1. Undangan (1)

613 51 1
                                    

Di sebuah rumah di Jl. Gravity, terdengar suara teriakan dari lantai 2 rumah itu.

"Nge-game terooos", teriak Mama Park

"Nggak guna sama sekali", lanjutnya

Jae, yang baru lulus kuliah beberapa bulan lalu, langsung mematikan siaran langsung yang dibuatnya. Dia tidak mau para penonton siarannya melihat pertengkarannya yang kesekian kalinya dengan sang Mama.

Ya, sang Mama memang melarangnya untuk menekuni hobinya bermain game dan bermusik. Menurut sang Mama, hobi Jae itu tidak berguna sama sekali. Belum lagi, dari awal Mama tidak setuju Jae kuliah jurusan teknik mesin. Mama maunya Jae masuk jurusan kedokteran, atau ekonomi.

"Mending kamu cari kerja, biar bisa dapet duit buat bayar sekolah Jisung!!!", ucap Mama lagi

Jae menghela nafas. Dan baru saja dia hendak berbicara, Mama sudah berjalan ke pojokan tempat gitar Jae berada. Mama mengambil gitar Jae itu, dan tanpa diduga, Mama membantingnya.

"Haru!!!", teriak Jae

Mata Jae membulat sempurna melihat gitarnya yang sekarang hancur berkeping-keping. Jisung yang ada di kamar sebelah langsung datang melihat keadaan. Dan Jisung ikut terkejut melihat gitar Jae yang hancur.

"Kalau kamu nggak bisa cari uang buat bantu perekonomian keluarga, kamu angkat kaki dari rumah ini. Siapa yang dulu suruh kamu masuk jurusan teknik? Sekarang cari kerja jadi susah. Sudah begitu, hobi cuma main musik dan game. Sama sekali tidak berguna"

Jae menggeram marah. Jisung buru-buru menenangkannya.

Setelah Mama keluar dari kamar, Jae mengacak-acak rambutnya kasar. Seandainya Mama hanya menghentikan siarannya, dia akan tetap diam seperti biasanya. Tapi karena Mama sudah merusak Haru, gitar kesayangannya yang biasa dia pakai siaran musik, Jae menjadi sangat marah. Beruntung tadi Jisung menghentikannya.

Tiba-tiba Mama kembali masuk ke kamar Jae. "Ada surat"

Kemudian Mama kembali pergi.

"Buka, Kak", ucap Jisung

Jae lalu menyobek amplop surat itu dan membaca isinya.

Surat itu ditulis dengan tinta emas dan diawali dengan kalimat, "Hello, Park Jaehyung"

Jae terus membaca isinya. Ternyata surat itu adalah undangan masuk ke sebuah kosan baru. Terdapat foto kosan itu juga yang terselip di dalam surat. Selain itu, ada juga sebuah kartu ATM lengkap dengan pinnya. Dalam surat itu tertulis juga kalau kartu ATM itu akan menjadi milik Jae dan boleh digunakan sesuka hatinya.

Jae dan Jisung saling pandang.

"Kakak akan ke sana besok", ucap Jae

Jisung menggoyang-goyangkan lengan Jae. "Kak, jangan pergi. Ajak Jisung juga"

Jae mengusap lembut rambut Jisung. Meski sang Mama berlaku tidak adil dengan pilih kasih kepada dia dan Jisung, tetap saja Jae menyayangi adiknya itu.

Andai Mama tahu siapa yang diam-diam membayar uang SPP Jisung setiap bulan...

"Jisung, kamu besok harus sekolah. Jangan ikut Kakak, ya? Nanti Mak Lampir marah"

"Tapi-"

Lagi, Mama masuk ke dalam kamar Jae. Kali ini wajah beliau sedikit cerah.

"Ada surat buat Jisung"

Kemudian Mama pergi lagi.

Karena sampulnya senada dengan milik Jae, Jisung langsung membukanya. Dan ternyata, keduanya mendapat undangan yang sama.

Hello, Park JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang