Memasuki ruang makan pagi itu, Silvanna hanya menemukan Vexana yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan. Ia belum bertatap muka dengan Granger pagi ini—karena memang sejak bangun tadi, pemuda itu sudah lenyap dari sisinya.
Silvanna mendekati Vexana lalu mengambil alih lap dan piring kotor yang hendak dipegang Vexana untuk disiapkan di atas meja.
"Biar saya saja, Nona, itu pekerjaan saya," kata Vexana yang ingin mengambil alih kembali pekerjaannya.
Silvanna menggeser badannya, menolak jika piring dan lap yang ada di tangannya direbut begitu saja oleh wanita paruh baya itu. "Biar kubantu, Bi."
Vexana menyerah, ia memilih untuk menyusun roti tawar di tempatnya.
"Bibi sudah sarapan?" tanya Silvanna.
Vexana hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Sarapanlah dulu, Bi. Pasti Bibi capek dari pagi beres-beres terus," pinta Silvanna dengan nada yang halus.
"Tapi sarapan untukmu dan Tuan Granger belum siap semua," sahut Vexana.
"Biar aku saja yang menyiapkannya," kata Silvanna ringan. "Sarapanlah dengan paman."
"Baiklah," Vexana menurut karena memang ia sedikit kelelahan karena sudah bekerja dari pagi tadi. "Kalau begitu, saya permisi dulu, Nona."
Silvanna teringat sesuatu, "Oh iya, Bi," panggilnya mengurungkan Vexana untuk segera pergi. "Bibi liat Granger?"
"Tuan Granger sedari pagi ada di Galery," sahut Vexana.
"Baiklah, terima kasih, Bi." Silvanna membiarkan Vexana meninggalkannya setelah menghaturkan anggukan kecil tanda pamit.
Dalam langkah kecil, Silvanna menuju ruang Galery yang letaknya tak jauh dari ruang makan untuk menjemput Granger dan mengajaknya sarapan bersama.
Dalam celah pintu yang terbuka, Silvanna bisa melihat punggung pemuda berlapis kemeja hitam itu tengah berdiri di depan pajangan foto kedua orang tuanya. Silvanna semakin mendekat lalu membuka perlahan pintu itu agar tak mengusik konsentrasi Granger.
Benar saja, pemuda itu masih larut dalam keheningan terdalamnya. Masih ingin bercengkerama dengan gambar abadi kedua orang yang sangat dicintainya. Dua orang yang kini sudah tak bisa ia peluk, melainkan hanya ucapan doa yang diantarkan angin pada mereka.
Gadis itu memosisikan diri di samping kekasihnya lalu ikut mengepalkan tangan di depan dada sambil memanjatkan doa.
Lilin yang menyala di atas meja bergoyang lembut seakan angin membantu memberi kode kalau Natalia dan Baxia mendengar doa-doa mereka.
Setelah keheningan menelan waktu yang cukup lama, Granger membuka mata diiringi helaan napas ringan. Ada beban yang ikut terbuang kala napas itu terembus dan menyatu di udara pagi ini.
Saat melihat ke samping, ia menemukan Silvanna yang juga baru selesai memanjatkan doa.
Kedua pasang bola mata itu bertemu, menyalurkan pesan selamat pagi—yang sepertinya terlalu siang untuk diucapkan.
"Sarapan dulu, Bibi Vexana udah nyiapin semuanya," kata Silvanna membuka kata di anatara mereka.
Granger mengangkat alisnya. Ada sebuah pesan yang ingin disampaikan yang tersimpan di balik sorot matanya. "Maaf, ya. Liburan kita nggak bisa lama. Ada proyek baru yang harus kukerjakan," kata Granger menyesal.
"It's ok! Kita bisa liburan lagi nanti," ucap Silvanna menenangkan. "Aku udah beresin semua barang-barang kamu."
Granger tersenyum tipis, "Oh iya, sebelum kita pulang, aku mau tunjukin sesuatu ke kamu," ucap Granger mengundang tanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
FanficCerita ini merupakan kelanjutan dari novel 'Roommate'. Disarankan untuk membaca Roommate terlebih dahulu agar tidak bingung dalam mengikuti alur ceritanya 😊💘 Silvanna sudah mantap menambatkan hatinya pada sosok mantan roommate menyebalkannya, Gra...