Perhatian, gaisss..
Jangan baca sampai akhir bagi pembaca di bawah 18 tahun, oke!
Tiga puluh menit sebelum jadwal keberangkatannya, Granger sudah tiba di stasiun dengan sekoper barang bawaannya. Mungkin, pemuda itu akan menghabiskan beberapa hari di tempat kenangannya bersama mendiang ayah tercinta.
Diantar Silvanna, Granger semakin dalam memasuki area lobi stasiun kereta itu.
"Selamat liburan ya, semoga kamu semakin membaik habis ini," harap Silvanna seraya mengelus bahu dan menyusur turun ke lengan Granger.
"Makasih, Hon, kamu udah siapin semuanya," balas Granger seraya mengecup kening Silvanna lalu mengusap rambut krem perempuan itu setelahnya.
Silvanna tersenyum seraya mengangguk. "Hati-hati," ucapnya. "Kalau begitu, aku pulang dulu," pamit Silvanna melangkah keluar stasiun sambil melambai pada Granger.
Dalam langkah kecil menuju halte stasiun, ia berharap dalam hati kalau kekasihnya akan segera membangkitkan semangatnya. Silvanna segera merogoh ponsel di saku sweeter-nya untuk memesan taksi online.
Baru saja sampai di pintu depan stasiun, seseorang menariknya dari belakang dan menyandarkannya ke dinding terdekat. Orang itu mengapit Silvanna, membatasi ruang gerak perempuan itu agar hanya melihatnya.
"Aku nggak akan pergi sendirian!" kata pemuda bersurai hitam itu dengan nada pasti.
"Granger, m-mana bisa? Tiketnya udah abis, buat kamu aja aku harus rebutan sama pembeli tiket yang lain," sahut Silvanna.
Granger hanya tersenyum simpul, ia membebaskan Silvanna untuk menambah ruang gerak setelahnya. Dari belakang, muncul sepasang suami istri yang tampaknya akan pergi ke suatu tempat juga."Ini kopermu, Silva!" kata Miya setelah menggeret koper biru muda itu dan menaruhnya di depan Silvanna. Miya hanya tersenyum saat melihat ada kerutan di kening Silvanna.
"Eudora yang siapin semua ini," kata Granger mengobati rasa penasaran Silvanna.
Gadis itu menoleh, menemukan wajah kekasihnya yang tampaknya tahu sesuatu.
"Jadi, semalem pas kamu udah tidur, aku suruh Eudora beresin perlengkapan kamu di Apartemen. Kunci daruratnya aku dapet dari Resepsionis," jelas Granger menambah tipis tatapan mata Silvanna. "Kalau soal tiket, kamu tenang aja. Udah aku siapin juga," lanjutnya.
"Kenapa aku harus ikut?" tanya Silvanna. "Kamu kan lagi butuh waktu sendiri."
Alucard melanjutkan langkahnya ke pintu lobi didampingi Miya yang menggandengnya, "Karena dia nggak bisa kalo sendiri banget!" celetuknya tanpa beban dan tanpa menoleh lagi ke belakang. Ia hanya melempar salam lewat lambaian tangan di atas kepala.
Dua sejoli itu saling bertatapan dalam beberapa detik.
"Lagi pula, aku bisa lebih tenang kalo deket kamu," ucap Granger rendah sambil mengacak rambut Silvanna.
Silvanna tersenyum samar. Dalam hatinya ia merasa senang karena mendapatkan waktu lebih banyak dengan Granger.
***
Semilir angin mengayun pucuk-pucuk nyiur, mengirim melodi seraya mengiringi tarian mereka di ujung siang. Sapuan ombak pun perlahan membingkai bibir pantai berpasir putih. Cuaca cerah itu menyambut kedatangan sepasang kekasih yang sudah lama tak memijakkan kaki di tempat privasi ini.
Dengan berpegangan tangan, keduanya berdampingan menapaki jembatan dermaga menuju satu-satunya bungalo di sana. Perjalanan mereka menuju pulau rahasia ini cukup melelahkan. Perjalanan menggunakan kereta wisata dan disambung oleh speedbooth cukup menguras tenaga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
FanfictionCerita ini merupakan kelanjutan dari novel 'Roommate'. Disarankan untuk membaca Roommate terlebih dahulu agar tidak bingung dalam mengikuti alur ceritanya 😊💘 Silvanna sudah mantap menambatkan hatinya pada sosok mantan roommate menyebalkannya, Gra...