Bab 22. Seleksi S 4 : Sastra Bahasa

451 66 94
                                    

Saat wajah Auristela semakin dekat dengannya, Zen lantas bertanya, "Siapa sebenarnya Anda?" Tatapan tajam Zen tidak berpaling sedikit pun dari Auristela.

Mendengar pertanyaan Zen, sontak Auristela menghempaskan tangan dia dari dagunya. "Saya adalah Auristela Helena Venezia. Putri dari Devan Verian."

"Apa hubungan Anda dengan Quiellia?" tanya Zen seakan tidak mempercayai pernyataan Auristela.

Saat Auristela hendak menjawab pertanyaan Zen, tiba-tiba terdengar suara seseorang terus menyebut-nyebut kan namanya, seperti sedang memanggil. Zen yang ikut mendengar nama Auristela terpanggil, sontak dia pun berjalan kembali ke tempat duduknya yang sebelumnya di tempati.

Tak lama kemudian, ada seorang pria yang masuk ke dalam tenda tersebut. Pria tersebut sontak terkejut saat melihat Auristela ternyata ada di dalamnya. Dia pun langsung menghampiri Auristela dan menariknya paksa untuk keluar dari sana.

Tetapi, Auristela tidak terima dirinya diperlakukan seperti itu. Sehingga dia pun langsung menghempaskan tangan pria itu darinya.

"Siapa yang mengizinkan Anda menyentuh saya, Doktor?" tanya Auristela menatap Doktor Alvaro.

Doktor Alvaro pun berbalik badan menghadap Auristela kemudian menjawab pertanyaannya, "Saya sudah lama mencari Nona, dan ternyata Anda ada di sini."

"Memangnya kenapa?" tanya Auristela mengangkat sebelah alisnya.

"Sebenarnya---" ucap Doktor Alvaro, namun sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Zen sudah memotongnya.

"Ini tenda saya, Nona," sahut Zen sembari menuangkan segelas teh ke gelas yang ada di hadapannya.

"Mana ada!" seru Auristela menyangkal pernyataan Zen.

"Pak, ada panggilan dari kepala ...," ucap Sion tiba-tiba memasuki tenda. Tetapi, dia menghentikan ucapannya saat menyadari ada orang lain di tenda itu. "Mengapa ada mereka?"

"Nona, sebaiknya kita cepat kembali," ucap Doktor Alvaro.

"Tidak mau! Ini tenda saya!" seru Auristela tetap kekeh dengan pernyataannya.

"Nona bisa tinggal," ucap Zen menatap tajam Auristela.

"Pak?" tanya Sion sontak terkejut mendengar perkataan Zen.

"Apa?" tanya Doktor Alvaro yang ikut terkejut, sama halnya seperti Sion.

"Nona bisa tidur di lantai, saya tidak ada masalah," ucap Zen.

"Tidak! Anda yang seharusnya keluar! Saya tidak mau tahu!" seru Auristela yang tetap pada pendiriannya.

"Baiklah," ucap Zen sontak bangkit berdiri. Dia pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tersebut. Namun sebelum keluar dari tenda itu, dia berkata, "Keliling hutan pada malam hari sendirian, tidak ada toleransi. Termasuk dari Anda, Alvaro."

"Tetapi ... Tuan?" ucap Sion mencoba membantu Auristela, namun apalah dayanya yang tidak bisa berbuat banyak. Pada akhirnya, Sion hanya bisa mengikuti Zen dari belakang tanpa berbicara lebih lanjut karena menyadari tatapan emosi darinya.

"Bagaimana ini Nona?" tanya Doktor Alvaro.

"Kondisi saya tidaklah separah itu sampai mengitari hutan malam hari saja tidak sanggup," ucap Auristela dengan percaya diri. Padahal sebenarnya dalam batinnya sedang ragu akan pernyataannya barusan.

Di luar tenda, Zen mencari tempat sunyi untuk membahas tentang masalah yang hendak di sampaikan Sion. Keduanya berbincang cukup panjang hingga hari tidak terasa sudah petang. 

Saat mereka akan pergi meninggalkan tempat tersebut, tanpa sengaja indra pendengaran Zen mendengar sesuatu dari balik pohon. Zen pun memberikan kode pada Sion untuk mengepung ke arah pohon tersebut, tanpa adanya turun tangan senjata. Karena dia mengetahui, bisa jadi itu hanya hewan atau orang jahil.

Amor Aeternus [END!] [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang