- Last Chapter -
Detak jam beker mendominasi ruangan berukuran 36 meter persegi ini. Irama gurat pensil yang terdengar begitu tipis, menjadi nada pengiring di waktu nyaris tengah malam ini.
Gambarnya hampir jadi.
Pesanan komik dari sebuah penerbit menjadi project ke sekian kalinya yang diterima Silvanna pasca menikah. Kadang kala, ia menyerahkan separuh pekerjaannya pada Nana--yang sama-sama bisa menggambar--agar ia bisa sedikit fokus pada tugas akhirnya.
Namun sekarang, tugas dan tanggung jawab Silvanna di Mythical University sudah selesai. Gelar sarjana seni sudah disandangnya.
Sejalan dengan satu tugas beratnya yang sudah usai, Silvanna meninggalkan Victory Apartemen. Sedikit berat awalnya karena tempat itu menjadi saksi bisu ribuan cerita yang terjadi selama ia memijakkan kaki di Celestial.
Tempat kenangan yang ia tinggalkan, tergantikan oleh sebuah rumah minimalis di tengah kota Celestial.
Silvanna kembali mengecek pintu. Belum ada tanda-tanda yang mendekat dari luar.
Tanpa sadar, mulutnya menganga pertanda kantuknya sudah memberontak. Namun, Granger belum pulang.
Silvanna merebahkan kepalanya ke atas meja ruang tamu, tempatnya menggambar saat ini. Mungkin, Granger akan membangunkannya ketika pulang nanti.
***
Sembari meregangkan otot lehernya, Granger menatap ruang tamu yang lampunya belum padam. Pandangannya lalu tertuju pada perempuan di sana. Kepalanya ambruk di atas meja.
Granger mendekat, kemudian menyibakkan rambut-rambut tipis yang menghalangi wajah tidur istrinya di sana. Ponselnya tergeletak di sampingnya.
"Kan, ketiduran lagi di sini," gumam Granger menggeleng tipis.
Ia kemudian mempersiapkan tenaga di tengah kelelahannya. Tubuh istrinya diangkat lalu dibawanya menaiki tangga menuju kamar.
Ini kebiasaan baru Granger ketika pulang terlalu larut. Maklum saja, di rumah minimalis ini tidak ada kamar tidur di lantai satu.
Entah mimpi apa, Silvanna mengeluarkan wajah manjanya meski dengan mata terpejam. Sontak ia memeluk lengan Granger. Silvanna tertidur di sana.
Akhir-akhir ini Silvanna memang manja dan sensitif. Mungkin karena kelelahan akibat pekerjaannya menjadi seorang ilustrator. Apalagi, Granger yang terbilang mulai sibuk. Jadi mereka hanya punya waktu full saat weekend untuk bersama.
Granger mengelus rambut Silvanna lalu mengecup keningnya. Rutinitas setiap hari sebelum keduanya tidur lelap.
***
Merasa geli di sekitar dagunya membuat tidur Granger terusik. Mungkin jambang tipis yang dibiarkannya tumbuh itu mulai mengganggu. Bangun nanti akan dicukur habis! pikirnya kala bersiap menyambut hari baru yang mungkin tak kalah melelahkan.
Ketika kedua matanya membuka, ternyata ada seseorang yang lancang menindihnya sembari memainkan jambang tipis di area bawah bibir. Jemari lentik itulah yang menjadi sumber kegelian Granger pagi itu.
Setelah indra penglihatannya menemukan wajah istrinya, kini indra penciumannya menemukan aroma segar nan manis yang menguar ke seluruh kamar tidur. Rambut Silvanna yang lembab dibiarkan mengurai ke piyama katunnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
FanfictionCerita ini merupakan kelanjutan dari novel 'Roommate'. Disarankan untuk membaca Roommate terlebih dahulu agar tidak bingung dalam mengikuti alur ceritanya 😊💘 Silvanna sudah mantap menambatkan hatinya pada sosok mantan roommate menyebalkannya, Gra...