“Seong, temen lo yang orang Amerika dulu siapa sih? Namanya maksudnya? Gue lagi sama Ben, nyari Minhee. Malas banget sebenarnya, tapi Ben maksa gue. Terus gue ketemu sama temen lo itu. Gue kira gue salah orang, makanya gue mau mastiin ke lo. Namanya siapa sih?”
“Sialan si bangsat!”
Mengumpat kasar, Yunseong segera berjalan keluar area kantornya. Ia lalu melangkah cepat ke arah perempatan hendak menyebrang—ketika matanya menangkap kehadiran seseorang dengan pakaian serba hitam, masker dan topinya di halte seberang jalan.
Itu orang yang selama ini berusaha untuk menangkap dan membunuh Minhee.
Yunseong kenal orang itu. Sehingga ia tidak berpikir berkali-kali untuk pergi dan menghampirinya. Dan menjadi sesuatu hal yang luar biasa saat orang itu tidak kemana-mana saat tahu ia pergi untuk menghampiri orang itu. Orang itu bahkan dengan santai melepas topi dan maskernya saat Yunseong tiba di depannya.
“Gue tahu lo pasti bakal nemuin gue sendiri tanpa tuh bocah sialan. Lo gak mungkin gak kenal sama gue, Hwang.”
Orang itu berucap lebih dulu sambil tersenyum kecil. Tapi, Yunseong masih betah dengan wajah datarnya.
“Mau lo apa?”
“Balas dendam. Apa lagi?” Jawab orang itu santai. “Bukannya itu juga yang lo mau?”
“Kapan gue bilang begitu?”
“Well, lo mungkin gak pernah bilang, tapi sebagai temen lo, I know, lo pasti mau balas dendam. Hidup lo hancur, Hwang, gak mungkin lo bisa diam aja liat orang yang buat lo menderita bahagia.”
Ucapan orang itu membuat Yunseong terkekeh sarkas. Hingga pada detik kesekian, ia mengangkat tangannya, menepuk pelan pundak orang itu.
“Lo cuma temen gue, lo gak tahu semua tentang gue. Jadi, mending lo berhenti sekarang.”
“Gak bisa. Gue masih gak bisa terima gimana hancurnya lo dulu. At least, Kang Minhee itu harus ngerasain sedikit aja kehancuran lo. Gue gak...”
“Berhenti.” Berucap penuh penekanan, lelaki Hwang itu tidak lupa memberikan tatapan tajamnya pada orang di depannya itu. “Lo sentuh Minhee—sedikit aja, gue yang bakal masukin lo ke penjara—lagi.”
“Hwang, lo...”
“Jangan ikut campur. Ini bukan urusan lo.”
Menatap ponselnya selama beberapa saat, Minhee lalu menghela napas berat sebelum mengalihkan tatapannya dari benda persegi itu. Ia menatap ke sisi kanannya dan kembali menghela napas. Diam lagi hingga akhirnya sebuah mobil berhenti di depannya. Lalu, saat seseorang keluar dari mobil itu untuk menghampirinya, sebuah senyum kecil terbit menghiasi wajahnya.
“Kenapa di sini?”
Orang itu mengajukan pertanyaan lebih dulu saat sudah duduk di sampingnya. Sedang pemilik marga Kang itu masih tersenyum sambil menatapnya.
“Kirain gak datang.”
“Mana bisa?” Tanya orang itu lagi. “Gak peduli tujuan lo, gue gak bisa gak datang kalo lo yang manggil. Lagi kenapa sih?”
Minhee menggeleng kecil, menatap ke depan sesaat sebelum kembali menatap orang di sampingnya itu. “Mau minta peluk. Boleh?”
“Peluk?”
Si manis mengangguk dua kali. “Boleh?”
“Lagi kenapa sih?”
Jika tadi ia mengangguk, sekarang ia menggeleng. “Lo pasti udah tahu, Jun. Gue gak mau cerita lagi.” Mengambil jeda sesaat, pemilik marga Kang itu kembali menatap ke depan sebelum kembali menatap Junho—orang itu. “Tapi, gue udah gak punya siapa-siapa lagi sekarang. Cuma lo yang gue punya buat dimintai ginian.”
Junho tidak memberikan jawaban setelah itu. Minhee sendiri juga diam sambil menatap lelaki Cha itu. Hingga pada detik kesekian, lelaki Cha itu akhirnya mengulurkan tangan kanannya untuk meraih pundak Minhee. Lalu, pelan-pelan membawa si manis masuk ke dalam pelukannya.
“Maafin gue, Hee. Gue gak...”
“Gak apa-apa, kok.” Junho belum menyelesaikan ucapannya, tapi Minhee—yang kini sudah bersandar di pundaknya, sudah berucap lebih dulu. “Walaupun gue masih belum tahu apa yang kak Yunseong mau dari gue, gue paham posisi lo.”
“Tapi tetap aja gue ngerasa salah. Selama ini lo sama gue, tapi gue...”
“Gak apa-apa. Kesalahan orang tua gue emang gak bisa dimaafin. Pantas kalo kak Yunseong mau balas semuanya ke gue.”
Jeda lagi, Junho kembali diam. Minhee memilih untuk menyamankan posisinya di pundak Junho sebelum membuka mulutnya dan berucap lagi.
“Tapi Jun, kalo gue bisa minta, tolong bilang sama kak Yunseong, gue.... sayang sama dia. Tolong, jangan benci sama gue.”
“Hee, lo beneran suka sama dia?”
“Jangan tanya lagi. Gue juga gak tahu kenapa bisa kayak gini.”
“Perjuangin. Lo mau kan?”
Apa yang Junho katakan setelah itu tidak langsung mendapatakan jawaban dari Minhee. Si manis bermarga Kang itu memilih diam sesaat sebelum menghela napas pelan.
“Apa yang harus gue perjuangin, Jun? Bahkan untuk semua yang udah gue lakuin selama ini, gak ada jawaban yang gue dapat. Apa lagi yang harus gue perjuangin?”
“Hatinya bang Yunseong.” Menjawab cepat, tangan kanan Junho lalu bergerak menepuk pelan puncak kepala si manis. “Gue yakin pasti ada yang berubah kalo lo mau perjuangin hatinya, sekali lagi.”
“Gitu ya?”
“Iya.”
“Oke.”
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys be Ambitious || HwangMini
FanficAwalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja, menjad...