Jimin menghentikan mobilnya di depan kantor PES Corp. Di kantor inilah Papanya bekerja menjadi seorang CEO. Park Corp juga membawahi beberapa perusahaan lainnya. Bisa dibilang, PES Corp adalah perusahaan yang sangat sukses.
Ah, Jimin tak peduli dengan titel yang didapat oleh sang Papa. Seperti halnya Jay, Jimin juga menginginkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtua mereka. Apalah arti harta, kalau tak ada kasih sayang.
Pelan, Jimin melangkahkan kakinya menuju lobi kantor. Seorang satpam pun menyapanya.
"Den Jimin mau bertemu Tuan Park?"
Jimin mengangguk. "Iya. Apa Papa ada di ruangannya, Pak?"
"Iya, Den. Den Jimin langsung saja menuju ruangan beliau"
"Baik, Pak. Terimakasih"
"Sama-sama, Den"
Jimin lalu meneruskan langkahnya menuju ruangan sang Papa yang berada di lantai 15.
Jimin sudah tiba di lantai 15, dan bersiap menuju ruangan tempat sang Papa berada. Ketika beberapa langkah lagi sampai, Jimin melihat Papanya berada di depan ruangan kerjanya, sedang on the phone dengan seseorang. Dari raut wajahnya, sepertinya pembicaraannya sangat serius.
"Papa..."
Sang Papa menoleh terkejut. "Jimin?"
Jimin berjalan mendekat. "Akhirnya aku bisa ketemu Papa juga. Ada yang perlu aku bicarakan dengan Papa"
"Apa itu, Jimin? Apa uang bulananmu kurang? Atau mungkin Jay? Biar Papa transfer"
"Bisakah Papa berhenti bicara soal uang? Pernahkah Papa mikirin perasaanku dan Jay? Apa Papa nggak--"
"Oh, maaf Jimin. Papa ada meeting dadakan dengan client. Kita bicarakan ini lagi nanti"
Sang Papa berbalik, bersiap kembali ke ruangannya.
"Park Eunseok!!! Aku masih ingin bicara denganmu!!!"
Sang Papa menoleh sekilas. "Kita bicarakan nanti, Park Jimin"
Kemudian sang Papa masuk ke dalam ruangannya.
Jimin mengacak-acak rambutnya kesal. "Baik. Kita bicarakan nanti, Park Eunseok!!!"
**
Mina sedang duduk-duduk di halte depan kampus, menunggu angkutan yang akan menuju ke rumahnya. Biasanya dia dijemput Jimin, tapi Jimin bilang dia ada urusan dengan Papanya hari ini.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapan Mina. Mina sangat familiar dengan mobil keluaran Audi itu.
Kaca mobil diturunkan.
"Kak Jimin?"
Jimin tersenyum, tapi Mina bisa melihat gurat-gurat kecewa di wajah Jimin.
"Ayo, masuk. Kuantar pulang" ucap Jimin
Meski bingung, Mina pun masuk juga ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan, hanya hening yang melanda. Jimin tak berniat membuka obrolan, dan Mina juga tak ingin banyak bertanya.
Jimin menghentikan mobilnya di sebuah kafe. Jimin memilih tempat di lantai 2. Hanya ada mereka berdua di sana. Sepertinya Jimin sudah menyewa tempat itu.
Sepanjang makan pun, tidak banyak obrolan tercipta. Jimin benar-benar terlihat tidak dalam mood yang baik saat ini.
Barulah setelah mereka selesai makan, Jimin membuka obrolan.
"Mina..."
"Ya, Kak? Ada apa?"
"Kamu tau nggak, kenapa aku ajak kamu ke sini?"
Mina menggeleng pelan. "Tadinya aku heran, kan Kak Jimin bilang mau ketemu Om Eunseok. Tapi tiba-tiba muncul jemput aku"
Jimin menghela nafas. "Aku tadi udah ketemu Papa"
"Lalu?"
"Biasalah... Katanya sibuk. Cih, sibuk melulu. Sampe nggak ada waktu buat anak"
"Tunggu. Kak Jimin tadi bilang, udah ketemu Om Eunseok?"
"Iya, udah. Cuma ketemu sebentar aja. Habis itu Papa ngilang lagi, katanya ada meeting. Gatau deh Min, Papa kayak menghindar terus dari aku. Papa cuma nanya, duitku habis kah? Ck, dia bahkan nggak tanya keadaan aku sama Jay gimana. Yang diurus cuma uang"
Mina mencoba tersenyum. Sebelah tangannya menggenggam tangan Jimin. "Kak, jangan berpikiran buruk soal Papa Kak Jimin ya? Mungkin Om Eunseok emang sibuk banget"
"Tapi Min, masa nggak ngurusin aku sama Jay? Ini udah sekian lama aku sama Jay nggak ada di rumah lagi buat pindah ke kosan itu, dan Papa nggak tanya kami ada di mana? Bener-bener deh... Ya se-sibuk apapun, pasti sadar lah anaknya nggak ada di rumah, apalagi se-lama itu. Orangtua macam apa itu?"
Jimin berusaha kuat untuk menahan air mata yang siap untuk jebol. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Mina.
Tapi...
Tapi...
"Kak?"
Kedua tangan Mina menggenggam erat tangan Jimin, berusaha memberikan kekuatan. "Kalau Kakak mau nangis, nangis aja. Kalau Kakak butuh sandaran, bahuku siap kok"
Tangis Jimin pun pecah. Di hadapan sang kekasih, akhirnya Jimin pun menangis. Jimin tak peduli lagi Mina akan menganggapnya lemah.
Mina menggeser kursinya ke sebelah kursi Jimin. Direngkuhnya tubuh Jimin, dan membuat kepala pemuda itu bersandar di bahunya.
"Biasanya Kak Jimin yang jadi tempatku bersandar. Hari ini, biarkan aku yang menjadi tempatmu bersandar. Nggak apa-apa, nangis aja. Luapin semua yang Kak Jimin rasakan"
Dan tangis Jimin semakin menjadi. Dalam hati Jimin bersyukur juga bisa memiliki Mina sebagai kekasihnya.
"Makasih, Mina... Makasih..."
#####
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Park J
FanficTentang anak-anak Park J yang mengalami masalah keluarga, sampai suatu hari mendapatkan undangan ke sebuah kos-kosan yang ternyata menyatukan mereka, dan membantu mereka memecahkan masalah masing-masing.