Jamie masih tampak tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Orang yang selama ini ditunggunya, ternyata dipertemukan oleh takdir sebagai konselor untuknya, dan sekarang berdiri di hadapannya. Jamie bingung harus senang atau sedih.
Jamie kembali menatap mama Yerin, dan beliau kembali menganggukkan kepalanya.
Pelan, Jamie berucap, "Papa?"
Park Haejin menganggukkan kepalanya. "Iya, Jamie. Ini Papa."
Ragu-ragu, tangan Jamie terangkat. Kemudian sebuah tamparan mendarat di pipi sang papa.
Semua orang terkejut, tambah terkejut ketika Jamie langsung memeluk Haejin.
"Maafin Jamie, Pa. Jamie dulu pernah janji bakalan nampar siapapun yang menjadi papa Jamie kalau udah ketemu, sebagai ganti bertahun-tahun ditinggalin."
Pelan, Haejin mengusap-usap rambut Jamie.
"Tidak apa-apa. Papa berhak kamu gituin."
Kemudian Haejin melepaskan pelukan Jamie.
"Oh ya Jamie, tadi Papa bilang ini saudaramu kan? Ayo, kenalan sama Seonghwa. Seonghwa, ini Jamie, saudaramu."
Jamie dan Seonghwa saling berjabat tangan tanpa ragu.
"Jumpa lagi ya, Seonghwa?"
"Iya, Kak Jamie. Nggak nyangka ternyata kita bersaudara."
Haejin menatap heran. "Kalian saling kenal?"
Jamie mengangguk mantap. "Adik tingkat di kampus dulu, Pa."
Seonghwa menambahi, "Betul, Pa. Ditambah, ternyata Kak Jamie kenal dekat sama Jiwon. Jiwon pernah beberapa kali cerita sama aku soal Kak Jamie."
Wanita paruh baya yang tadi datang bersama Haejin dan Seonghwa, langsung berucap, "Kamu kenal Jiwon?"
Jamie mengangkat sebelah alisnya. "Park Jiwon? Iya, saya kenal. Dia 1 kos dengan saya. Ah, kalau tak salah ingat, anda ibunya Jiwon kan?"
"Betul, saya ibunya Jiwon. Seberapa dekat kamu dengannya?"
"Lumayan dekat, Tante. Saya juga sering dicurhati oleh Jiwon tentang masalahnya."
"Aduh, anak itu. Dia susah sekali menurut. Padahal mau Tante jodohkan dengan anak orang kaya."
Haejin menimpali, "Aduh Bommie, masih saja kamu main jodoh-jodohin Jiwon."
"Ya kan aku mau yang terbaik buat dia, Jin. Aku mau Jiwon nikah sama si itu tuh, anak CEO Universe Factory. Si Jung Jihoon juga setuju, kok."
"A-anu, maaf Tante, tapi Jiwon sudah punya pacar. Dan Wooseok itu adalah--"
Ucapan Jamie terpotong ketika ponselnya berdering, tanda ada panggilan masuk dari Jiwon.
"Halo, Jiwon?"
"Kak? Apa masih ramai di sana?"
"Eum,, enggak terlalu. Oh ya, ada Ibu--"
"Kak Jihyo mau dioperasi, Kak. Dan ada kabar buruk. Kak Jinjin kecelakaan!!!"
"A- apa?"
"Iya! Aku cuma mau ngabarin itu aja. Kalau Kak Jamie nggak bisa ke sini, nggak apa-apa kok."
"Jiwon--"
Tut tut tut...
Jamie menghela nafas. "Astaga, ada-ada saja."
"Ada apa, sayang?" tanya Seungyoun.
"Ini, Kak Jinjin kecelakaan."
"Jinjin kecelakaan?"
"Iya. Ini Jiwon sama yang lainnya udah di rumah sakit. Jihyo katanya juga mau dioperasi."
Seungyoun langsung merapikan jasnya. "Sayang, apa boleh aku tinggal? Aku harus melihat keadaan Jinjin."
Jamie menganggukkan kepalanya. "Iya, kamu pergi aja. Makasih ya udah nemenin aku hari ini. Hati-hati di jalan."
Seungyoun mengecup kening Jamie sekilas, tak lupa berpamitan kepada Haejin, kemudian langsung pergi.
"Itu pacarmu?" tanya Haejin setelah Seungyoun pergi.
"Iya, Pa. Ganteng kan?"
"Ganteng. Terlihat pintar juga. Papa setuju kamu sama dia."
**
Jinjin membuka kedua matanya perlahan. Dan yang pertama dilihatnya adalah wajah panik Seungyoun.
"Jinjin, untung kamu sadar. Bertahanlah. Kami akan berusaha menyelamatkanmu."
Jinjin menggenggam tangan Seungyoun erat. "Youn, nggak usah. Nggak usah repot-repot lagi."
"Apa maksudmu? Kamu akan selamat. Bertahanlah, ya?"
"Tidak. Jangan. Nggak perlu lagi berusaha nyelametin aku. Itu akan sia-sia."
"Jin--"
"Aku punya permintaan terakhir. Tolong sampaikan permintaan maafku ke Pak Jinyoung. Maaf aku belum bisa menjadi keponakan yang berbakti. Juga kepada Tuan Park, maaf tidak bisa memenuhi ekspektasi. Kepada seluruh anggota kosan, maaf tidak bisa menjalankan kewajibanku dengan baik."
"Jinjin--"
"Oh ya, tolong nanti ambil surat di laci meja kamarku, dan tolong berikan kepada Jihyo dan Daniel. Semoga operasi berjalan dengan lancar."
"Park Jinjin!"
"Sahabatku, selamat tinggal..."
Kemudian Jinjin menghembuskan nafas terakhirnya.
Seungyoun menjerit histeris.
"Nggak, nggak mungkin. Jinjin!!! Park Jinjin!!!"
#####
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Park J
FanfictionTentang anak-anak Park J yang mengalami masalah keluarga, sampai suatu hari mendapatkan undangan ke sebuah kos-kosan yang ternyata menyatukan mereka, dan membantu mereka memecahkan masalah masing-masing.