⚘ Lima Belas

347 77 8
                                    




“Gak gitu caranya, Hee.”

“Hm?”

Minhee menoleh, menatap Yunseong dengan tangan kanan yang memegang pisau dan tangan kiri yang memegang toples selai kacang. Sedang yang ia tatap kini terlihat menatapnya malas sebelum kembali sibuk lagi dengan pekerjaannya. Minhee sendiri acuh dan akan bergerak untuk mengoleskan selai kacang tadi pada roti yang ada di atas meja.

Di letakannya toples selai itu ke atas meja setelah mengambil dengan pisau di tangan kanannya. Berikut tangan kirinya meraih roti, sudah akan mengoleskan selai itu ke atas permukaan roti. Tapi, gerakannya terhenti karena Yunseong yang bergerak lebih dulu untuk menahan tangan kanannya.

“Udah gue bilang, gak gitu caranya.”

“Terus gimana caranya? Kan tinggal masukin selai doang.”

“Tapi rotinya gak lo lubangin kayak gini juga.”

Menjawab cepat, Yunseong dengan cepat meraih roti dari tangan kiri Minhee dan pisau di tangan kanan si manis. Ia lalu mengembalikan selai yang tadi sudah diambil Minhee kembali ke dalam toples dan menggunakan pisau yang sama untuk memotong roti—yang Minhee lubangi bagian atasnya tadi—menjadi dua bagian.

“Hee, liat sini. Potongnya tuh gini, gak dilubangin dari atas. Kalo lo lubangin dari atas, selainya gak akan sampe ke semua sisi rotinya.”

“Gitu ya?” Tanya Minhee dengan tatapan polosnya.

“Emang lo gak pernah liat nyokap lo buatin roti kayak gini buat lo apa?”

“Enggak.”

Yunseong sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Selama hidupnya, apa saja yang sudah Minhee lakukan sampai melihat ibunya membuatkan roti selai—untuk sarapan—saja tidak pernah?

“Ya udah nih, yang lainnya buat kayak gini.”

“Tapi, semua rotinya udah gue lubangin, kak.”

“Kok bisa gitu sih lo?”

“Udah hancur, kak.”

“Terserah deh. Pokoknya tuh roti semuanya harus lo habisin, lo yang minta tadi.”

Setelah mengatakan kalimat itu, Yunseong kembali ke pekerjaannya—mengabaikan Minhee yang kini sudah menatap roti-roti nyaris hancur yang ada di atas meja dengan wajah merengutnya.

Tahan.

Yunseong tidak boleh menoleh untuk melihat wajah merengut—yang jatuhnya menggemaskan itu. Bisa ada bahaya besar jika ia melakukan itu.

Minhee?

Lupakan saja. Biarkan ia memikirkan cara untuk menghabiskan lima roti dengan berbagai macam selai yang tadi ia minta dari Yunseong.

Dan mari kembali pada Yunseong yang baru selesai melayani seorang pelanggan. Ia selanjutnya melihat apa yang kurang dari roti dalam etalasenya. Tapi, belum juga ia kembali untuk mengambil apa yang perlu, kedatangan Yoshi di tokonya mengalihkan perhatiannya.

“Seong, nanti sore sibuk gak?”

“Gak sih, tapi tuh.” Yunseong menjawab pertanyaan Yoshi dengan santai dengan dagu yang bergerak menunjuk Minhee yang duduk di meja yang ada di dalam sana—masih sibuk dengan roti-rotinya.

“Lah, di sini mulu tuh bocah. Gak kerja apa?”

“Bos mah bebas.” Menjawab acuh, Yunseong lalu ke belakang untuk mengambil roti yang perlu ia tambahkan ke dalam etalase, meletakan segelas air untuk Minhee dan kembali sibuk dengan rotinya. “Btw, kenapa lo nanya gue sibuk atau enggak?”

“Jiun ngajak ke tempat biasa. Katanya udah lama kita gak ke sana kan.”

“Terus dia kemana?”

“Pacaranlah. Gue tadi mikir kenapa gak dia sendiri yang ke sini, tapi pas liat Minhee di sini, gue tahu dia ngapain.”

Mengangguk acuh, Yunseong kembali ke meja kasir sebelum menatap Yoshi. “Tanyain Jiun, kalo gue boleh bawa dia, gue ikut.”

“Bawa aja sih. Bodoh amat sama Jiun, toh Ben juga ke sana kan.”

“Oke.”

“Kalo gitu gue langsung ya. Gue cuma lewat sini, makanya dititipin pesan sama Jiun tadi.”

Lalu, setelah Yunseong mengangguk, lelaki Jepang itu benar-benar pergi dari toko Yunseong.

Kini, suasana kembali sepi. Tidak ada siapapun di situ selain Yunseong dan Minhee—yang entah sampai kapan sibuk dengan rotinya di belakang sana.

Memilih untuk menghentikan aktivitasnya, Yunseong memilih untuk pergi menghampiri Minhee. Si manis masih sibuk menikmati rotinya—ia benar-benar akan makan semua roti itu sepertinya.

“Udah?”

“Hm? Belum, kak.”

Yunseong bertanya dan Minhee menjawab cepat diantara kegiatannya mengunyah rotinya. Detik berikunya, ia mendongak untuk menatap Yunseong—yang berdiri di sampingnya. Sukses saja membuat lelaki Hwang itu mendengus malas karena melihat penampakannya saat ini.

Kedua pipi yang sudah bulat semakin bulat karena roti yang memenuhi mulutnya, bibirnya yang mengerucut kecil dengan remahan roti dan selai yang berserakan disekitar mulutnya.

Sialan ya, Minhee. Yunseong mana kuat kalau seperti ini?

“Makan lo gak bisa lebih sopan apa?” Yunseong mengajukan pertanyaan itu dengan tangan yang bergerak menyeka selai di sudut bibir Minhee. Tapi bocah itu seperti tidak tahu apa yang ia lakukan.

“Hah?”

“Ditelan dulu itu.”

Minhee susah payah menelan roti di dalam mulutnya lalu memasukan potongan terakhir lagi ke dalam mulutnya. Mengunyahnya dengan cepat dan menelannya sebelum kembali menatap Yunseong.

“Kenapa, kak?”

“Kenapa, kak?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





















Aku tuh bingung mau potong dimana adegannya. Kalo dilanjutin nanti lewat jauh dari batas kata per partnya. Jadi potong di situ aja ya. Tahan dulu ya. Kalian jangan kayak Yunseong yang udah gk tahan di situ... eheeee

Thank you...

Boys be Ambitious || HwangMiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang