19. Rasa yang Sama

305 54 40
                                    

Alunan lagu lembut hadir di antara dua sejoli yang masih saling diam di dalam mobil yang mengantarkan mereka menuju tempat tinggal masing-masing. Mobil itu masih melaju dengan kecepatan normal meskipun jalanan kota terlihat begitu lenggang. Granger yang mengemudikan mobil itu tak ingin buru-buru sampai di apartemen Silvanna karena memang ia merasa sudah banyak kehilangan banyak waktu berdua selama pesta itu berlangsung.

Sayangnya, tidak ada kata di antara mereka selama perjalanan. Hanya lirik lagu melow yang masih sibuk bersuara meski sang pendengar tak memedulikannya.

Hingga keduanya masuk ke unit apartemen Silvanna. Selangkah lagi hendak memasuki kamarnya, Silvanna ditarik ke pelukan Granger dari belakang. Sikap gadis itu masih sama, diam seperti sebelumnya.

"Aku tau kamu kesel," kata Granger lembut saat kepala Silvanna menempel di dadanya.

Dalam diam, Silvanna mendengarkan pengutaraan lembut kekasihnya yang diiringi detak jantung pemuda itu yang samar terdengar di telinganya. Matanya terpejam, membiarkan irama detak jantung itu menjadi melodi yang mengiringi denyut nadi yang terasa di kepalanya.

"Kita kehilangan banyak waktu buat berdua malam ini. Maaf," lanjut Granger meski Silvanna belum menyahut perkataannya sebelumnya.

Begitu dekatnya wajah mereka hingga Silvanna bisa merasakan embusan hangat napas Granger di sekitar wajahnya.

Silvanna membuka mata pada akhirnya, menemukan sepasang iris hitam yang menyorot padanya.

"Nggak ada apa-apa, kok. Aku ngerti kalo kamu lagi sibuk-sibuknya," kata Silvanna kemudian.

"Tapi dari tadi kamu diem aja. Pasti ada yang salah."

"Aku nggak apa-apa," sahut Silvanna yang ingin meninggalkan pelukan Granger. Sayangnya, pemuda itu menahannya dan malah memeluknya semakin kuat.

"Pelukan ini nggak akan aku lepas sebelum kamu cerita!" kata Granger. "Apa karena Freya?" tanya Granger seolah tau apa yang dipikirkan Silvanna.

Silvanna tak menjawab lagi, namun membenarkan dalam hati. Moodnya hancur berantakan hari ini hanya gara-gara Freya yang sudah bersikap berlebihan pada Granger di depan Silvanna. Gadis itu seolah tak menghargai keberadaan Silvanna di sana.

"Silv, aku deket sama Freya hanya sebatas hubungan rekan kerja. Nggak lebih dari itu," Granger mulai menjelaskan sedikit-sedikit. "Kamu tau sendiri kalau habis ini aku sama dia bakal ada project besar lagi. Dan reward dari perusahaan jika aku dan tim aku bisa menyelesaikan project ini adalah pengangkatan aku jadi karyawan tetap. Itu artinya, setelah project itu selesai, aku boleh menikah tanpa memikirkan perjanjian kontrak kerja itu."

"Tapi aku khawatir, Gran. Sikap Freya ke kamu itu beda banget. Meskipun aku baru ketemu dia beberapa kali, tapi tau dari gelagat dia." Akhirnya Silvanna mengungkapkan kekhawatirannya. "Kalau project itu bikin kamu lebih deket sama Freya, lebih baik kamu nggak usah ikutan. Biarin aja aku nunggu dua tahun setengah lagi sampai kontrak kerja kamu selesai!"

"Silv, ini kesempatan bagus. Selain aku udah punya prestasi kerja yang bagus, kita juga bisa cepet nikah tanpa nunggu lama. Itu juga kan yang mama kamu syaratkan buat aku?"

"Iya, tapi tetep aja, Freya bakal ngerasa dimudahkan buat deketin kamu!" Silvanna berusaha melepaskan diri dari pelukan Granger. Namun, tenaga pemuda itu lebih kuat. Pipinya kembali menempel di dada bidang kekasihnya bak tertarik magnet.

"Maaf, Silv kalo kamu nggak nyaman. Tapi ini demi kita ke depannya," ucap Granger pelan dan penuh harapan. Sikapnya kini benar-benar berubah dibandingkan beberapa tahun silam saat ia baru mengenal Silvanna. Kini ia berubah menjadi lelaki yang lembut dan mampu menenangkan kekasihnya yang tengah berapi-api. Tentu saja, kelembutannya itu hanya bisa dirasakan oleh calon istrinya, Silvanna.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang