I'm back guyssss
Kangen?Jiwon baru selesai maskeran ketika pintu kamarnya diketuk.
"Ya? Siapa?"
"Ini Jihyo"
Jiwon langsung membuka pintu kamarnya. Jihyo hampir terlonjak kaget melihat penampilan Jiwon yang maskeran plus rambut hitam panjangnya terurai.
"Ya Allah, kirain hantu yang nunggu kamarmu, Won" ucap Jihyo sambil mengelus-elus dadanya
Jiwon nyengir. "Ada perlu apa Kak?" Jiwon sedikit kesusahan bicara gara-gara maskernya.
"Eum,,, tadinya aku mau curhat sama kamu. Tapi kayaknya nanti aja deh, nunggu kamu udah bersihin wajah kamu, biar enak ngobrolnya"
"Eh, oh, aku cuci muka dulu deh kalo gitu Kak"
"Jangan... Aku tungguin aja gapapa. Berapa menit sih? Lima belas? Dua puluh? Nggak apa-apa, aku tunggu"
Duh, Jiwon jadi bingung. Nggak enak nyuruh Jihyo menunggu. Tapi masker yang baru dipakainya ini adalah stok masker terakhirnya. Jiwon belum beli lagi. Dia kepo juga dengan apa yang akan Jihyo bicarakan. Tapi sayang masker juga.
Hmm...
Jiwon sibuk berpikir. Tahu-tahu sudah lewat lima belas menit. Ya akhirnya Jihyo yang menunggunya.
"Sudah lima belas menit, Won" ucap Jihyo yang sedikit mengagetkan Jiwon
Jiwon tersadar. "Hah? Oh iya. Bentar Kak, aku cuci muka dulu"
Tak butuh waktu lama bagi Jiwon untuk bebersih. Gadis itu lalu mengunci pintu kamarnya setelah sebelumnya memasang plakat bertuliskan 'Jangan Ganggu' di pintu kamarnya.
"Oke, silakan Kakak bercerita"
Jihyo berdehem. Setelah mengatur nafas, gadis itu pun mulai bercerita. "Jadi Won, aku rasa kamu udah tau kan soal rahasiaku?"
Jiwon mengangguk pelan. "Iya, sedikit"
"Nah, aku akan jujur sekarang. Memang, iya, aku lagi sakit. Kanker hati, stadium 3. Aku udah mengikuti pengobatan, tapi belum sembuh juga. Ada 1 cara yang belum kucoba, yaitu operasi transplantasi hati. Aku diundang ke kosan ini oleh Mr. Park dengan janji dibantu untuk itu. Tapi sejauh ini belum ada kabar lagi soal itu. Aku juga nggak tau kontak Mr. Park"
Jiwon dengan setia terus menyimak.
"Kamu tau nggak sih, Won? Aku tuh sebelumnya udah mau nyerah, udah pasrah aja, karena keluargaku juga nggak kaya, jadi susah buat dapat biaya pengobatan. Tapi aku merasa dapat angin segar waktu dapat undangan dari Mr. Park. Aku jadi semangat lagi, apalagi bertemu dengan kalian-kalian ini. Aku seneng banget"
"Aku mau terus hidup, dan mau tetap ada komunikasi sama kalian terus, Won"
Jiwon mengukir senyuman tipis ketika Jihyo selesai bercerita. "Aku juga senang bisa diundang ke tempat ini dan bertemu kalian, Kak. Aku merasa aku dapat dukungan dalam meraih cita-citaku. Aku mau buktikan kepada kedua orangtuaku kalau aku mampu"
Jihyo menggenggam erat tangan Jiwon. "Kita berjuang bersama-sama"
**
Baru saja Jihyo kembali ke kamarnya sendiri, Jiwon kembali kedatangan tamu. Kali ini tamunya adalah Jamie.
"Aku mau cerita soal luka itu, Won" ucap Jamie tanpa basa-basi
Jiwon lalu mempersilakan Jamie duduk. Plakat 'Jangan Ganggu' masih terpasang di pintu kamarnya.
"Jadi, luka itu adalah luka yang kuterima dari Ibuku. Aku terus dapat siksaan sejak kecil, dan aku nggak tau salahku apa. Yerin itu yang selalu membelaku, dan mencegah aku disiksa lebih kejam lagi. Tapi ya kalo Yerin nggak ada, aku disiksa lagi"
Jamie menatap Jiwon dalam-dalam. "Kamu mau aku kasih liat luka-lukaku? Kalau kamu nggak mau, yaaaa yaudah sih"
Jiwon mengangguk pelan. "Asal Kak Jamie nggak keberatan"
Jamie menyingkap kaos yang dipakainya. Diperlihatkannya luka di bahunya. "Di bahu ini, luka yang kamu liat tempo hari. Luka ini luka baru, waktu aku nyempetin pulang ke rumah Ibu. Ibu marah tanpa sebab. Ya Yerin juga yang nolongin aku dan langsung bawa aku balik ke sini"
Jamie lalu memperlihatkan punggungnya. "Kalau yang di sini, ini luka agak lama, waktu sebelum aku masuk kosan ini. Ada bekas yang udah agak hilang kan? Nah itu luka yang lamaaaa banget. Ada lagi loh di kaki, tapi kamu nggak usah liat deh, nanti jijik"
Jiwon menatap miris Jamie. Ternyata di balik keceriaan dan hobinya ngusilin Jae, Jamie menyimpan luka. Luka fisik dan batin.
"Aku bener-bener nggak tau salahku apa, Won. Waktu masih di rumah, rasanya aku udah kayak orang gila. Rasanya pengen mati aja. Kalau nggak ada Yerin dan surat undangan ke kosan ini, kayaknya aku udah milih bunuh dir-"
Jiwon buru-buru meletakkan telunjuknya di bibir Jamie. "Ssst, nggak boleh gitu, Kak. Apapun masalah Kakak, jangan pernah terpikir buat ngelakuin itu. Di sini ada aku, ada Kak Jihyo, ada yang lainnya juga. Kakak bisa cerita padaku kapanpun Kakak mau, kecuali saat aku kuliah ya. Tenang, aku siap bantu"
Jamie tersenyum tipis. "Makasih ya Won. Aku seneng bisa ketemu kamu di sini. Semoga lancar kuliahnya dan sukses selalu"
"Aamiin..."
Dan setelah Jamie keluar dari kamar, sekarang giliran Jay yang datang.
Dan yang ingin ditanyakan Jay adalah--
"Kak, aku mau nembak cewek. Kira-kira barang favorit cewek tuh apa ya?"
**
"Youn, aku mau tanya sesuatu"
Seungyoun yang sedang asyik bermain game di laptopnya, menoleh ke arah Jinjin yang sedang rebahan di kasurnya. Ya, Jinjin sedang main ke rumahnya malam ini.
"Mau tanya apa?"
"Kira-kira, aku bisa nggak sih, donorin hati?"
Sebelah alis Seungyoun terangkat. "Donor hati? Mungkin bisa. Tapi agak beresiko sih. Karena kamu juga sakit, bisa berdampak buruk ke kamu"
"Dampaknya apa?"
"Eum,,, mungkin pendonorannya bisa berhasil, tapi kalau kamu nggak kuat, kamu bisa mati"
Jinjin menelan ludahnya kasar. Agak takut juga dia.
"Buat siapa sih emangnya?"
"Eum,,, bukan buat siapa-siapa. Cuma nanya aja"
"Siapa?"
"Apa sih, Youn? Bukan buat siapa-siapa"
"Aku tanya, buat siapa, Park Jinwoo?"
Jinjin menghela nafas. "Oke, aku akan bilang. Ah, harusnya aku nggak boleh bocorin ini. Ini buat Jihyo"
"What?"
"Jihyo lagi sakit, Youn. Dia butuh pendonor"
Seungyoun menatap Jinjin dalam-dalam. "Jin, kamu nggak bermaksud berkorban untuknya, kan?"
#####
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Park J
FanfictionTentang anak-anak Park J yang mengalami masalah keluarga, sampai suatu hari mendapatkan undangan ke sebuah kos-kosan yang ternyata menyatukan mereka, dan membantu mereka memecahkan masalah masing-masing.