25. D-Day

34 11 0
                                    

Yerin
Jamie
Ibumu meninggal
Pulanglah



Badan Jamie merosot di lantai begitu membaca pesan dari Yerin. Ibu, satu-satunya keluarga yang dimilikinya, sekarang pergi meninggalkannya. Meski sang ibu selama ini sering bersikap kasar padanya, bagaimanapun dia tetaplah ibunya.

"Turut berduka cita, Kak. Nanti aku ikut melayat, ya?" ucap Jiwon.

Semua penghuni kosan mengucapkan bela sungkawa mereka, termasuk Jinjin dan Pak Jinyoung.

"Maaf aku nggak bisa ikut. Hari ini ada jadwal streaming lagi bersama Jay. Tapi kalau udah selesai, aku janji akan datang," ucap Jae.

"Aku juga nggak ikut, Kak. Aku harus sekolah," sahut Jisung.

"Aku kosong jadwal. Aku ikut nanti, bareng Mina juga," ucap Jimin.

Jinjin menepuk-nepuk pundak Jamie lembut. "Aku juga akan ikut."

Jamie mengusap air matanya yang kembali menetes. "Terima kasih semuanya..."

Jihyo memeluk Jamie erat. "Jamie, maaf ya aku nggak bisa ikut juga. Hari ini jadwal operasiku."

Jamie tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Hyo... Semoga operasimu berjalan lancar, ya? Maaf nggak bisa mendampingi..."

Kemudian kedua gadis yang seumuran itu kembali berpelukan erat.

Jinjin tertegun. Ah, dia hampir lupa kalau hari ini Jihyo akan dioperasi. Dan donaturnya adalah,,, Daniel.

Jimin melihat perubahan air muka Jinjin. Langsung diajaknya laki-laki itu keluar dari ruang tengah kosan.

"Park Jinjin, kurasa kamu sudah tahu soal operasi Jihyo, juga siapa pendonor hati untuknya. Kamu nggak usah khawatir. Dia akan baik-baik saja. Berdo'a saja yang terbaik untuk Jihyo dan Daniel."

Jinjin menundukkan kepalanya. "Kuharap juga begitu."

**

Langkah kaki Jamie terhenti di hadapan rumahnya yang kini berhiaskan bendera kuning. Tadi dia diantar menggunakan mobil Wooseok, bersama Jiwon. Jimin dan Mina menyusul menggunakan mobil Jimin. Seungyoun tadi masih ada jadwal di rumah sakit, dan langsung menyusul begiru Jamie memberi kabar. Jinjin juga menyusul menggunakan motornya sendiri.

Yerin sudah menunggu di teras rumah Jamie.

"Aku turut berduka cita ya, Jamie. Tadi pagi sebelum meninggal, Tante Jes masih manggil namamu. Tapi belum lagi aku hubungin kamu, Tante Jes udah--"

Jamie menepuk-nepuk pundak Yerin. "Makasih ya Yer, udah mau gantiin aku jagain Ibu. Maaf aku ngerepotin keluargamu banget."

"Nggak apa-apa, kok. Aku senang banget. Mama sama Papa juga nggak keberatan."

Kemudian mereka semua masuk ke dalam rumah. Jamie bisa melihat tubuh sang ibu yang sekarang terbalut kain kafan. Seungyoun yang baru saja tiba, berdiri di sebelah Jamie, mencoba menguatkan gadis itu.

Cukup lama mereka berada di sana. Setelah prosesi pemakaman selesai, Jimin, Jiwon dkk berpamitan pulang. Mereka ingin mendampingi Jihyo di rumah sakit. Sementara Jamie dan Seungyoun tetap tinggal.

Ketika rombongan bersiap untuk pulang, rombongan lain datang. Ternyata rombongan itu adalah Park Haejin, disusul beberapa orang di belakangnya dan 1 anak muda, mungkin sebaya Jiwon. Anak laki-laki muda itu sempat melihat Jiwon.

"Bukannya itu Jiwon? Sama pacarnya? Ngapain mereka di sini?", gumam anak itu. Baru saja dia bermaksud memanggil Jiwon, Park Haejin memanggilnya.

"Seonghwa? Ayo masuk!"

Anak laki-laki yang ternyata bernama Seonghwa itu, hanya menurut.

"Iya, Pa."

Setelah masuk, Park Haejin melihat Jamie yang duduk dengan dikelilingi beberapa pelayat. Haejin mengenali Jamie sebagai pasien yang pernah berkonsultasi dengannya, dan juga Haejin masih ingat perkataan Jessica tentang siapa sebenarnya anaknya.

Haejin pun menyalami Jamie. Kebetulan saat itu para pelayat mulai berpamitan pulang, tersisa Jamie, Seungyoun, Yerin dan mama Yerin saja. Mama Yerin sempat beradu pandang dengan Haejin, dan seolah memberi sinyal kalau Jamie adalah putrinya.

"Maaf, Jamie Park. Apakah kamu adalah putri dari Jessica?" tanya Haejin hati-hati.

Jamie mengangguk pelan. "Bapak,,, Pak Haejin kan? Kenalan Jiwon?"

"Betul. Sebenarnya saya adalah Om nya Jiwon."

"Ah, begitu. Lalu, kenapa Bapak bisa datang ke sini? Apa Bapak dikabari oleh Jiwon?"

"Ah, tidak. Saya dikabari oleh Tiffany- maksud saya, Mamanya Yerin."

"Dikabari Tante Tiffany? Apakah Bapak mengenal ibu saya?"

"Eum,,, ya... Begitulah."

Setelah kembali beradu pandang dengan mama Yerin, Haejin memberanikan diri berterus-terang tentang jati dirinya.

"Jamie Park, sebenarnya saya adalah mantan kekasih ibumu."

Jamie terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Tambah terkejut lagi dengan apa yang dikatakan Haejin berikutnya.

"Dan saya,,, adalah orang yang semestinya bertanggung-jawab atas kehamilan ibumu dulu. Ya, sayalah ayah kandungmu. Dan ini, Park Seonghwa, dia adalah saudaramu."

**

Dokter sudah mempersiapkan segala macam peralatan untuk operasi Jihyo. Bahkan sampai saat-saat terakhir menjelang operasi, Jihyo belum tahu siapa pendonor untuknya. Yang dia tahu, kedua orangtuanya dan juga orangtua Daniel datang memberikan semangat untuknya.

"Saudari Park Jihyo, kita mulai operasinya."

**

Jinjin keluar dari minimarket. Ya, tadi dia berbelok dulu ke minimarket untuk membeli minuman yang langsung dihabiskannya. Setelah itu, dia kembali menggeber motornya menuju rumah sakit untuk melihat keadaan Jihyo.

Sepertinya semua akan baik-baik saja, tapi tiba-tiba Jinjin merasa kepalanya pusing. Sepertinya penyakitnya kambuh. Ah, Jinjin baru ingat kalau beberapa hari ini dia tidak meminum obatnya.

Jinjin mulai oleng dan kehilangan keseimbangannya. Motor Jinjin pun menabrak tiang pembatas di tepi jalan. Tubuh Jinjin terhempas beberapa meter, dan disambut oleh motor trail. Jinjin langsung terkapar tak sadarkan diri.

Di kosan, Jae yang masih melakukan streaming bersama Jay, teralihkan atensinya ke ponselnya yang tiba-tiba berdering. Jae pun meminta Jay untuk mengangkatnya.

"Halo? Iya ini temannya Park Jaehyung. Maaf, ini siapa? Eh, apa? Park Jinjin kecelakaan? I-iya saya dan Kak Jae akan pergi ke rumah sakit."

Jay dan Jae saling pandang.

"Kak, kita sudahi streaming nya. Ayo kita ke rumah sakit sekarang."

#####

Hello, Park JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang