Bab 51. Permainan Kedua

136 50 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore, semua peserta telah hadir dan berkumpul di Aula. Di antara banyaknya siswa, Auristela kali ini tampak lebih menonjol, karena penampilannya yang lebih feminim dari sebelumnya. Kejadian tidak sering terjadi, semua bermula dari taruhan Yvonne.

"Bagaimana, primadona? Semua merasakan hal yang sama dengan saya bukan?" ledek Yvonne tertawa kecil.

"Diam!" seru Auristela mulai mencopot beberapa aksesoris di tubuhnya.

"Baiklah, perhatian semuanya," ucap Alora membuka acara, "permainan ke dua kali ini adalah petak umpet polisi maling."

"Wah seru itu pasti," ujar Rose bersemangat.

"Tidak Rose, dugaanmu salah," sanggah Jesselyn yang cukup teliti.

"Dalam permainan ini, kalian tiga ratus lima puluh orang akan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok polisi dan maling, di mana tugas polisi untuk mencari maling yang bersembunyi dan maling bertugas untuk bersembunyi sampai waktu yang di tentukan telah usai. Kalian yang tertangkap akan langsung gugur dalam permainan, seperti tiga ratus lima puluh peserta sebelumnya," jabar Alora tersenyum. "Silakan lanjutkan, Athenashya dan Christian."

"Saya akan menjelaskan tata cara bermainnya dari tim polisi," sambung Athenashya, "para polisi nantinya akan berjaga, dan bergantian mencari para maling. Untuk menggugurkan maling, para polisi harus menembakkan peluru dari senjata yang kami akan berikan nanti. Kalian juga dibebaskan untuk menembak pada seluruh area tubuh karena pelurunya tidak membahayakan nyawa."

"Sedangkan tim maling," lanjut Christian, "kalian ini harus pandai-pandai bersembunyi. Setiap maling tentu mendapatkan senjata juga, tujuannya untuk melindungi diri dari kejaran polisi. Namun jumlahnya yang terbatas membuat kalian harus pandai-pandai memanfaatkan kesempatan dan cepat memahami situasi. Para maling juga dapat menggugurkan polisi bila mengenai titik putih yang terdapat pada pakaian polisi atau, polisi tersebut tidak dapat menangkap satu pun maling."

"Bukankah tidak adil, polisi dapat menyerang seluruh area tubuh sedangkan maling hanya bagian tertentu?" protes salah satu siswa.

"Betul, mengapa maling tidak seleluasa polisi?" sahut siswa lainnya.

"Hal tersebut karena para maling diberikan kebebasan untuk bersembunyi di mana pun, kecuali di kamar pribadi atau area utama," jawab Athenashya tersenyum.

"Yang harus diperhatikan dan diingat adalah nyawa kalian hanya ada satu, sekalinya tertembak maka otomatis alat pendeteksi berbunyi dengan kata lain, kalian gugur," jelas Christian.

"Sepertinya akan menarik." heboh murid-murid itu.

"Ini adalah daftar maling dan polisinya, harap di simak," sahut Alora meunculkan hologram nama-nama pesertanya serta pembagiannya.

"Maling," ucap Yvonne tersenyum.

"Polisi," ucap Vanessa gemetaran begitu menyadari Fernando dan dirinya tidak setim. "Bagaimana mungkin! Ini tidak adil!"

"Sabar Van, saya juga polisi kok," ujar Rose tersenyum.

"Saya juga polisi," jawab Jesselyn melirik Auristela yang mendapatkan maling. "Lihat saja nanti."

"Sial! Lagi-lagi saya sekelompok dengan Auristela," gerutu Dravin sembari menatap Auristela.

"Karena semua sudah mengetahui kelompok masing-masing, kita akan mulai permainannya pukul enam pas," ucap Alora di tengah keramaian siswa, "harap kelompok polisi mengikuti Athenashya dan kelompok maling mengikuti Christian."

Tim polisi bersama Athenashya menunggu sejenak, sembari mereka dibagikan senjata. Berbeda dengan tim maling, setelah mendapatkan senjata, semuanya berpencar.

Amor Aeternus [END!] [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang