
“Maafin kakak, Hee. Kerjaan dari papa gak bisa kakak tinggal.”
Dan walau masih tidak rela, Minhee tetap mengangguk. Dalam diamnya, ia sendiri berusaha menyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Orang itu tidak akan datang lagi—ya, harus seperti itu, kan?
“Gak apa-apa, kak. Walau susah, aku bakal usaha biar gak takut-takut banget.”’
“Nanti telpon Asahi.”’
Tapi, Minhee menggeleng begitu saja. “Gak, kak. Asahi lagi sibuk, aku gak mau ganggu.”
Ya, Minhee memang takut. Tapi, ia tidak bisa menahan dan memaksa orang-orang yang selama ini bersamanya meninggalkan urusan mereka. Bagaimanapun ia bukan prioritas mereka. Masih ada hal yang lebih penting dari dirinya.
“Udah, jangan takut-takut. Keamanan rumah ini udah kakak perketat sejak kejadian dulu.” Berucap pelan, Yoonbin lalu mengulurkan tangannya untuk menepuk puncak kepala Minhee. “Udah ada yang jagain kamu. Nanti kakak minta tolong bibi juga biar nemenin kamu.”
Minhee tidak memberikan jawaban yang pasti. Ia hanya menggerakan kepalanya tapi entah itu anggukan atau gelengan. Detik beriktunya, saat Yoonbin menarik tangannya dari puncak kepala si manis, pemilik marga Kang itu lalu menggerakan tangannya untuk membuka pintu.
“Aku masuk ya, kak.”
Yoonbin mengangguk seadanya. Minhee lalu keluar dari mobilnya. Tapi, sebelum si manis menutup pintu itu, ia kembali memanggil si manis hingga bocah itu merunduk untuk menatapnya.
“Kenapa, kak?”
“Kalo emang tetap gak bisa, nanti telpon Yunseong ya.”
“Kak Yunseong?”
“Buat malam ini aja. Kakak usahain besok kerjaan kakak selesai biar bisa jagain kamu.”
“Iya.”
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.