⚘ Dua Puluh Delapan

333 73 18
                                    




Saat sampai di kantor, Minhee langsung pergi untuk mencari pak Seungwoo. Ia bahkan mengabaikan panggilan Junho saat ia sempat ke ruangannya—ruangan bos—untuk mengambil sebuah berkas di sana. Lalu, saat ia bertemu dengan pak Seungwoo, pria itu nampak terkejut karena melihat kehadirannya.

“Loh kok datang? Kamu kan libur.”

“Kan beberapa hari belakangan saya udah mulai kerja, pak.”

“Cepet banget kamu liburnya.”

“Gak apa-apa, saya juga gak bisa lama-lama ninggalin kerjaan, pak.”

Jeda sesaat, pak Seungwoo terlihat mengangguk di posisinya saat ini. Minhee sendiri diam dan sedang menyusun semua kalimat yang akan ia katakan pada pria itu.

“Jadi, kenapa kamu ke sini? Ada masalah?”

Si manis menggeleng saja. “Enggak. Saya mau ngomong sesuatu sama bapak.”

Pak Seungwoo yang semula sedang memeriksa sebuah berkas yang ada di atas meja jadi menghentikan kegiatannya. Tatapannya sepenuhnya ia arahkan pada Minhee.

“Kamu mau ngomong apa?”

Tidak langsung menjawab pertanyaan pria itu, Minhee memilih untuk meletakan berkas yang tadi sempat diambilnya ke hadapan pak Seungwoo. “Ini surat kepemilikan rumah, perusahaan dan semua harta yang udah diubah sedemikian rupa sama orang tua saya, atas nama saya. Dulu, bapak suruh saya simpan semuanya sampe kita ketemu sama orang yang punya semua ini.”

“Terus, kenapa kamu kasih ke saya?”

“Bapak udah boleh ngurus untuk dibalikin namanya, gak pake nama saya lagi.”

“Gak pake nama kamu lagi, terus kita harus pake nama siapa? Saya belum ketemu sama dia, Minhee.”

“Hwang Yunseong.” Minhee menjawab dengan tenang, tapi pak Seungwoo terlihat kaget dengan ketika mendengar si manis menyebut nama itu. “Alamatnya ada juga di dalam berkas itu.”

“Kamu tahu dari mana tentang dia?”’

Pertanyaan diajukan lagi, tapi Minhee menggeleng kecil. Ia benar-benar tidak mau membahas bagaimana ia tahu tentang itu.

“Jadi, kamu beneran mau pergi?”

Pertanyaan lain lagi dan Minhee memilih untuk mengambil jeda sesaat sebelum mengangguk pasti. “Dari dulu saya udah bilang kan, pak. Kalo orangnya udah ketemu, saya bakal pergi.”

“Tapi, kamu mau pergi ke mana? Bukannya orang tua kamu juga udah ngejual rumah kalian?”

“Kemana aja, yang jelas gak di sini. Di sini bukan tempat saya.”

Pak Seungwoo tidak memberikan jawabannya. Minhee sendiri tidak tahu apa yang pria itu pikirkan. Tapi, ia juga tidak mau peduli. Hingga hampir satu menit berlalu, ia kembali membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.

“Oh ya, pak. Saya gak bisa ngembaliin langsung semua ini ke orangnya. Jadi kalo dia balik, titip pesan buat dia, saya gak ambil apapun dari semua yang dia punya. Tolong jangan benci sama saya.”














”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Yunseong masuk ke ruang kerja bos di kantornya—ya, kan emang kantornya—dengan terburu-buru. Membuat Junho yang sedang sibuk mengerjakan beberapa hal jadi kaget dan hampir terjungkal dari duduknya.

“Anjir bang, santai, kek.”

“Minhee mana?”

Lalu, saat Junho memberikan komentar atas tindakannya, ia hanya acuh dan mengajukan pertanyaan tadi.

“Minhee?”

“Dia ke sini, kan?”

Junho mengangguk dua kali. “Iya sih, tadi emang ke sini. Tapi cuma ngambil sesuatu terus pergi lagi. Gue gak tahu dia kemana.”

“Dia gak ngasih tahu lo?”

“Gak tuh. Dan setahu gue, gak ada hal penting banget yang harus dia urusin.”

“Sialan!”

Menarik rambutnya frustasi, Yunseong lalu menatap ke sekeliling ruangan itu sebelum kembali menatap Junho. “Gue mau nyari Minhee dulu. Kalo dia ke sini, langsung telpon gue.”

“Emang kenapa sih? Ada masalah?”

“Nanti gue jelasin.”

Yunseong langsung pergi setelah itu, mengabaikan Junho yang sudah membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu. Dan Junho akhirnya hanya bisa menatapnya saja.

Hampir semenit berlalu, lelaki Cha itu lalu menunduk, hendak melanjutkan pekerjaannya lagi. Dan saat itu seseorang masuk ke ruangan itu, membuatnya jadi mendongak untuk menatap orang itu.

“Loh, Hee?”

Tidak ada jawaban, Minhee hanya berjalan tenang ke arahnya sebelum berhenti di depannya. Setelah berhenti, tangan kanan pemilik marga Kang itu lalu terulur padanya.

“Pinjem hape lo dong.”

“Hape? Mau apa?” Junho jelas bingung dengan hal itu.

“Mau nelpon kak Ben, hape gue ketinggalan.”

Mengangguk saja, Junho lalu meraih ponselnya yang ada di atas meja dan memberikannya pada Minhee. Si manis menerimanya dengan sebuah senyum kecil. Selanjutnya, ia sibuk dengan benda itu selama beberapa saat, lalu menempelkannya di sisi telinga kanannya, sibuk lagi dengan benda itu sebelum mengembalikannya pada Junho.

“Kak Ben gak angkat telponnya. Gue langsung ya.”

“Lo mau kemana?”

“Pulang.”

Seperti halnya Yunseong tadi, pemilik marga Kang itu langsung pergi meninggalkan Junho begitu saja.

Junho sendiri hanya diam, menunggu hingga Minhee sudah keluar dari ruangan itu sebelum ia meriah kembali ponselnya. Ia harus menghubungi Yunseong. Lelaki Hwang itu baru saja mengatakan padanya untuk menelpon jika Minhee kembali ke kantor.

Tapi, apa yang ada di ponselnya sukses membuat lelaki Cha itu mengerutkan keningnya dan berakhir berdecak kesal.

“Sialan Minhee, dia ngehapus kontaknya bang Yunseong sama semua riwayatnya.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






















Thank you...

Boys be Ambitious || HwangMiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang