⚘ Tujuh Belas

322 72 3
                                    




“Hallo, Kang Minhee.”

Minhee tidak pernah berpikir akan mengalami hal ini lagi. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya bahwa rasa sesak yang sama akan kembali menyerangnya. Sudah banyak tahun berlalu dan kenapa ini terjadi lagi secara tiba-tiba?

“Kang Minhee? Gak mau liat gue?”

Orang di belakang sana berucap lagi dan si manis bermarga Kang itu mulai merasakan dadanya yang terhimpit—tanpa sebab yang jelas. Ia mulai kesulitan bernapas. Dan saat ia memejamkan matanya untuk menghalau rasa tidak menyenangkan itu, sebuah kejadian lama berputar begitu saja dalam otaknya—sangat cepat dan berulang-ulang.

“Ja-jangan. Ja-jangan.”

Suaranya keluar lirih sekali. Penganganya pada ponselnya yang masih di sisi telingnya juga mengendur dan membuat benda persegi itu jatuh begitu saja. Lalu, pada detik setelah ponselnya jatuh, tangannya perlahan bergerak untuk menyentuh lehernya.

“Ja-jangan. B-bukan... bukan salah gue. G-gue gak t-tahu apa-apa.”

Kedua tangan Minhee kini sudah di lehernya. Ia seperti berusaha melepaskan sesuatu dari sana. Dan rasa sesak itu semakin menjadi, tatapannya juga sudah tidak fokus. Ia terlalu sibuk dengan siksaan tak kasat mata yang tiba-tiba menyerangnya—sampai-sampai ia tidak sadar dan ikut saja saat orang yang tadi menepuk pundaknya itu menyeretnya pergi dari depan cafe itu ke gang kecil dengan jalan buntu yang sepi.

“Le-lepasin gue! Gue g-gak tahu a-apa-apa. Lepasin!”

Sampai orang itu berhenti, Minhee masih terus berucap lirih dengan tangan yang berusaha melepaskan sesuatu dari lehernya. Padahal, orang itu jelas-jelas menahan kedua tangannya.

“Lepasin. Gue gak sa-salah...”

“Gak salah lo bilang?” Saat Minhee masih dengan rasa sakitnya, orang itu mengajukan sebuah pertanyaan yang sukses membuatnya menggeleng kuat-kuat. “Gak salah setelah lo buat hidup temen gue hancur dan masukin gue ke penjara? Heh, lo udah salah besar dan harusnya lo juga mati waktu itu.”

“Gak. B-bukan gue. G-gue gak salah.”

Tapi, Minhee tetap pada posisi yang sama—berusaha melepaskan sesuatu dari lehernya. Ia bahkan sudah merunduk dan menggeleng kuat-kuat—seakan orang di depannya itu benar-benar melakukan sesuatu padanya.

“Kenapa ini di leher? Ada yang nyekik? Tapi gak ada yang nyekik nih. Jadi, sini gue aja yang lakuin, biar rasanya lebih nyata dan lo mati.”

Tangan orang itu sudah terulur, berniat untuk mencekik Minhee—tentu saja. Tapi, saat tangannya baru menyentuh tangan Minhee di leher si Kang itu, sebuah tarikan di pundaknya membuat ia kaget begitu saja. Lalu saat ia menoleh, Yunseong ada tepat di depannya dengan wajah datar luar biasa.

“Lo siapa?”

Pertanyaan itu Yunseong ajukan karena memang orang yang menarik Minhee itu menggunakan pakaian serba hitam dengan masker dan topi. Tidak ada yang bisa mengenalinya dengan baik.

Tapi, orang itu sama sekali tidak memberikan jawaban dan langsung menyerang Yunseong. Membuat lelaki Hwang itu melawan dan aksi baku hantam mereka terjadi. Dan selama aksi baku hantam itu, Minhee masih pada posisi yang sama—berjongkok di pinggir jalan dengan kedua tangan yang masih berusaha melepaskan sesuatu dari lehernya dan berucap meminta dilepaskan karena ia tidak bersalah.

Tidak butuh waktu lama bagi Yunseong untuk membuat orang asing itu terpukul mundur. Ia sudah berhasil membuat orang itu jatuh dan hampir membuka identitasnya. Tapi, ia kalah cepat dengan gerakan kabur orang itu—membuatnya mendengus sebelum mengalihkan tatapannya pada Minhee.

Si manis masih pada posisi yang sama, membuat Yunseong segera bergerak untuk menghampirinya. Yunseong jelas bingung melihat apa yang Minhee lakukan dan mendengar ucapan-ucapan lirih yang keluar dari mulut si Kang itu.

Tapi melihat juga bagaimana Minhee kesusahan setiap menarik napas, ia jadi khawatir sendiri. Detik berikunya ia langsung menggerakan tangannya untuk mencoba menarik tangan Minhee dari leher pemilik marga Kang itu. Tapi, Minhee menggeleng keras dan berusaha menjauh dari jangkauannya.

“Le-lepasin.”

“Hee, ini gue. Lo kenapa? Lepasin ya?”

Tapi, Yunseong juga tidak menyerah hingga ia berhasil menarik kedua tangan Minhee dari leher bocah itu dan membuat bocah itu benar-benar menatapnya.

“Lo kenapa?”

Dan saat pertanyaan itu ia ajukan, Minhee langsung memeluknya begitu saja. Bocah itu menyandarkan diri di pundaknya dan memeluknya begitu erat. Yang bisa ia lakukan tentu hanya bisa membalas pelukan Minhee dan menenangkannya.

Setelah Minhee sudah cukup tenang dan pelukan itu sudah terlepas, Yunseong memilih untuk merapikan rambut si manis sebelum mengusap wajah manis itu yang berkeringat.

“Mau cerita?”

Jeda sesaat, Yunseong diam saja sambil menunggu Minhee untuk bicara. Sedang bocah Kang itu memilih untuk lebih tenang lagi sebelum memulai cerita.

“Dia mau bunuh gue.”

“Bunuh?”

Minhee mengangguk begitu saja. “Sama kayak dulu.”

“Lo kenal sama dia?”

“Gak.” Dijawab cepat oleh pemilik marga Kang itu disertai dengan gelengan. “Gue gak kenal sama dia. Dulu dia datang tiba-tiba, terus bilang kalo gue salah, gue yang harusnya mati. Padahal gue gak tahu apa-apa, gue gak salah. Bukan salah gue. Tapi dia bilang, gue salah. Gue tetap salah udah ngehancurin hidup seseorang yang gue sendiri gak kenal sama sekali.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

























Thank you...

Boys be Ambitious || HwangMiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang