25. Pamit

185 33 79
                                    

Beberapa hari berlalu. Kini, Silvanna sudah bisa menyesuaikan diri dengan hari-hari beratnya ke depan. Berkat Dyrroth yang terus ada di sampingnya selama masa penanganan tenaga psikolog, hingga Silvanna sedikit demi sedikit melupakan kesedihannya.

Kala itu, Dyrroth dan Fanny tengah berebut remot TV untuk menonton serial favorit masing-masing ketika Odette dan Silvanna sibuk membereskan bekas makan siang mereka. Ya, selain Dyrroth, dua sahabat Silvanna juga senantiasa menemani dan memantau perkembangan kondisi Silvanna. Hebatnya, Silvanna sudah kembali ceria dan pelan-pelan melupakan masalah kemarin, meskipun mungkin akan memakan waktu yang cukup lama.

Tahu-tahu bell apartemen berdering. Fanny segera membukakan pintu untuk seseorang yang izin masuk melalui bell.

Sosok gadis remaja berambut pendek tersenyum di sana sambil membawa parcel buah di tangannya. Fanny menyambut kedatangannya dengan hangat.

"Hai," ramah Fanny ketika menyambut Nana. "Silva, ada Nana!" jerit Fanny seperti biasanya. "Masuk, Na." Fanny lekas mengajak Nana masuk.

"Wah, lagi rame ternyata," kata Nana begitu ia memasuki ruang TV unit apartemen itu.

Silvanna yang sebelumnya dipanggil Fanny, langsung meninggalkan dapur untuk menyambut sang tamu. "Na!"

"Halo kak, gimana kabarnya?" tanya Nana sambil menaruh parcel bawaannya ke meja bar unit apartemen itu.

"Kakak baik-baik aja. Kamu dateng sendiri?" taya Silvanna balik.

"Aku sama..."

"Siang, Silvanna." Pria tampan berkulit putih itu membawakan buket bunga untuk Silvanna. Ia berdiri di belakang Nana.

"Zilong?"

Odette, Fanny, dan Dyrroth saling melempar tatap. Namun kemudian, Dyrroth langsung mengapit kakaknya. Dia belum kenal cowok ini sebelumnya.

"Kamu temennya Kak Silvanna?" tanya Dyrroth protective. Ia memasang wajah selidik saat menatap Zilong. Namun, tatapan selidiknya itu dibalas senyum ramah oleh Zilong.

"Halo, aku Zilong, temannya Silvanna." Zilong mengajak Dyrroth berkenalan dengan mengulurkan tangannya.

Dyrroth segera membalas uluran tangan itu. "Dyrroth, adiknya Silvanna."

Odette melempar kode pada Fanny untuk membiarkan Silvanna meladeni tamu-tamunya dulu. Fanny mengangguk mengerti.

"Dy, lo janji ya kemaren mau traktir gue sama Odette! Ayo sekarang aja, mumpung masih siang!" Fanny segera menarik Dyrroth.

"Heh, kapan gue janji!" Dyrroth merasa tidak pernah berjanji apapun pada mereka.

Odette membanting lap ke atas meja. "Halah, kebiasaan lo, Dy. Gue nggak bakal biarin lo pura-pura lupa lagi sama janji lo!" Odette ikut menarik tangan Dyrrot sebelahnya.

Sebelum meninggalkan unit apartemen itu, Odette berbalik badan. "Kita tinggal dulu, ya. Sebentar aja, kok!" pamit Odette lalu langsung mendorong Dyrroth keluar unit apartemen itu.

Silvanna hanya menghela napas. Kebiasaan mereka kalau ketemu ya begitu.

"Silakan duduk." Silvanna mempersilakan duduk tamu-tamunya.

"Aku denger dari kak Zilong kalo kakak lagi sakit. Makannya, aku ke sini buat jenguk kakak." Nana memilih duduk di samping Silvanna sambil memeluknya. "Dan aku tau kalo sakitnya kakak bukan karena penyakit fisik."

Mau tak mau, sebutir air mata Silvanna kembali bergulir. "Kakak nggak jadi nikah sama Granger, Na!" Silvanna kembali terisak sementara Nana semakin erat mendekapnya.

"Kenapa bisa begini, Kak? Apa yang terjadi?" tanya Nana.

"Semuanya gara-gara Freya, anaknya mantan boss Granger. Mungkin Zilong udah tau siapa perempuan itu. Yang jelas, ini nggak adil buat kakak, Na!"

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang